UD Trucks Dukung Penerapan Biodiesel B35 dengan Quester Euro5

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Liputan6.com | Rabu, 22 Februari 2023

UD Trucks Dukung Penerapan Biodiesel B35 dengan Quester Euro5

Pemerintah telah menerapkan biodiesel B35 yang merupakan bagian dari komitmen dalam mengatasi dampak perubahan iklim, seperti yang tertuang dalam pertemuan tahun Conference of the Parties (COP)-27 UNFCCCC di Mesir. Salah satu pabrikan komersial asal Jepang, UD Trucks kemudian melihat kondisi tersebut dengan mempersiapkan segala produknya. Persiapan ini telah dilakukan UD Trucks sejak 24 Maret 2022 melalui peluncuran produk Quester dengan standar emisi Euro 5. “Untuk itu, kami telah mempersiapkan produk terbaru UD Trucks yang dapat memenuhi standar B35 ini sejak tahun lalu. Melalui Quester Euro5 ini, kami yakin bahwa para pelanggan UD Trucks dapat terus menggunakan produk kami untuk bisnis mereka,” ungkap Rahmat Samulo, Vice President PT UD Astra Motor Indonesia. Selain dapat menggunakan bahan bakar B35, Quester Euro5 didesain sesuai dengan standar emisi Euro 5 yang menggunakan teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR). Sistem ini memastikan emisi gas buang yang lebih rendah dengan nitrogen oksida (NOX) yang diminimalkan. Teknologi ini dapat menggunakan bahan bakar biodiesel B35 sambil tetap mempertahankan emisi gas buang karena pengolahan gas buang dilakukan di saluran pembuangan yaitu melalui Catalytic Converter yang mengubah NOX menjadi gas nitrogen dan uap air dengan menyuntikkan cairan AdBlue® ke dalam gas buang. Dengan teknologi ini, performa dan efisiensi mesin akan tetap sama karena semua komponen tambahan hanya bekerja setelah gas buang keluar dari mesin. Indikator AdBlue® dapat dilihat pada instrumen kluster kendaraan sehingga pengguna dapat dengan mudah memantau jumlah AdBlue® pada kendaraan saat beroperasi.

Standar Emisi Euro 5

Peluncuran produk UD Trucks dengan standar emisi Euro 5 sejalan dengan tagline “Drive for Better” dan slogan “Going the Extra Miles”. Tujuannya adalah untuk memperkuat tujuan UD Trucks memberikan yang terbaik dalam hal bisnis, lingkungan, dan masyarakat melalui produk berkualits tinggi. Christine Arifin, Marketing and Business Development Head UD Astra Motor Indonesia menekankan bahwa dilandasi dengan empat landasan utama UD Trucks: Gemba Spirit, yang berarti perbaikan terus-menerus, Excel on the Essentials, Smart and Modern, dan Ultimate Dependability percaya bahwa peluncuran lini produk Quester dengan standar emisi Euro 5 akan dapat mengadaptasi perkembangan yang dilakukan saat ini melalui penggunaan bahan bakar B35. “Kami berharap bahwa UD Trucks khususnya di Indonesia dapat terus dipercaya untuk dapat membantu pelanggan menjalankan bisnis mereka dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih sehat bagi masyarakat,” pungkas Christine.

https://www.liputan6.com/otomotif/read/5213519/ud-trucks-dukung-penerapan-biodiesel-b35-dengan-quester-euro5

 

Kompas.com | Rabu, 22 Februari 2023

Pertamina Bahas Rencana Pencampuran Bioetanol dan Pertamax

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk mencampurkan bioetanol atau bahan bakar nabati dengan Pertamax atau Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kadar RON 92. Melalui kebijakan ini, diharapkan adanya alternatif BBM yang ramah lingkungan. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, saat ini pihaknya bersama dengan regulator dan juga penyedia bioetanol, yang dalam hal ini adalah BUMN yang bergerak di sektor perkebunan, PTPN tengah intens membahal hal itu. “Masih kami diskusikan dengan regulator dan penyedia bioetanol,” kata Irto kepada Kompas.com, Rabu (22/2/2023). Irto bilang, saat ini belum ada update terkait dengan hasil pembicaraan tersebut, termasuk adanya potensi penyesuaian harga Pertamax. Dia juga memastikan kajian yang dilakukan bersama, bisa segera memberikan alternatif ketersediaan energi bagi masyarakat. “Belum ada (bocoran), dan sedang kami kaji bersama. Harapannya, ini bisa menjadi alternatif energi,” sambungnya. Irto juga belum memastikan kerja sama dengan investor dalam penerapan teknologi untuk mendukung ketersediaan bioetanol, yang berasal dari tebu itu. Tapi, dia menegaskan, program blending Bioetanol dan Pertamax adalah kerjasama antara Pertamina dan PTPN. “Nanti saya cek (kerja sama terkait teknologi pengembangan bioetanol). (Selebihnya) ini kerja sama antara Pertamina dan PTPN,” ujarnya. Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai pencampuran, 5 persen bioetanol ke BBM Pertamax pada dasarnya menyumbang hanya sedikit pada pengurangan emisi CO2. Di sisi lain, Fahmy menilai blending bioetanol dengan Pertamax, hanya akan membuat harga BBM mengalami kenaikan. Misalkan, jika blending dilakukan pada Pertalite, dari harga Rp 10.000 per liter menjadi Rp 12.000 per liter. “Dengan blending itu harganya kan jadi lebih mahal, karena untuk Pertalite yang harga Rp 10.000, dengan blending itu menjadi Rp 12.000. Dengan begitu, nanti subsidinya jadi naik, begitu juga dengan Pertamax,” lanjutnya.

https://money.kompas.com/read/2023/02/22/121000926/pertamina-bahas-rencana-pencampuran-bioetanol-dan-pertamax

Banjarmasin Post | Rabu, 22 Februari 2023

Harga Jadi Lebih Mahal, Pertamax Bakal Dicampur Bioetanol

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mencampurkan bioetanol atau ba-han bakar nabati dengan Pertamax atau BBM dengan kadar RON 92. Terkait dengan hal ini, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai pencampuran lima persen bioetanol ke BBM Pertamax pada dasarnya menyumbang hanya sedikit pada pengurangan emisi CO2. “Upaya blending atau pencampuran, apakah untuk BBM jenis Pertamax atau Pertalite dengan bietanol tidak tepat sama sekali, karena untuk menggunakan BBM (bersih), kadarnya hanya 5 persen, menurut saya sisanya masih kotor.” ujar Fahmy saat dihubungi Kompas.com. Selasa (21/2). Di sisi lain, Fahmy menilai blending bioetanol dengan Pertamax, hanya akan membuat harga BBM mengalami kenaikan. Misal- kan, jika blending dilakukan pada Pertalite. dari harga Rp 10.000 per liter menjadi Rp 12.000 per liter. “Dengan blending itu harganya kan jadi lebih mahal, karena untuk Pertalite yang harga Rp 10.000, dengan blending itu menjadi Rp 12.000. Dengan begitu, nanti subsidinya jadi naik, begitu juga dengan Pertamax.” lanjutnya. Dia menuturkan, dari pengalaman sebelumnya untuk BBM jenis Premium juga dilakukan blending. Upaya menaikkan kualitas BBM melalui blending dinilai hanya akan menambah biaya, namun hasil yang diharapkan tidak signifikan. “Ini biayanya akan lebih mahal dan tidak ada harga preferensi, atau berapa harga sebenarnya. Jadi kalau Pertamax dicampur bioetanol, akan kesulitan mendapat berapa harga sebenarnya,” kata Fahmi. Fahmi menjelaskan, ngembangan bioetanol 100 persen, lebih efektif daripada 5 persen. Namun demikian, kendala yang terjadi adalah penguasaan teknologi yang masih belum memumpuni. “Lebih baik bioetanol 100 persen, lebih efektif, atau bioetanol yang dikembangkan secara invovatif dikembangkan sebagai BBM yang bersih. Tapi memang pengalaman di biodiesel baru sampai B35, untuk mencapai BI00 butuh teknologi.” saran dia. “Indonesia harus kerja sama dengan negara lain, jadi lebih baik mengembangkan bioetanol menjadi BBM bersih lingkungan, daripada mencampur dengan Pertamax,” sambungnya. Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan, pihaknya berencana untuk mencampur bioetanol dengan Pertamax. Hal ini dilakukan mengingat komponen harga pembentuk Pertamax sama dengan Bioetanol. Di sisi lain, akan ada harga tambahan yang dibebankan. Hingga berita ini diturukan. Kom-pas.com masih menunggu jawaban dari Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana terkait rencana tersebut.