Bioetanol untuk Ketahanan Energi di Indonesia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
Bioetanol untuk Ketahanan Energi di Indonesia. Sumber: IESR

Bioetanol untuk ketahanan energi di Indonesia menjadi titik terang. Setelah sukses dengan biodiesel, pemerintah Indonesia kini berfokus pada pengembangan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan. Langkah ini masih dalam tahap proyek percontohan untuk menguji kualitas bahan bakar dan nilai keekonomiannya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan bahwa pengembangan bahan bakar nabati yang terbarukan mampu meningkatkan perekonomian rakyat kecil. “Ini sesuatu yang bagus dan sudah ada contohnya di beberapa negara tropis seperti Brazil,” ujarnya di kantor Kementerian ESDM pada Jumat, 14 Juli 2023.

Arifin menekankan pentingnya serangkaian tahapan dan pengujian dalam pengembangan jenis bahan bakar baru agar dapat diproduksi secara massal. “Kita saat ini baru pada tahap pilot, baru akan ada scale up. Nanti baru dianalisa keekonomiannya dan selama itu harus juga ada free marketing. Uji coba dulu respon dari masyarakat baik atau tidak. Kemudian kualitasnya bagus atau tidak dan memang harus ada tahap-tahapan seperti itu. Dan jika sudah skala besar, kita akan bangun industrinya. Pasti kita harus menuju ke sana karena kita masih punya lahan yang luas,” lanjutnya.

Pada 4 November 2022, Presiden Joko Widodo meluncurkan program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Ini merupakan langkah awal dalam memanfaatkan potensi bioetanol di Indonesia.

Studi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa pencampuran etanol 5% ke dalam Pertalite (RON 90) dapat menghasilkan kualitas bahan bakar yang setara dengan Pertamax (RON 92). Kajian ini sejalan dengan penelitian PT Pertamina yang juga mengkaji pencampuran etanol dengan pertalite.

Bioetanol untuk Ketahanan Energi

Pengembangan bioetanol berbasis tebu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor BBM nasional dan menciptakan bauran energi baru yang lebih ramah lingkungan. Riset ITB menunjukkan bahwa Indonesia telah menghemat devisa sebesar USD 2,6 miliar dari substitusi impor diesel melalui program biodiesel kelapa sawit. Namun, laporan ITB juga memproyeksikan bahwa pada tahun 2040, Indonesia akan mengimpor hingga 35,6 juta kiloliter BBM. Angka ini hampir dua kali lipat dari jumlah impor tahun 2021. Penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, mengurangi emisi polutan kendaraan, dan menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.

Bioetanol juga memiliki manfaat lain, seperti potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43%, termasuk CO2, NOx, dan Partikel PM2.5. Penggunaan etanol sebagai campuran bensin meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM karena etanol memiliki nilai oktan (RON) 128.

Untuk mendukung program substitusi BBM ke BBN, Kementerian ESDM bekerja sama dengan tim riset ITB. Kerjasama ini juga didukung oleh US Grains Council (USGC). Mereka telah menyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia. Peta jalan ini, yang mulai disusun sejak 2021, bertujuan untuk mendukung implementasi penggunaan bioetanol pada bahan bakar kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri bioetanol di Indonesia.

Pengembangan bioetanol di Indonesia menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam mencapai ketahanan energi dan mengurangi emisi. Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan bauran energi terbarukan. Harapannya peningkatan hingga 23% pada tahun 2025, sekaligus mendorong perekonomian rakyat kecil dan menjaga lingkungan.