Yamaha Siapkan Motor dengan Bahan Bakar Biofuel buat Pasar Asia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kompas.com | Selasa, 12 April 2022

Yamaha Siapkan Motor dengan Bahan Bakar Biofuel buat Pasar Asia

Yamaha Motor tengah bersiap untuk mengembangkan sepeda motor berbahan bakar alternatif. Sepeda motor ini disebut-sebut bakal menyasar pasar Asia, sebagai langkah menuju dekarbonisasi. “Kami mungkin harus menyesuaikan beberapa spesifikasi,” ujar Presiden Yamaha Motor Yoshihiro Hidaka, dikutip dari Nikkei Asia (12/4/2022). “Mesin pembakaran internal saat ini akan bekerja apa adanya, bahkan ketika [tangki] diisi dengan biofuel,” kata dia. Untuk diketahui, Yamaha telah menjual beberapa sepeda motor jenis sport dengan bahan bakar campuran bensin dan etanol di Brasil. Kemudian, Yamaha juga mengatakan akan segera meluncurkan sepeda motor serupa di negara-negara seperti India dan Indonesia. Yamaha sedang menegosiasikan rincian peluncuran tersebut dengan pihak berwenang melalui asosiasi industri lokal. Sebagai informasi, Asia menyumbang sekitar 80 persen dari pengiriman tahunan Yamaha. Tak heran jika perusahaan mulai gencar mengenalkan motor ramah lingkungan di kawasan ini. Sebagai bagian dari strategi elektrifikasi, perusahaan berencana untuk meluncurkan lebih dari 10 model sepeda motor listrik di seluruh dunia pada tahun 2024. Meski begitu, Hidaka mengatakan, pihaknya tidak terburu-buru untuk meluncurkan semua jenis motor listrik di kawasan Asia. Sebab, pasokan listrik di beberapa negara tidak terlalu stabil. Hal itu bisa berdampak pada adopsi kendaraan listrik menjadi lebih sulit. “Kami akan mulai dengan model dengan emisi CO2 rendah, [seperti sepeda motor bahan bakar nabati] dan secara bertahap memperluas jajarannya,” kata Hidaka. Meski tantangan tetap ada dalam hal infrastruktur produksi dan pasokan bioetanol, Hidaka melihat alasan untuk optimis. “Kami telah mendengar bahwa pemerintah India sangat antusias dengan biofuel yang dapat mengurangi emisi CO2,” ucap Hidaka.

https://otomotif.kompas.com/read/2022/04/12/174100015/yamaha-siapkan-motor-dengan-bahan-bakar-biofuel-buat-pasar-asia

Infosawit.com | Rabu, 13 April 2022

Astra UD Truck Quester Euro 5 Bisa Berbahan Bakar Biodiesel Sawit

Indonesia saat ini sedang bergerak untuk menyediakan produk yang semakin ramah lingkungan di tahun 2022 khususnya dalam bidang otomotif, hal ini sejalan dengan rencana pemerintah terkait peraturan emisi gas buang Euro 4 yang akan diimplementasikan dalam waktu dekat ini. UD Trucks tidak tinggal diam dan ikut serta dengan resmi meluncurkan model terbaru Quester yang sudah memenuhi standar Euro 5 pada 24 Maret 2022 lalu. Terdapat 2 teknologi untuk memenuhi standar emisi gas buang yang ditetapkan pemerintah yakni  teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) dan Exhaust Gas Recirculation (EGR). Penggunaan Teknlogi Exhaust Gas Recirculation (EGR) mengharuskan pengusaha truk untuk menggunakan bahan bakar bersulfur maksimal 50 ppm dan atau setara dengan Pertamina Dex. Diungkapkan Chief Executive Astra UD Trucks, Winarto Martono, dengan mempertimbangkan peraturan pemerintah terkait standar emisi gas buang harus setara Euro 4 dan kepentingan pengusaha truk di Indonesia, maka UD Trucks memutuskan menggunakan teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) yang dapat beradaptasi dengan berbagai jenis bahan bakar termasuk biodiesel sawit campuran 30% atau B30 atau B30 atau Solar Subsidi, namun tetap menghasilkan emisi gas buang Euro 5. Ini menjadi solusi yang tepat bagi tuntutan pemerintah dan kepentingan pengusaha truk di Indonesia,. “Quester Euro 5 tetap menggunakan mesin yang sama dengan mesin Quester yang diluncurkan tahun 2015 yakni mesin commonrail yang dipadukan dengan teknologi Selective Catalytic Reduction atau (SCR)  sehingga mampu melindungi mesin tetap awet sepanjang waktu dan aman dengan menyemprotkan cairan urea (AdBlue) ke gas buang,” katanya dalm keterangan tertulis diterima InfoSAWIT. Teknologi ini beroperasi pada suhu ruang bakar mesin yang optimal (Suhu tinggi), sehingga memberi keuntungan buat para pengusaha dimana konsumsi bahan bakar akan lebih efisien. Di sisi lain, dengan tidak adanya pergantian mesin maka seluruh suku cadang relatif sama, sehingga mempermudah pengusaha truk di dalam pengadaan part, edukasi mekanik dan pengemudi. Saat ini Quester terbaru telah lulus pengujian emisi dari lembaga  independen penguji dan dinyatakan nilai NOx yang dihasilkan dibawah ambang batas Euro 5, sehingga  Quester memenuhi standar Emisi Euro 5 walaupun menggunakan bahan bakar biosolar atau B30 atau  bahan bakar bersubsidi. Selain itu, Quester Euro 5 telah didaftarkan Sertifikasi Uji Tipe (SUT) di Kementrian Perhubungam, sehingga Truk Quester Euro 5 siap mengaspal di jalan, ” ungkap Winarto Martono. Teknologi SCR ini menggunakan Ad Blue sebagai cairan untuk mengurangi kandungan NOx pada gas buang yang dihasilkan oleh mesin, sehingga sesuai standar Euro 5. Penggunaan Ad Blue ini sebesar 3-5% dari bahan bakar yang digunakan. Jika 1 liter solar digunakan 3 Km, maka 1 Liter Ad Blue dapat digunakan untuk 75 Km. Pada umumnya pengusaha truk menjalankan armadanya per bulan per unit sejauh 6000 km maka dibutuhkan asumsi minyak solar sebanyak 2000 liter, maka penggunaan Ad Blue diperkirakan sebesar 80 liter atau senilai Rp 800.000,- per bulan. Kemasan Ad Blue ini menggunakan jirigen 10 liter, untuks setiap pembelian pertama Quester Euro 5 kami memberikan gratis kepada pelanggan kami sebanyak 800 liter yang akan dibagi dalam 4 tahap pengiriman. Perlu diketahui tangki Ad Blue yang terdapat di Quester Euro 5 sebesar 50 Liter dan kami mengedukasi pelanggan untuk menyediakan 1 jirigen Ad Blue untuk cadangan saat kondisi darurat di dalam kabin truk. Ad Blue ini bukan cairan yang berbahaya dan tidak mudah terbakar, jadi aman dalam penyimpanan. Selain itu, untuk mengontrol penggunaan Ad Blue pengemudi dapat melihat indikator Ad Blue yang sudah ada di dashboard truk seperti indikator bahan bakar selama ini. Di sisi lain pengusaha atau kepala operational truk pelanggan dapat memantau penggunaan Ad Blue melalui fitur di telematics secara akurat dan terkini.

https://www.infosawit.com/news/12232/astra-ud-truck-quester-euro-5-bisa-berbahan-bakar-biodiesel-sawit

Inews.id | Selasa, 12 April 2022

Efek Pemakaian Bio Solar pada Mesin Diesel Modern, Ini Harus Diperhatikan

Pemakaian bahan bakar bio solar atau biodiesel (B3) pada mobil dengan mesin diesel modern banyak dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Namun, ternyata hal ini memiliki efek buruk bagi kendaraan bermesin modern berstandar Euro 4 ke atas.  Dilansir dari laman Auto2000, Pemakaian bahan bakar bio solar pada mobil dengan mesin diesel modern dapat menyebabkan kerusakan sistem suplai bahan bakar, filtrasi dan lainnya karena mengandung sulfur besar. Komponen yang paling cepat kena dampaknya adalah filter solar akan lebih cepat kotor dan perlu lebih sering diganti. Namun yang paling mengerikan dari penggunaan solar berkualitas buruk adalah kerusakan injektor. Masalah pada injektor tersebut bisa dikatakan sebagai kerusakan yang cukup serius. Jika sudah begitu, perbaikannya cukup memakan waktu. Asal tahu saja, harga injector mobil diesel modern lumayan bisa menguras kocek. Selain efek buruk pada mobil, penggunaan bio solar juga mengerikan bagi lingkungan. Kualitasnya yang rendah, menyebabkan emisi yang terbuang cenderung lebih tinggi. Untuk itu, mobil dengan mesin diesel modern dianjurkan untuk menggunakan solar dengan cetane number 53, dan kandungan sulfurnya minimal 1.200 ppm. Bahan bakar jenis solar dengan kualitas tinggi sendiri tersedia dalam berbagai merek. Salah satunya adalah Pertamina Dex atau bisa juga menggunakan bahan bakar bersulfur maksimal 50 ppm (Rp13.700 per liter).  Di sisi lain, Indonesia telah memberlakukan aturan seluruh kendaraan komersial minimal harus berstandar Euro 4 mulai April 2022. Untuk memenuhi standar gas buang yang ditetapkan pemerintah ada dua teknologi yang digunakan pabrikan, yaitu Selective Catalytic Reduction (SCR) dan Exhaust Gas Recirculation (EGR).  UD Trucks memilih teknologi SCR karena mampu melindungi mesin lebih awet dan efisien. Walaupun kendaraan UD Trucks sudah berstandar Euro 5, namun dengan SCR tidak hanya bisa mengonsumsi Pertamax Dex tapi juga biodiesel atau B30 (Rp5.150 per liter), sehingga lebih hemat dalam operasional kendaraan.  Diketahui, menggunakan mesin common rail untuk menurunkan NOx gas buang yang keluar dari mesin dengan cara menyemprotkan cairan urea (AdBlue) ke gas buang di sebuah sistem yang terpisah dari mesin utama sebelum dibuang ke atmosfer sehingga dapat mengonsumsi bahan bakar biodiesel. Untuk mobil penumpang penggunaan bio solar akan berpengaruh kondisi mesin. Namun, bagi kendaraan komersial, produsen sudah menyiapkan mesin khusus canggih seperti di atas sehingga emisi yang dikeluarkan lebih ramah lingkungan.

https://www.inews.id/otomotif/mobil/efek-pemakaian-bio-solar-pada-mesin-diesel-modern/all

Koran-jakarta.com | Selasa, 12 April 2022

Industri Pengguna Biosolar Ditindak

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melarang pelaku industri menggunakan bahan bakar minyak (BBM) subsidi seperti biosolar. Larangan itu berlaku baik untuk proses produksi, pembangkit listrik, ataupun transportasi angkutnya. Tujuannya agar pasokan BBM subsidi tepat sasaran atau dapat memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkannya. Dalam inspeksi mendadak (sidak) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Pertamina (Persero), akhir pekan lalu, di sejumlah daerah, penyelewengan solar subsidi masih marak. Kondisi itu pun memicu terjadinya kelangkaan pasokan. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengaku menginstruksikan jajaran direktorat di lingkungan Kemenperin untuk menyampaikan kepada seluruh sektor binaannya agar tidak menggunakan BBM bersubsidi. “Kalau perusahaan industri masih menggunakan BBM bersubsidi, akan ada sanksi tegas,” tegasnya, di Jakarta, Selasa (12/4). Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), kebutuhan solar di sektor industri untuk mendukung proses produksi dan pembangkit listrik terus meningkat. Pada 2021, kebutuhan solar untuk produksi sebanyak 8,4 miliar liter, meningkat drastis dari 214,9 juta liter pada 2019. Menperin meyakini sektor industri binaan Kemenperin dapat mematuhi peraturan yang berlaku terkait penggunaan solar, yakni Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Pada Perpres tersebut, disebutkan solar merupakan jenis BBM tertentu yang diberikan subsidi oleh pemerintah, dengan pengaturan penyediaan dan pendistribusiannya. BBM tertentu jenis solar dikenakan aturan wajib dicampur dengan biodiesel fatty acid methyl ether (FAME) dengan komposisi 30 persen (B30) dan selisih harga pencampurannya ditanggung oleh BPDP Kelapa Sawit, sesuai dengan Perpres No 66 Tahun 2018. “Jadi, industri harus menggunakan BBM diesel khusus untuk industri, yang skema pendistribusiannya berbeda dengan BBM jenis tertentu solar bersubsidi. Terdapat perbedaaan spesifikasi BBM industri (Industrial Diesel Oil/ IDO) dengan BBM solar atau B30 bersubsidi (Automotive Diesel Oil/ ADO) yang apabila dipaksakan digunakan akan merusak mesin industri,” tegas Menperin. Agus menambahkan, pengawasan penggunaan BBM jenis tertentu yang diberikan subsidi akan dilakukan oleh Kepolisian RI bekerja sama dengan Penyidik PNS (PPNS) yang terkait. Khusus untuk kegiatan ekspor ilegal BBM jenis solar, telah dibentuk Satuan Tugas Anti-Illegal Export BBM Solar di bawah Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, yang menyatukan langkah pengamanan perbatasan dari penyalahgunaan BBM solar untuk kegiatan yang melawan hukum. Satgas khusus ini beranggotakan kementerian terkait (seperti Kemenperin yang diwakili oleh Inspektorat Jenderal), Kepolisian RI, TNI Angkatan Laut, Mabes TNI, hingga Badan Keamanan Laut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengaku menemui kasus penyaluran BBM bersubsidi yang tak tepat sasaran saat melakukan sidak di sejumlah daerah seperti Bengkulu dan Medan. “Biosolar ini kan subsidi, harusnya diperuntukkan bagi yang berhak, bukan untuk industri. Banyak kita temui di lapangan, (BBM subsidi) banyak dipakai untuk angkutan industri. Ini mengakibatkan berkurangnya jatah BBM (subsidi) bagi masyarakat umum,” kata Arifin. Dia mengatakan pemberian subsidi BBM karena mahalnya harga komoditas minyak global akibat adanya eskalasi konflik Russia-Ukraina.

https://koran-jakarta.com/industri-pengguna-biosolar-ditindak?page=all