Usulan Prasyarat Bagi Kemitraan Program Mandatori Biodiesel Sawit
Infosawit.com | Senin, 23 Agustus 2021
Usulan Prasyarat Bagi Kemitraan Program Mandatori Biodiesel Sawit
Dikatakan Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, untuk pengembangan industri baru dan terbarukan berbasis kelapa sawit, kedepan perlu dibuat peta jalan menuju B30 bersumber dari pekebun kecil, misalnya menerapkan prasyarat, pertama, untuk menjadi pemasok untuk kebutuhan B30 adalah perusahaan/pabrik yang bermitra langsung dengan petani. Kedua, penerapan kemitraan mengusung prinsip kemitraan yang adil dan setara antara kelembagaan tani dan pabrik, sekaligus guna memastikan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kemitraannya. Ketiga, memiliki Kelembagaan yang kuat agar mampu mendampingi petani menuju skala berkelanjutan. Keempat, memiliki Sumber Daya Manusia untuk mendukung penerapan Good Agriculture Practicess (GAP). Kelima, kemitraan yang dilakukan dengan petani mesti jelas, dalam arti teridentifikasi, siapa dan dimana serta luas kebun sawit-nya berapa ha (misal: 1-8 ha). Lantas, apa saja keuntungan bagi petani, bila petani sawit dilibatkan dalam rantai pasok Biodiesel? Kata Darto, harga TBS sawit di tingkat petani sawit swadaya, akan bertambah 30% dari disparitas harga antara petani swadaya dengan harga penetapan TBS (Tandan Buah Segar) oleh Dinas Perkebunan setempat. Kemudian terwujud keadilan antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar. Perhatian membangun kemitraan dengan petani sawit swadaya akan makin lebih baik, Jika ada prasyarat bahan baku dari petani untuk biodiesel. “Ini bisa akan terwjud bila tidak ada ekspansi kebun sawit skala luas oleh perusahaan besar untuk kebutuhan biodiesel,” tandas Darto.
Republika.co.id | Minggu, 22 Agustus 2021
Pertamina-PTPN Turunkan Emisi Karbon dengan Manfaatkan POME
Sinergi antara Pertamina melalui subholding Pertamina NRE dengan PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) berpotensi menurunkan emisi karbon sebesar 70 ribu ton per tahun dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei. PLTBg Sei Mangkei merupakan kerja sama antara Pertamina melalui subholding Pertamina NRE dengan PTPN III yang dibangun untuk menyuplai listrik di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan sudah beroperasi sejak Januari 2020. Skema kerja sama yang digunakan adalah build, own, operate, transfer (BOOT). “Kerjasama antara Pertamina NRE dengan PTPN III dalam pengembangan PLTBg Sei Mangkei merupakan kerjasama strategis untuk meningkatkan energi baru dan terbarukan pada bauran energi sekaligus menurunkan emisi karbon, khususnya di KEK Sei Mangkei yang memiliki konsep green economic zone,” ucap Chief Executive Officer Pertamina NRE Dannif Danusaputro. PLTBg Sei Mangkei memiliki kapasitas 2,4 MW dan dibangun di atas lahan seluas sekitar 2 hektar milik PTPN III. PLTBg Sei Mangkei berbahan bakar palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit, dimana setiap tahunnya dapat menyerap POME hingga 288.350 meter kubik. Seperti diketahui bahwa pengolahan POME pada pabrik kelapa sawit secara terbuka menghasilkan gas metana yang tidak ramah lingkungan. Dengan adanya PLTBg Sei Mangkei pemanfaatan POME berpotensi mereduksi emisi gas metana sekitar 2.500 ton CH4 atau setara 70 ribu ton CO2 dalam setahun. “Sebagai bentuk komitmen dari PTPN Group dalam pengembangan EBT serta mendukung pencapaian target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025, kami wujudkan melalui pengembangan PLTBg dan program biogas co-firing di unit PKS PTPN Group dengan Pertamina NRE,” ujar Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani.
Ghani menambahkan bahwa Pengembangan PLTBg memberikan manfaat bagi perusahaan, yang meliputi pengurangan emisi gas metana dan karbon, pengurangan konsumsi listrik berbasis fosil serta penerimaan pendapatan. Pemanfaatan POME untuk PLTBg memberikan nilai ekonomis bagi PTPN III yang mencapai hampir Rp 3,5 miliar per tahun. Di samping PLTBg, Pertamina NRE juga membangun PLTS di KEK Sei Mangkei dengan kapasitas 2 MW. PLTBg dan PLTS Sei Mangkei masing-masing berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 70 ribu ton per tahun dan dua ribu ton per tahun. Potensi penurunan emisi tersebut semakin mendukung mendukung terwujudnya konsep Green Economic Zone KEK Sei Mangkei. Bagi konsumen industri di kawasan tersebut, pengembangan pembangkit EBT mendukung upaya mereka yang fokus untuk mendapatkan green certificate. Lebih jauh, dalam proses pembangunannya realisasi TKDN PLTBg Sei Mangkei mencapai 61 persen. Dannif menambahkan bahwa Pertamina memiliki komitmen kuat terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Realisasi TKDN yang cukup tinggi selaras dengan tujuan ke-8, yaitu penciptaan lapangan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan upaya penurunan emisi GRK selaras dengan Tujuan ke-13, yaitu penanganan perubahan iklim. Pertamina juga mengintegrasikan bisnisnya dengan aspek environment, social, and governance (ESG) sehingga tercipta bisnis yang bertanggung jawab serta berkelanjutan.