Wakil Ketua Aptrindo Jateng-DIY Berharap Kelangkaan Bio Solar Bisa Teratasi
Tribunnews.com | Minggu, 3 April 2022
Wakil Ketua Aptrindo Jateng-DIY Berharap Kelangkaan Bio Solar Bisa Teratasi
Kelangkaan bahan bakar jenis Biosolar yang dimulai sejak sebulan lalu di luar Jawa belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera teratasi, bahkan daerah yang mengalami kelangkaan telah semakin meluas. Di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa masih saja terjadi antrean panjang untuk mendapatkan Biosolar. Pengemudi truk terpaksa banyak yang sampai harus rela menginap di sejumlah SPBU demi untuk mendapatkan Biosolar. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia ( APTRINDO ) Jateng & DIY, Bambang Widjanarko, mengatakan, sebenarnya pemerintah, Pertamina dan BPH Migas perlu berterus terang kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi. Jangan semua pihak hanya berusaha mengeluarkan pernyataan berupa pembelaan terhadap institusinya masing-masing saja. Menurutnya, bagi masyarakat pengguna Biosolar yang paling dibutuhkan adalah bagaimana caranya agar Biosolar selalu tersedia dan pembeli tidak perlu mengantre hingga berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mendapatkannya, daripada harus mendengar keterangan yang berbeda-beda dari pemerintah, Pertamina, BPH Migas. Sebenarnya, dijelaskannya ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan agar quota Biosolar bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Antara lain adalah Biosolar hanya dijual kepada semua jenis angkutan umum saja dan tidak diperuntukkan bagi semua jenis kendaraan pribadi. Atau pemerintah harus berani mencabut subsidi Biosolar jika memang pemerintah punya alasan tidak mau APBN tekor gara-gara kenaikan harga minyak dunia yang sudah hampir mencapai 100 persen ( dari 65 US Dollar menjadi diatas 100 US Dollar per barel ) Alternatif selanjutnya, jika memang pemerintah tetap tidak mau mencabut subsidi namun tidak mau tekor lebih banyak lagi akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah bisa saja menetapkan misalnya hanya sanggup mensubsidi Rp 2.000 per liter saja, berarti menaikkan harga Biosolar tanpa harus melepas subsidi sepenuhnya. “Daripada harga Biosolar tetap sedangkan harga minyak dunia sudah naik sangat signifikan, sehingga subsidi pemerintah membengkak dan pemerintah tidak mau APBN jebol malah mengambil opsi mengurangi pasokan Biosolar sehingga mempersulit masyarakat yang membutuhkan, ” pungkasnya.
Bisnis.com | Senin, 4 April 2022
Pertamina: Penjualan Solar Industri Turun 11 Persen, Beralih ke Solar Subsidi?
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan penjualan minyak solar untuk kalangan industri turun hingga 11 persen. “Kalau dilihat penjualan ke industri turun tapi di ritel naik, jadi ada perpindahan,” kata Nicke setelah memantau penjualan bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Palembang, Sumatera Selatan, dikutip dari Antara, Minggu (3/4/2022). Menurutnya, kondisi ini perlu diantisipasi dengan regulasi karena industri besar tak diperkenankan menggunakan minyak solar subsidi. Mengacu pada Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan bermotor plat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari enam. Lalu, kendaraan layanan umum (ambulans, pemadam kebakaran, pengangkut sampah), kapal angkutan umum berbendera Indonesia, kapal perintis, serta kereta api penumpang umum dan barang, juga berhak menggunakan solar subsidi. Adanya penurunan hingga 11 persen untuk penjualan BBM industri ini sebenarnya dapat terklarifikasi dengan adanya antrean kendaraan di SPBU untuk mendapatkan solar subsidi. Lantaran belum ada regulasi yang mempertegas, Nicke mengharapkan muncul kesadaran dari pelaku industri besar untuk tidak mengambil jatah subsidi para pelaku industri kecil. “Subsidi ini hanya kendaraan umum dan kendaraan pengangkut barang-barang logistik, yang bertujuan agar harga-harga kebutuhan pokok tidak naik,” kata dia. Karena itu, demi menjamin kebutuhan angkutan logistik, pemerintah memutuskan tetap memberikan subsidi untuk minyak solar, walau bantuan yang diberikan relatif besar yakni Rp7.800 untuk tiap liter. Ini juga berlaku untuk gas LPG 3 kilogram, yang mana setiap kilogram disubsidi pemerintah Rp11.000. “Diharapkan dengan upaya ini, harga-harga tetap stabil, jangan sampai ada isu-isu lain karena faktanya pemerintah terus memberi subsidi,” kata dia. Saat ini penyaluran solar subsidi oleh Pertamina telah melebihi kuota sekitar 10 persen per Februari untuk skala nasional. Sementara, untuk wilayah Sumsel sudah melebihi kuota hingga 12 persen. Ia menambahkan adanya geliat ekonomi di sejumlah daerah penghasil batu bara dan minyak sawit terutama di Sumatera dan Kalimantan telah mendorong lonjakan permintaan solar subsidi. Kondisi ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang juga memiliki sejumlah industri pengolahan. “Sebenarnya ini patut disyukuri, artinya ekonomi kita recovery lebih cepat. Tapi tantangannya, bagaimana menyediakan kebutuhan BBM, dan sejauh ini pemerintah menjamin tetap memberikan subsidi,” kata Nicke.