Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Distribusikan Bantuan Ke Yayasan Sosial

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Sawitindonesia.com | Senin, 13 Juni 2022

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Distribusikan Bantuan Ke Yayasan Sosial

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) menyalurkan bantuan kepada 3 Yayasan Sosial yang berada di Jakarta dan Depok, Jawa Barat. Penyaluran bantuan ini terlaksana berkat dukungan tiga asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN). Bantuan ini diberikan kepada tiga yayasan yaitu Yayasan Wisata Sedekah Indonesia (Kebagusan, Jakarta Selatan), Lembaga Amil Zakat Nasional Panti Yatim Indonesia (Ciracas, Jakarta Timur), dan Yayasan Intifa Cinta yatim Al Ikhwaniyah (Limo, Depok) sebagai bentuk kepedulian di tengah pandemi dan pemulihan ekonomi masyarakat. Pemberian bantuan secara simbolis dilakukan di Yayasan Wisata Sedekah Indonesia, pada pertengahan Mei 2022 yang diserahkan Yuwono Nugroho (Ketua Forwatan) kepada Ahmad Perdana, Pembina Yayasan Wisata Sedekah Indonesia yang didampingi Qayuum Amri (Wakil Ketua Forwatan) dan Beledug Bantolo (Sekjen Forwatan). Sebagai informasi, Yayasan Wisata Sedekah Indonesia membina 90 anak yatim untuk diberikan bantuan secara finansial dan juga pendidikan agama. Sebagian besar mereka berasal dari keluarga kurang mampu. Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Perdana, Pembina Yayasan Wisata Sedekah Indonesia, menjelaskan bahwa berdirinya kegiatan Yayasan Wisata Sedekah Indonesia semenjak 2004. Kegiatan yayasan antara lain Sedekah Jumat, Yatim Berbagi, Wisata Sedekah, dan Rumah Baca Keliling. “Kami ucapkan terima kasih kepada Forum Wartawan Pertanian yang berkenan hadir dan memberikan bantuan bagi kegiatan anak-anak yatim. Begitu pula apresiasi setinggi-tingginya kepada asosiasi sawit lain seperti GIMNI, APOLIN, dan APROBI yang turut mendukung kegiatan sosial ini. Tentu saja, bantuan ini menjadi upaya memberikan edukasi dan kontribusi industri hilir sawit kepada masyarakat. Semoga industri sawit memberikan keberkahan bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam kesempatan tersebut dalam siaran pers yang diterima redaksi, Jumat ( 10 Juni 2022). Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) mengapresiasi inisiatif Forwatan yang rutin mengadakan kegiatan sosial setiap tahunnya dalam upaya membantu masyarakat kurang mampu dan menjadi bagian kontribusi sawit bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Bantuan ini menunjukkan kontribusi industri sawit di sektor hilir kepada masyarakat. Seperti diketahui, industri sawit seperti biodiesel punya peranan penting bagi negara dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bernard Riedo Ketua Umum Gabungan Infustri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dalam kesempatan terpisah, mendukung kegiatan penyaluran bantuan ini sebagai upaya saling membantu sesama serta memberikan edukasi informasi kelapa sawit bagi masyarakat. ”Harapan kami, kerjasama yang berjalan baik ini antara GIMNI, APROBI, dan APOLIN bersama Forum Wartawan Pertanian dapat terus berlanjut ke depannya,” harap Bernard. Rapolo Hutabarat, Ketua Umum APOLIN, menjelaskan bahwa turunnya angka pandemi Covid-19 merupakan momentum positif untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan saling membantu. “Budaya saling membantu dan gotong royong harus terus dijalankan sebagai landasan kehidupan bermasyarakat. Atas dasar itulah, kami dari APOLIN, APROBI, GIMNI bersama Forum Wartawan Pertanian, kembali mengadakan kegiatan sosial di tahun ini,” urai Rapolo. Yuwono Ibnu Nugroho, Ketua Forwatan, memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tiga asosiasi hilir sawit (APROBI, GIMNI, dan APOLIN) yang mempercayakan penyaluran bantuan tersebut melalui Forwatan. Bantuan ini menunjukkan industri sawit tidak saja berkontribusi bagi negara melainkan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. “Setelah penyerahan bantuan ini, rekan-rekan Forwatan tetap berkomitmen untuk menyalurkan bantuan kegiatan lain melalui dukungan dan kolaborasi berbagai pihak. Melalui bantuan ini, harapan kami perekonomian masyarakat menjadi lebih baik,” pungkasnya menutup pembicaraan.

https://sawitindonesia.com/tiga-asosiasi-hilir-sawit-dan-forwatan-distribusikan-bantuan-ke-yayasan-sosial/

 

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Wartaekonomi.co.id | Senin, 13 Juni 2022

Sawit Mampu Hasilkan Bioenergi Melalui 3 Generasi

Industri sawit juga berperan dalam memproduksi biofuel atau bahan bakar nabati sebagai substitusi energi fosil. Sebagaimana diketahui bahwa sumber emisi gas rumah kaca (GRK) global terbesar ialah energi fosil. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menurunkan emisi GRK tersebut ialah mengurangi konsumsi energi fosil dan beralih ke energi yang lebih hemat emisi. Melansir laman Palm Oil Indonesia pada Senin (13/6), industri sawit mampu menghasilkan energi biofuel generasi pertama (biodiesel dan green fuel/green diesel, green gasoline, green avtur) dari pengolahan minyak sawit (CPO/CPKO); energi biofuel generasi kedua (biopremium/biogasoline/bioethanol, biopelet, biogas/biolistrik, biobara) dari biomassa sawit (tandan kosong, cangkang dan serat buah, batang dan pelepah); dan energi biofuel generasi ketiga (biogas, biolistrik dan biodiesel algae) dari limbah cair POME. Data PASPI menemukan bahwa biofuel sawit yang secara intensif dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel. Bahkan, Program Mandatori Biodiesel (B30) telah menjadikan Indonesia sebagai produsen biodiesel terbesar di dunia. Seiring dengan diimplementasikan program mandatori tersebut berdampak pada pengurangan emisi GRK yang terus meningkat, yakni dari hanya sekitar 592,3 ribu ton CO2 eq tahun 2010 meningkat menjadi 22,3 juta ton CO2 eq tahun 2020 atau peningkatannya sebesar 400 kali lipat. Pengolahan limbah cair Palm Oil Mill Effluent (POME) juga menjadi bagian mitigasi pengurangan emisi di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) karena kolam POME menjadi sumber emisi GRK. Limbah cair POME yang mengandung banyak senyawa organik dan berpotensi melepaskan bahan berbahaya seperti gas methana dapat diubah menjadi biolistrik melalui proses gasifikasi sehingga mengurangi emisi GRK. Besarnya emisi CO2 yang mampu terserap melalui produksi biofuel yang rendah emisi dan alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil, menunjukkan bahwa industri sawit mampu mengurangi konsentrasi CO2 atmosfer bumi yang menjadi penyebab utama meningkatnya temperatur global.

https://wartaekonomi.co.id/read421001/sawit-mampu-hasilkan-bioenergi-melalui-3-generasi

Katadata.co.id | Senin, 13 Juni 2022

Biodiesel Dari Jelantah Terbukti Rendah Emisi

Biodiesel dari jelantah atau used cooking oil (UCO) terbukti menghasilkan emisi lebih rendah dibanding biodiesel berbahan dasar minyak sawit murni atau crude palm oil (CPO). Temuan ini berdasarkan penelitian Traction Energy Asia (2022) terhadap timbulan emisi produksi biodiesel UCO dan CPO. Dalam studi Traction Energy Asia, timbulan emisi dilihat berdasarkan pencampuran bahan baku UCO dengan CPO untuk produksi biodiesel. Komposisi pencampurannya antara lain 10 persen UCO dengan 90 persen CPO yang menghasilkan emisi 69 juta tCO2e, 20 persen UCO dengan 80 persen CPO menghasilkan emisi 66 juta tCO2e. Kemudian, 30 persen UCO dengan 70 persen CPO menghasilkan 64 juta tCO2e, 50 persen UCO dan 50 persen CPO menghasilkan 60 juta tCO2e emisi. Hingga biodiesel 100 persen berbahan dasar UCO hanya menghasilkan 49 juta tCO2e emisi. Semakin besar pencampuran UCO untuk bahan baku biodiesel, semakin sedikit timbulan emisi yang dihasilkan. Dampaknya, penambahan biodiesel UCO ke dalam produksi biodiesel nasional sebesar 10 hingga 30 persen dapat menurunkan emisi hingga 24 persen dari total target penurunan emisi sektor energi tahun 2022. Faktor utama yang menyebabkan biodiesel UCO lebih rendah emisi dikarenakan biodiesel jenis ini tidak menghasilkan emisi di tahap perkebunan. Biodiesel dengan campuran UCO hanya menghasilkan emisi dari proses transportasi pengangkutan dan proses transesterifikasi. Hal ini berbanding terbalik dengan biodiesel berbahan CPO murni yang menghasilkan emisi lebih besar pada proses perkebunan mencapai 80 hingga 94 persen. Namun, produksi biodiesel UCO masih menemui sejumlah hambatan. Di antaranya, ekosistem pengumpulan UCO dan rantai pasok yang belum terbentuk. Di samping itu, belum adanya industri pengolah biodiesel berbahan UCO menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Selain itu, aspek standarisasi biodiesel UCO yang masih dalam proses pembentukan juga menjadi perhatian.

https://katadata.co.id/jeany/infografik/62a3358dc661e/biodiesel-dari-jelantah-terbukti-rendah-emisi