Terima Kasih Biodiesel, RI Bisa Tak Impor Solar Lagi
CNBCIndonesia.com | Senin, 7 Juni 2021
Terima Kasih Biodiesel, RI Bisa Tak Impor Solar Lagi
PT Pertamina (Persero) mendukung pemerintah dalam penyaluran biodiesel sejak 2006, dan ternyata hal ini mengalami perkembangan yang signifikan. “Tahun 2006 masih kecil 0,11 juta KL, tren pertumbuhan sampai 2020 naik signifikan. Perkiraan tahun 2021 mencapai 81 juta KL,” kata Direktur Pengembangan Bisnis PT Pertamina Putra Niaga, Mars Ega Legowo Putra dalam Energy Corner “Biodiesel untuk Kemandirian Energi” di Jakarta, Senin (7/6/2021). Meski pandemi, lanjut dia, tepatnya pada pertengahan 2020 sampai akhir tahun, penjualan harian biodiesel terus mengalami kenaikan. Saat ini ada 114 lokasi terminal untuk bio solar. Selanjutnya, pencampuran biodiesel yakni untuk mencampur diesel berbasis minyak fosil dan bahan bakar nabati berupa Fatty Acid Methyl Esters (FAME), Pertamina mencatat hingga Mei 2021 serapannya mencapai 2,9 Juta KL. Tren impor Pertamina semakin menurun. Bahkan pada 2020, zero impor alias tidak ada impor solar. “Tahun 2019 benar-benar minimal. Tahun 2020 zero. Dari sisi kemandirian energi, khususnya solar dan kondisi makro ekonomi Indonesia ini baik,” tegasnya.
Sebagai informasi, Pertamina terus berupaya meningkatkan pasokan diesel berbasis minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) atau dikenal dengan istilah green diesel (D100) dari kilang di dalam negeri, sehingga bisa menjamin keberlanjutan program biodiesel dan konsisten mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Selain memiliki terminal pencampuran biodiesel yakni untuk mencampur diesel berbasis minyak fosil dan bahan bakar nabati berupa Fatty Acid Methyl Esters (FAME), Pertamina juga akan memproduksi green diesel langsung dari kilang BBM perseroan. Saat ini Pertamina mengoptimalkan tiga kilang minyak yang telah ada untuk juga memproduksi green diesel, antara lain Kilang Dumai, Riau, Kilang Plaju, Sumatera Selatan, dan Kilang Cilacap, Jawa Tengah. Kilang Cilacap untuk tahap awal memproduksi sekitar 3.000 barel per hari (bph) green diesel, namun untuk fase kedua nantinya bisa naik menjadi 6.000 bph. Lalu, Kilang Plaju memproduksi 20 ribu bph. Sementara Kilang Dumai kini telah memproduksi sekitar 1.000 bph green diesel (D100). Sementara untuk pengembangan terminal biodiesel, dia mengatakan, perseroan berinvestasi sekitar Rp 200 miliar untuk pengembangan inventori FAME. Saat ini perseroan memiliki 114 terminal pencampuran biodiesel, di mana di Indonesia Timur terdapat 30 titik pencampuran biodiesel.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210607121027-4-251034/terima-kasih-biodiesel-ri-bisa-tak-impor-solar-lagi
CNBCIndonesia.com | Senin, 7 Juni 2021
Ekonomi Pulih, Penjualan Biodiesel Pertamina Mendekati Normal
Kondisi ekonomi negara saat ini terlihat mulai pulih sejak dihantam pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu. Hal ini salah satunya ditandai dengan mulai meningkatnya penyerapan biodiesel tahun ini. PT Pertamina (Persero) menyampaikan bahwa penjualan biodiesel hingga saat ini telah mendekati posisi penjualan sebelum Covid-19 terjadi pada 2020 lalu. Mars Ega Legowo Putra, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga, Commercial & Trading Subholding Pertamina, mengatakan penjualan harian biodiesel hingga Juni telah mencapai 98% dari kondisi pra Covid-19. Dia mengatakan, penjualan harian biodiesel perseroan kini rata-rata mencapai 44 ribu kilo liter (kl) per hari. “Tren bulan Juni sudah mendekati pra Covid-19, minus 2% atau sudah mencapai 98% dari pra Covid. Kalau ini bisa dijaga, saya yakin sampai dengan 2021, apa yang ditargetkan pemerintah, bisa tercapai,” tuturnya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia dengan tema “Biodiesel untuk Kemandirian Energi”, Senin (07/06/2021). Dia mengatakan, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu saat awal pandemi. Pasalnya karena imbas pandemi, pada pertengahan hingga akhir 2020, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) masyarakat menurun. Tapi mulai 2021, lanjutnya, penjualan harian BBM perseroan mulai meningkat. Dia mengatakan, saat ini Pertamina memiliki 114 terminal pencampuran (blended) solar fosil dengan bahan bakar nabati (BBN) atau Fatty Acid Methyl Esters (FAME) untuk dicampur 30% ke dalam solar atau biasa dikenal dengan biodiesel 30% (B30), meningkat dari 69 lokasi blended saat awal-awal program biodiesel ini dijalankan. “Saat ini ada di 114 lokasi pencampuran biodiesel. Ini untuk memperkuat penyaluran biodiesel ke depannya,” ujarnya. Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan serapan Fatty Acid Methyl Esters (FAME) untuk pencampuran di dalam diesel atau B30 sampai dengan April 2021 telah mencapai 2,68 juta kilo liter (kl). Artinya, serapan FAME mencapai 29,1% dari target tahun ini sebesar 9,2 juta kl. Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, capaian hingga bulan April 2021 ini lebih rendah daripada tahun lalu sebesar 2,9 juta kl. “Sampai dengan Maret 1,98 juta kl, sementara sampai April 2,68 juta kl. Tahun 2020 (April) angkanya 2,9 juta kl,” paparnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/05/2021).
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210607090527-4-250962/ekonomi-pulih-penjualan-biodiesel-pertamina-mendekati-normal
CNBCIndonesia.com | Senin, 7 Juni 2021
Pertamina Produksi Green Diesel dari 3 Kilang
PT Pertamina (Persero) terus berupaya meningkatkan pasokan diesel berbasis minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) atau dikenal dengan istilah green diesel (D100) dari kilang di dalam negeri, sehingga bisa menjamin keberlanjutan program biodiesel dan konsisten mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Mars Ega Legowo Putra, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga, Commercial & Trading Subholding Pertamina, mengatakan selain memiliki terminal pencampuran biodiesel yakni untuk mencampur diesel berbasis minyak fosil dan bahan bakar nabati berupa Fatty Acid Methyl Esters (FAME), Pertamina juga akan memproduksi green diesel langsung dari kilang BBM perseroan. “Kami dengan Subholding Refinary (PT Kilang Pertamina Internasional) juga bekerja sama. Kami akan mendorong produk ini, kontinuitas produksi bisa dari kilang, bukan dari terminal saat ini,” ungkapnya tuturnya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia dengan tema “Biodiesel untuk Kemandirian Energi”, Senin (07/06/2021). Dia menjelaskan, saat ini Pertamina mengoptimalkan tiga kilang minyak yang telah ada untuk juga memproduksi green diesel, antara lain Kilang Dumai, Riau, Kilang Plaju, Sumatera Selatan, dan Kilang Cilacap, Jawa Tengah. Kilang Cilacap untuk tahap awal memproduksi sekitar 3.000 barel per hari (bph) green diesel, namun untuk fase kedua nantinya bisa naik menjadi 6.000 bph. Lalu, Kilang Plaju memproduksi 20 ribu bph. Sementara Kilang Dumai kini telah memproduksi sekitar 1.000 bph green diesel (D100). Sementara untuk pengembangan terminal biodiesel, dia mengatakan, perseroan berinvestasi sekitar Rp 200 miliar untuk pengembangan inventori FAME. Saat ini perseroan memiliki 114 terminal pencampuran biodiesel, di mana di Indonesia Timur terdapat 30 titik pencampuran biodiesel. Dia mengatakan, penjualan harian biodiesel perseroan kini rata-rata mencapai 44 ribu kilo liter (kl) per hari, sudah mendekati kondisi penjualan normal sebelum pandemi Covid-19. “Tren bulan Juni sudah mendekati pra Covid-19, minus 2% atau sudah mencapai 98% dari pra Covid. Kalau ini bisa dijaga, saya yakin sampai dengan 2021, apa yang ditargetkan pemerintah, bisa tercapai,” tuturnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210607093934-4-250976/pertamina-produksi-green-diesel-dari-3-kilang
CNBCIndonesia.com | Senin, 7 Juni 2021
Terungkap! Toyota Pernah Minta Biodiesel RI Maksimal 7,5%
Produsen mobil Toyota ternyata pernah meminta agar program biodisel di Indonesia tidak melebihi campuran bahan nabati 7,5%. Saat ini campuran bahan nabati, yakni minyak sawit di Biodiesel Indonesia telah mencapai 30%. Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika dan Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam program Energy Corner yang mengambil tema Biodiesel Untuk Kemandirian Energi, pada Senin (7/6/2021). Saat menjabat Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Kardaya bercerita bahwa Indonesia baru menerapkan biodiesel dengan kewajiban campuran 7,5% dari nabati. “Waktu saya menerapkan kewajiban 7,5% saya didatangi petinggi Toyota. Dia mengingatkan itu hati-hati, ada batasnya karena 7,5% terlalu tinggi. Karena mesin yang beredar tidak didesain untuk memakai itu,” ujar Kardya bercerita. Selain itu, tuturnya, pihak Toyota pun menjabarkan bahwa ada masalah teknis biodiesel tak bisa digunakan dalam kondisi cuaca dingin dan lain sebagainya. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. “Benar kata pak Kardaya didatangi Toyota,” ujar Dadan yang mengaku ikut dalam pertemuan yang terjadi beberapa tahun silam ini. Atas dasar hal tersebut, tutur Dadan, Kementerian ESDM bersama dengan Gaikindo dan Toyota melakukan kajian bersama soal Biodiesel dengan campuran nabati 20% atau B20. “Apapun hasilnya kita terima dan komitmen,” ujarnya. Hasilnya, kajian tersebut menyatakan Biodiesel B20 aman bagi mesin dan akhirnya program ini kemudian dijalankan oleh Indonesia. Kajian berikutnya adalah Biodiesel B30 yang terbukti juga hasilnya bagus. Menurutnya, industri otomotif selalu mendukung program biodiesel di Indonesia. Bahkan Gaikindo sendiri yang mengumumkan hasil positif dari kajian B30 kepada masyarakat.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210607094320-4-250980/terungkap-toyota-pernah-minta-biodiesel-ri-maksimal-75
Bisnis.com | Senin, 7 Juni 2021
RI Optimistis Energi Terbarukan Bisa Saingi Fosil
Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) terus didorong oleh pemerintah demi mengejar bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 mendatang. Bahkan, pemerintah optimistis jika EBT akan bisa bersaing dengan energi fosil. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana. Namun demikian, untuk mencapai hal tersebut, menurutnya pendekatan keekonomian antara pihak yang menjual dan membeli harus cocok. “Keekonomian harus cocok, pas yang jual dan yang beli ini harus match. Sekarang beberapa jenis EBT sudah mendekati atau malah bisa bersaing dengan fosil,” paparnya dalam program Energy Corner CNBC Indonesia “Biodiesel Untuk Kemandirian Energi”, Senin (7/6/2021). Dadan mencontohkan, salah satu pemanfaatan energi terbarukan yang mampu bersaing dengan energi fosil yaitu pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Karena kini teknologi PLTS semakin canggih dan efisien, sehingga harga jual listrik dari PLTS bisa bersaing dengan harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). “Ini sudah bisa bersaing, bahkan dengan listrik yang berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),” lanjut Dadan. Lebih lanjut Dadan menyampaikan, pemerintah akan mendorong dua hal agar pengembangan EBT semakin masif. Pertama, keekonomian EBT yang baik dan kedua adalah EBT sebagai sumber energi berkelanjutan. Misalnya panas bumi, tenaga air, tidak hanya memberi manfaat pada korporasi atau produsen, tapi juga kepada masyarakat secara langsung. “Industri tumbuh, masyarakat dapat manfaat yang lebih baik, termasuk biofuel, pemanfaatan biodiesel kita tidak sedikit, bukan sombong, kita sudah di titik B30 yang tidak ada contoh di tempat lain,” tuturnya. Kemudian, di skala nasional pemerintah bersama dengan PT Pertamina (Persero) mendorong pemanfaatan biodiesel dalam skala lebih luas. Selain berupaya meningkatkan pemanfaatan biodiesel dengan campuran fatty acid methyl esters (FAME) atau produksi green diesel dari kilang, tapi juga ekspansi ke pemanfaatan energi terbarukan untuk mengurangi impor bensin. “Kami dengan Pertamina mencoba ke pemanfaatan yang lebih luas, tapi mencoba pemanfaatan lain karena bensin masih impor. Ini juga dilakukan pengembangannya termasuk juga pemanfaatan untuk listrik, nggak hanya dari CPO,” tegasnya. Selain sawit, pihaknya juga akan mengembangkan biomassa atau program briket batu bara atau kokas. “Secara khusus misalnya yang di Palimanan sekarang didorong peningkatan kualitas batu bara pemakaian di industri ke kokas, kerja sama dengan PTBA,” paparnya.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210607112659-4-251016/ri-optimistis-energi-terbarukan-bisa-saingi-fosil