Biodiesel Jadi Dipangkas ke B20? Begini Kata Pengusaha

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNBCIndonesia.com | Kamis, 25 Maret 2022

Biodiesel Jadi Dipangkas ke B20? Begini Kata Pengusaha

Kabar bahwa pemerintah bakal memangkas pencampuran biodiesel 30% (B30) menjadi B20 atau B25 akibat imbas dari lonjakan harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) dan pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri tampaknya tidak akan terjadi, terutama sejak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan rencana pemangkasan pencampuran biodiesel itu tidak ada. Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan pun kembali buka suara terkait isu pemangkasan biodiesel ke B20 ini. Ia menyebut langkah itu tidak akan dilakukan. Paulus menyebut rencana pemangkasan ini tidak dilakukan lantaran telah dipastikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. “Sudah confirm ke Pak Menko Airlangga tidak ada rencana pengurangan kandungan biodiesel. Juga waktu wawancara dengan Menteri ESDM, dikatakan juga tak ada rencana,” ungkapnya dalam konferensi pers ‘3rd Palm Biodiesel Conference’ di Yogyakarta, Kamis (24/3/2022). Ia bahkan menyebut program yang saat ini difokuskan adalah penambahan kandungan biodiesel menjadi lebih dari 30%. Bahkan, saat ini pihaknya sedang melakukan pengujian dengan beberapa pemangku kepentingan (stakeholder), seperti Gaikindo selaku calon pengguna bahan bakar itu. “Ini tak mudah. Biasanya 6-7 bulan. Setiap 10 ribu km kita buka engine-nya, kita cek di laboratorium,” tambahnya. Sementara itu, terkait subsidi biodiesel, pihaknya menyebut belum ada masalah. Sejauh ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih terus bekerja untuk melakukan harmonisasi harga CPO. Sebelumnya, isu pemangkasan campuran biodiesel berembus kencang. Paulus sempat membenarkan adanya isu tersebut, bahwa saat ini berbagai alternatif kebijakan tengah dikaji oleh pemerintah, salah satunya mengevaluasi kebijakan B30 diturunkan ke B25-B20. Alternatif penurunan B30 menjadi B20 atau B25 terjadi karena harga minyak sawit dunia yang tinggi saat ini, yang pada akhirnya membuat harga minyak goreng tinggi. “Ini jadi permasalahan kita. Sekarang bagaimana mengatasinya itu banyak opsi, banyak alternatif. Banyak hal yang dikaji, salah satunya adalah B20 atau B20, salah satu alternatifnya itu,” jelas Paulus kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/3/2022). Penurunan penggunaan sawit menjadi B20 atau B25 itu, kata Paulus akan dikaji dari segala sisi. Misalnya, Indonesia sudah berkomitmen terhadap penurunan emisi, juga pengaruhnya terhadap meningkatnya impor solar apabila B30 diturunkan.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220325145420-4-326064/biodiesel-jadi-dipangkas-ke-b20-begini-kata-pengusaha

 

 

BERITA BIOFUEL

 

 

Republika.co.id | Sabtu, 26 Maret 2022

Mafia Minyak Goreng, Apa Salah Kebijakan B30?

Sejak awal diluncurkan akhir 2019, Presiden Joko Widodo menaruh harapan besar pada program mandatori B30. Presiden Jokowi mengatakan mandatori B30 akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.  Sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia, menurut Presiden dua periode ini, sudah sepantasnya Indonesia memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar solar.  Dari namanya saja B30 artinya biodiesel berbahan sawit 30 persen dicampur dengan 70 persen BBM jenis solar. Bahkan bukan tidak mungkin Indonesia dengan kekayaan sawitnya bisa menghasilkan B100. Menurut presiden sedari awal mandatori dijalankan memang difokuskan untuk mengurangi impor BBM. Melalui implementasi B30 ini dapat menghemat devisa hingga Rp 63 triliun. Selanjutnya, penerapan B30 ini akan berdampak pada meningkatnya permintaan domestik akan Crude Palm Oil (CPO), sehingga menguntungkan petani kelapa sawit. Estimasinya lewat B30 maka multiplier effectnya bisa untungkan 16,5 juta petani kelapa sawit kecil dan menengah, bukan hanya pemilik lahan. Selain itu juga menguntungkan pekerja di pabrik kelapa sawit. Harapan Presiden Jokowi memang cukup tinggi karena semenjak digulirkan di 2008, program biodiesel cenderung berhasil. Implementasi awal digulirkan di 2008 adalah kadar campuran biodiesel sebesar 2,5 persen. Kemudian secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5 persen pada 2010. Pada periode 2011 hingga 2015, persentase biodiesel ditingkatkan dari 10 persen menjadi 15 persen. Selanjutnya, pada 1 Januari 2016, B20 mulai diimplementasikan untuk seluruh sektor terkait. Hingga kemudian tepat 1 Januari 2020 Pemerintah menggulirkan program mandatori B30. Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang menjalankan program B30. Program ini pun berjalan cukup baik, pada 2020 saja, Pertamina telah menyalurkan B30 sebesar 13,3 juta kiloliter. Berdasarkan pemanfaatannya, Indonesia saat ini jadi produsen biofuel peringkat ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Brasil. Rata-rata produksi biofuel Indonesia mencapai 126.000 barel ekuivalen minyak per hari.

Dianggap Biang Keladi Kelangkaan Migor

Sayangnya, B30 dianggap biang keladi kelangkaan minyak goreng. Tudingan dilakukan oleh ekonom senior Faisal Basri dan serikat petani. Penulis ingin menggarisbawahi bahwa Faisal bukan menolak program mandatori ini namun kebijakan dua harga yang ditetapkan pemerintah. Jadi begini, peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menunjukkan jika pemerintah telah menaikkan pungutan dana sawit secara progresif. Jika harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) semakin tinggi maka pungutan makin besar. Dalam kebijakan terbaru, pungutan yang tertinggi adalah jika harga CPO berada di atas 1.500 dolar AS dengan pungutan sebesar 375 dolar AS per ton. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai, keputusan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng telah mengorbankan petani kelapa sawit di daerah. Pemerintah mencabut harga eceren tertinggi (HET) dan memberikan subsidi kepada pelaku usaha yang memproduksi minyak curah. Namun, sumber dana untuk subsidi minyak curah tersebut bersumber dari dana sawit dengan jalan menaikkan pungutan dana sawit. Hal inilah yang dipersoalkan oleh Faisal. Dengan adanya kebijakan dua harga yaitu biodiesel memakai harga internasional, dan minyak goreng memakai harga domestik maka sama saja memberi ruang bagi pihak tertentu memasok biodiesel. Tentu saja pihak tertentu ini senang memasok biodiesel karena menggunakan harga internasional. Karena memang saat ini harga CPO dunia melambung tinggi. Sementara curah menggunakan harga domestik, ya jelas langka. Faisal khawatir petani justru tertekan oleh adanya aturan ini. Hal ini memang diakui petani, terutama Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Sekjen SPKS, Mansuetus Darto menyebut, perubahan keputusan pemerintah untuk menaikan pungutan dana sawit adalah kekeliruan yang terus berulang.  Selama ini, kata dia, sudah banyak petani yang bersuara akibat harga tandan buah segar (TBS) tergerus akibat pungutan dana Sawit. Masalah kelangkaan minyak goreng, menurut dia, membuat petani sawit jadi korban. “Karena itu, masalah ini bisa diatasi jika program B30 dikurangi menjadi B20. Ini adalah solusi untuk masalah bahan baku, karena bahan baku habis disedot untuk program biodiesel,” kata Mansuetus. Mansuetus pun meminta agar pungutan dana sawit terbaru dibatalkan. Selain itu, ia mendesak program peremajaan sawit harus dimudahkan agar produktivitas petani lebih meningkat. “Kalau sekarang ini kebutuhan dana untuk subsidi biodiesel B30 sangat besar maka langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah dengan menurunkan target program biodiesel yang saat ini B30 menjadi B20. Jika diturunkan menjadi B20, maka dana sawit akan surplus,” katanya. Selain bahan baku akan tersedia karena diturunkan menjadi B20, kata Mansuetus, dana sawit yang surplus tadi bisa digunakan untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng.  Dia juga menyingung dana di BPDPKS yang berasal dari pungutan periode 2015-2021 sekitar Rp 138 triliun, yang masih tersisa sekitar Rp 22 triliun. “Artinya untuk kepentingan program yang berhubungan dengan petani sawit seperti program peremajaan sawit rakyat masih tersedia dananya,” ucap Mansuetus. Ungkapan ini seakan-akan mengamini apa yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel.  Ia membantah adanya mafia minyak goreng di indonesia. Yang ada menurutnya hanyalah kesalahan dalam membuat kebijakan. Namanya pengusaha menurut Gobel, tentu saja mengambil manfaat dari berbagai hal, termasuk peluang-peluang untuk bisa dapat keuntungan. Dimana keuntungannya, ya dari celah aturan seperti aturan di atas. Melihat aturan tersebut, sama artinya persoalan minyak goreng membutuhkan kerja sama lintas kementerian. Jangan sampai karena salah kebijakan, program mandatori B30 terpaksa harus diturunkan kembali menjadi B20.

https://www.republika.co.id/berita/r9bxtf318/mafia-minyak-goreng-apa-salah-kebijakan-b30

 

Bisnis.com | Sabtu, 26 Maret 2022

Produksi Tembus 64 Juta Barel, Implementasi Biodiesel Bakal Gantikan Avtur?

Produksi biodiesel tembus 64,14 juta barel, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas lewat implementasi biodiesel. Kebijakan program mandatori biodiesel telah menunjukkan perkembangan menjanjikan, sehingga hal ini akan meningkatkan produksi biodiesel di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program mandatori biodiesel a merupakan inisiatif dan pencapaian yang luar biasa. “Bersama dengan negara-negara produsen minyak sawit lainnya, kami ingin menunjukkan mandatori biodiesel sebagai bagian dari event Road to G20 yang diadakan bersamaan dengan meeting G20 Energy Transitions Working Group di Yogyakarta,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam sambutannya secara virtual pada acara 3rd Palm Biodiesel Conference 2022, dikutip Jumat (25/03/2022). Menko Airlangga menegaskan kembali bahwa Indonesia berkomitmen mempercepat transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel. Komitmen menggunakan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel akan mendukung Indonesia mencapai target keamanan energi dan bauran energi sebesar 23 persen di 2025. Dalam 21st United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2015 di Paris, Presiden Joko Widodo juga telah menyatakan determinasi Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen melalui business as usual pada 2030, dan bisa mencapai 41 persen jika mendapatkan bantuan pihak internasional. “Industri minyak sawit siap mendukung visi tersebut, karena penggunaan B30 di 2021 saja diperkirakan sudah menurunkan emisi GRK sebanyak 24,6 juta ton CO2, dan jumlah ini setara dengan 7,8 persen dari target pencapaian energi terbarukan di 2030,” tegas Airlangga. Produksi B30 di 2021 mencapai sekitar 9,4 juta kiloliter atau setara dengan 64,14 juta barel. Konversi dari CPO ke B20 telah meningkatkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun, untuk menjaga cadangan devisa senilai US$2,64 miliar, dari pengurangan impor bahan bakar fosil. “Saya ingin menekankan peran kebijakan biodiesel yang berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, ekonomi hijau, stabilitas harga minyak sawit, dan pendapatan petani kecil, yang nantinya akan berkontribusi dalam pencapaian United Nations 2030 Sustainable Development Goals,” sambungnya. Dikatakan Menko Airlangga, pengembangan biofuel tidak akan berhenti sampai B30 saja, tetapi juga tetap dikejar agar green fuel dapat menggantikan minyak diesel, lalu green gasoline dapat menggantikan gasoline, dan bioavtur dapat menggantikan fossil avtur. Indonesia juga akan semakin memperkuat strategi melalui kerjasama dengan negara-negara produsen minyak sawit lainnya dan menyoroti kemajuan serta kepemimpinan negara produsen utama seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Kolombia. Hal ini akan menguatkan mandat biodiesel sebagai bagian penting dalam industri minyak sawit. “Saya juga ingin mendorong Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC) supaya terus berkolaborasi dengan industri dan asosiasi, dalam penguatan kerja sama dengan negara produsen lainnya maupun negara konsumen, untuk memprioritaskan mandat biodiesel ke ke depannya. Mari kita gencarkan upaya dalam membangun pemahaman yang sama, dan juga penerimaan dari negara-negara konsumen, untuk menggunakan biodiesel berbasis kelapa sawit, karena ini berkelanjutan, bersih, dan terbarukan,” tutup Menko Airlangga. Senada dengan Menko Airlangga, Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Zuraida Kamarudin menegaskan pentingnya industri sawit sebagai bahan baku biodiesel guna mengembangkan industri ramah lingkungan. “Kerjasama riset antara negara-negara produsen sawit, terutama Indonesia, Malaysia, dan Colombia untuk meningkatkan produksi CPO yang berkelanjutan,” ujar Zuraida. Direktur Eksekutif Council of Palm oil Producing Countries (CPOPC) Tan Sri Datuk Yusof Basiron, menyambut baik dukungan pemerintah Indonesia dan Malaysia tersebut. Pasalnya, implementasi CPO untuk biodisel tidak hanya membawa keuntungan ekonomis, tetapi juga mengurangi kemiskinan di negara-negara produsen sawit. “Implementasi ini penting bagi penghidupan petani-petani kecil. Karena melibatkan mereka dalam rantai pasoknya,” pungkas Basiron.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20220326/44/1515022/produksi-tembus-64-juta-barel-implementasi-biodiesel-bakal-gantikan-avtur

Agrofarm.co.id | Jum’at, 25 Maret 2022

Pengembangan Biodiesel Beri Manfaat Nyata, Emisi CO2 Turun 25 Juta Ton

Pengembangan biodiesel di Indonesia memiliki peran strategis dan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek. Implementasi biodiesel di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pionir dalam pemanfaatan biodiesel, dengan implementasi biodiesel 30% (B30) pada tahun 2020. Sementara itu, pada dunia aviasi, uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% juga berhasil dilakukan dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 3rd Palm Biodiesel Conference yang termasuk dalam rangkaian acara Energy Transitions Working Group (ETWG) 1 Presidensi G20 Indonesia. “Pada tahun 2021, nilai ekonomi dari implementasi B30 mencapai lebih dari USD4 miliar dan berhasil menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e,” lanjut Arifin di Yogyakarta, Kamis (24/3/2022). Arifin mengatakan, penerapan mandatori biodiesel yang melibatkan multi-stakeholder bukan tanpa tantangan. “Jadi, sebelum dilaksanakan, penting untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi tiga kriteria utama, yakni layak secara teknis, dapat diandalkan secara ekonomi, dan dapat diterima secara politik serta membutuhkan komitmen dari semua pihak,” ujarnya. Pengembangan biodiesel tidak akan berhenti pada B30 saja, karena Kementerian ESDM berencana untuk meningkatkan tingkat pencampuran lebih tinggi lagi dengan menerapkan bahan bakar hijau. Saat ini kajian komprehensif sedang dilakukan, antara lain menyiapkan kajian tekno ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, serta pengembangan industri pendukung. Pemerintah juga telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% sebagai upaya pengurangan emisi di sektor penerbangan. “Terkait dengan kepedulian The International Civil Aviation Organization (ICAO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengurangi emisi di sektor penerbangan internasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4%. Keberhasilan ini menambah kepercayaan dan semangat kami untuk mendorong komersialisasi bioavtur,” tambah Arifin. Ke depan, Kementerian ESDM akan menerapkan indikator keberlanjutan, yakni indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk tahun 2022, Kementerian ESDM akan memulai implementasi indikator keberlanjutan biodiesel secara sukarela di sisi hilir. “Kami berharap dalam waktu dekat indikator keberlanjutan biodiesel ini dapat diterapkan, baik di sisi hulu maupun hilir,” tandas Arifin. Biodiesel sebagai alternatif bahan bakar fosil yang dapat diandalkan telah menjadi peran strategis karena memiliki pengaruh positif dalam berbagai aspek. Biofuel yang dihasilkan dari sumber terbarukan, memberikan nilai tambah melalui hilirisasi industri pertanian dalam negeri, menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO), meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan bahan bakar fosil, mengurangi bahan bakar impor, menghemat devisa negara dan neraca perdagangan, menyediakan kesempatan kerja, serta untuk menjaga ketahanan energi. “Kami percaya bahwa kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, pasarnya besar dan akan terus tumbuh,” ujarnya. Namun demikian, imbuh Arifin, pembangunan tersebut tidak boleh berbenturan dengan pangan, pakan, dan pupuk, serta menghindari pembukaan lahan secara besar-besaran yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. “Diperlukan cara-cara baru yang inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan bakar yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, meningkatkan daya dukung lingkungan, dan lebih mensejahterakan petani,” kata Arifin. Sebagaimana diketahui, Kebijakan Energi Nasional Indonesia menetapkan ambisi untuk mengubah bauran energi dengan memprioritaskan sumber daya energi baru dan terbarukan. Kebijakan tersebut menargetkan sumber energi baru dan terbarukan berkontribusi sekitar 23% dari total bauran energi primer pada tahun 2025. Pada tahun 2021, pangsa Energi Terbarukan telah mencapai 11,7% dari total bauran energi dan biodiesel berkontribusi sekitar 35%. (DKD).

https://www.agrofarm.co.id/2022/03/45240/

 

Infosawit.com | Sabtu, 26 Maret 2022

Pengembangan Biodiesel Sawit Bakal Adopsi Prinsip Berkelanjutan

Pengembangan biodiesel di Indonesia memiliki peran strategis dan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek. Implementasi biodiesel di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai pionir dalam pemanfaatan biodiesel, dengan implementasi biodiesel 30% (B30) pada tahun 2020. Sementara itu, pada dunia aviasi, uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% juga berhasil dilakukan dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 3rd Palm Biodiesel Conference yang termasuk dalam rangkaian acara Energy Transitions Working Group (ETWG) 1 Presidensi G20 Indonesia. “Pada tahun 2021, nilai ekonomi dari implementasi B30 mencapai lebih dari US$ 4 miliar dan berhasil menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e,” tutur Arifin di Yogyakarta, Kamis (24/3), dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT. lebih lanjut Arifin mengatakan, penerapan mandatori biodiesel yang melibatkan multi-stakeholder bukan tanpa tantangan. “Jadi, sebelum dilaksanakan, penting untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi tiga kriteria utama, yakni layak secara teknis, dapat diandalkan secara ekonomi, dan dapat diterima secara politik serta membutuhkan komitmen dari semua pihak,” ujarnya. Ke depan, Kementerian ESDM akan menerapkan indikator keberlanjutan, yakni indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk tahun 2022, Kementerian ESDM akan memulai implementasi indikator keberlanjutan biodiesel secara sukarela di sisi hilir. “Kami berharap dalam waktu dekat indikator keberlanjutan biodiesel ini dapat diterapkan, baik di sisi hulu maupun hilir,” kata Arifin. Dalam upaya pengembangan biodiesel tidak akan berhenti pada B30 saja, karena Kementerian ESDM berencana untuk meningkatkan tingkat pencampuran lebih tinggi lagi dengan menerapkan bahan bakar hijau. Saat ini kajian komprehensif sedang dilakukan, antara lain menyiapkan kajian tekno ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, serta pengembangan industri pendukung. Pemerintah juga telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4% sebagai upaya pengurangan emisi di sektor penerbangan. “Terkait dengan kepedulian The International Civil Aviation Organization (ICAO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengurangi emisi di sektor penerbangan internasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4%. Keberhasilan ini menambah kepercayaan dan semangat kami untuk mendorong komersialisasi bioavtur,” tandas Arifin.

https://www.infosawit.com/news/12151/pengembangan-biodiesel-sawit-bakal-adopsi-prinsip-berkelanjutan

Kontan.co.id | Minggu, 27 Maret 2022

Pemerintah Pastikan Implementasi B40 Belum akan Berjalan Tahun Ini

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan implementasi Biodiesel 40 (B40) belum akan dilakukan pada tahun ini. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, untuk tahun ini pemerintah bakal tetap melanjutkan kebijakan B30. “B40 secara teknis siap dilaksanakan, tinggal tunggu waktunya saja siap atau tidak kita memproduksikan lebih banyak Crude Palm Oil (CPO),” terang Arifin di Yogyakarta, Kamis (24/3). Arifin melanjutkan, untuk saat ini pun pemerintah memilih untuk menjaga stabilitas terlebih dahulu. Kenaikan harga CPO yang terjadi saat ini juga dipengaruhi tingginya harga minyak lain di pasar dunia. Kenaikan harga komoditas minyak lainnya membuat CPO dipilih menjadi alternatif. Arifin memastikan, pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk menjaga gap harga antara harga CPO dengan harga biodiesel. Menurutnya, nilai ekonomi dari implementasi B30 pada tahun 2021 mencapai lebih dari US$ 4 miliar. Implementasi B30 juga sukses menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e. Arifin memastikan, ke depannya implementasi biodiesel tak akan berhenti di B30. Pemerintah kini masih melakukan kajian komprehensif meliputi kajian tekno-ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, serta pengembangan industri pendukung. “Sampai mungkin kita bisa bikin B100 supaya gak lagi bakar fosil untuk kita punya transportasi,” pungkas Arifin.

https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-pastikan-implementasi-b40-belum-akan-berjalan-tahun-ini

 

Republika.co.id | Minggu, 27 Maret 2022

Kampus Itera Luncurkan Mobil Desa Berbahan Bakar Minyak Sawit Murni

Institut Teknologi Sumatera (Itera) resmi meluncurkan mobil desa berbahan bakar minyak sawit murni yang diberi nama Combustion Engine Palm Oil Vehicle atau CEPOV Itera-1. Peluncuran mobil ini untuk menjawab kebutuhan transportasi desa yang ramah lingkungan. “CEPOV Itera-1 yang dibuat oleh tim dosen dan mahasiswa program studi teknik mesin dengan memanfaatkan minyak nabati sebagai bahan bakar untuk menggantikan bahan bakar fosil,” ujar Rektor Itera Mitra Djamal, Sabtu (26/2/2022). Ia mengatakan CEPOV Itera-1 yang dirakit sejak November 2021 tersebut dirancang sesuai kebutuhan aktivitas masyarakat desa. Mobil ini dirancang untuk pengangkut hasil bumi, sehingga diharapkan kelak dapat membantu para petani. Ia menyebutkan bahwa mobil bak terbuka (pick-up) dengan motor diesel berkapasitas 7.5 hp yang telah dimodifikasi ini, mampu beroperasi dengan kecepatan antara 20-50 km/jam.”Di Sumatra ini basis masyarakat desa petani, jadi mobil ini dibuat agar mobilitas mereka lebih tinggi karena mereka tidak perlu lagi ke luar untuk cari bensin atau solar, karena dengan kelapa sawit yang dihasilkan sebagian bisa untuk bahan bakarnya,” kata dia. Ia mengatakan bahwa ke depan Itera pun akan menyempurnakan kendaraan ini dengan bekerjasama dengan pemerintah daerah ataupun pihak industri guna mengembangkan CEPOV-Itera-1 ini.”Ini baru tahap awal ke depan kita akan coba bekerjasama dengan industri untuk mengembangkannya dan di pasarkan ke desa-desa yang tentunya dengan harga terjangkau,” kata dia. Ketua Tim Pembuat CEPOV Itera-1, Rico Aditia Prahmana menyampaikan mobil ini memiliki keistimewaan dalam pemanfaatan minyak sawit murni sebagai bahan bakar. Berdasarkan hasil uji Laboratorium Konversi Energi ITERA, mobil CEPOV ITERA-1 dapat menempuh jarak sejauh 10 km dalam setiap 1 liter bahan bakar minyak sawit murni yang digunakan. Dalam proses produksinya, minyak sawit murni yang dijadikan bahan bakar tidak harus melalui konversi menjadi biodisel, sehingga dapat menghemat biaya produksi. Pembuatan bahan bakar minyak sawit murni dilakukan melalui proses pengepresan biji sawit dan pemurnian berupa proses degumming untuk menghilangkan getah fosfolipid dan zat lain yang terbawa saat pengepresan. Berdasarkan perlakuan di laboratorium, 1 Liter minyak sawit mentah atau CPO dapat menghasilkan sebanyak 800 ml atau 80 persen minyak sawit murni atau PPO. “Saat ini, CEPOV ITERA-1 yang telah selesai produksi tahap pertama atau full mechanic masih akan terus disempurnakan, hingga dapat benar-benar menjadi mobil desa ramah lingkungan dan sesuai kebutuhan,” kata dia.

https://republika.co.id/berita/r9djyw368/kampus-itera-luncurkan-mobil-desa-berbahan-bakar-minyak-sawit-murni

Bisnis.com | Minggu, 27 Maret 2022

Catat! Truk Angkut Kelapa Sawit hingga Galian C Sudah Dilarang Beli Solar Subsidi di SPBU

Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi menerbitkan larangan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi oleh sejumlah kendaraan tertentu. Setidaknya ada tiga jenis kendaraan yang tidak lagi boleh membeli solar subsidi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Pertama, segala unit kendaraan dinas pemerintah, TNI/Polri, dan BUMN maupun BUMD kecuali untuk ambulans, mobil jenazah, pemadam kebakaran serta truk sampah. Kedua, seluruh kendaraan pengangkut hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Sedangkan yang ketiga adalah kendaraan pengangkut usaha mikro, perikanan, transportasi air dan pelayanan umum yang tidak melampirkan urat rekomendasi. Surat rekomendasi yang maksud diterbitkan instansi ataupun dinas terkait sesuai Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi RI Nomor 17 Tahun 2019. Kalangan di atas juga tidak dibolehkan membeli solar dengan menggunakan jerigen. Aturan baru tersebut sampaikan Edy melalui Surat Edaran Nomor: 541/3268 tentang Pengendalian Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Jenis Minyak Solar Bersubsidi di Provinsi Sumatera Utara. Menurut Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di Sumatra Utara merupakan bagian dari upaya pengendalian dan pengawasan pendistribusian. “Contohnya seperti truk pengangkut hasil perkebunan sawit, hasil pertambangan atau galian c, hasil kayu-kayu hutan, saat ini juga tidak boleh lagi mengonsumsi solar bersubsidi,” kata Naslindo kepada Bisnis, Minggu (27/3/2022). Naslindo mengatakan, aturan dibuat untuk memastikan bahwa pasokan BBM bersubsidi jenis solar dinikmati oleh kalangan yang berhak. “Pengendalian ini berfungsi agar BBM solar bersubsidi peruntukannya tepat sasaran. Yakni usaha mikro, nelayan dan usaha pertanian yang diusahakan oleh petani,” kata Naslindo. Sejak peraturan ini berlaku, Edy mengimbau PT Pertamina Patra Niaga dan Hiswanan Migas agar mencukupi stok BBM nonsubsidi pada seluruh SPBU guna menghindari antrean. Melalui surat edaran itu, Edy juga mengajak seluruh pemangku kebijakan dan produsen BBM agar melakukan sosialisasi, pembinaan, pengawasan dan penerbitan bersama kepolisian setempat. “Badan usaha atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai dengan 8 dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan,” isi petikan surat edaran tersebut. Terpisah, Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading selaku anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan menindaklanjuti aturan baru yang ditetapkan pemerintah. “Kami akan mengikuti ketentuan yang diberikan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sesuai arahan gubernur kami akan siapkan BBM nonsubsidi,” kata Irto kepada Bisnis. Realisasi pertumbuhan ekonomi nasional saat ini di atas lima persen. Sehingga, menurut Irto, pasti berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan energi, termasuk solar subsidi. Irto mengatakan, stok BBM jenis solar bersubsidi secara nasional berada di level 20 hari. Proses penyaluran stok tiap harinya ke SPBU dimonitor secara real time. Namun, katanya, penyaluran solar subsidi telah melebihi kuota sekitar 10 persen per Februari 2022 secara nasional. Akan tetapi, Irto menjelaskan bahwa Pertamina Patra Niaga akan memastikan stok BBM solar bersubsidi dan menjamin proses distribusi dengan maksimal. Pihaknya akan fokus melayani solar subsidi pada jalur-jalur logistik serta untuk kalangan berhak lainnya. Oleh karena itu, Irto mengimbau masyarakat agar tidak khawatir apalagi melakukan panic buying. “Untuk pelaku industri dan masyarakat mampu kami imbau agar menggunakan BBM diesel non subsidi seperti Dexlite dan Pertamina Dex, dan solar subsidi bisa digunakan oleh saudara kita yang lebih berhak dan membutuhkan,” kata Irto.

https://sumatra.bisnis.com/read/20220327/534/1515543/catat-truk-angkut-kelapa-sawit-hingga-galian-c-sudah-dilarang-beli-solar-subsidi-di-spbu

The Jakarta Post | Sabtu, 26 Maret 2022

B30 biodiesel policy to stay despite cooking oil shortage

The Jakarta Post/Jakarta The government will uphold the mandatory mix of 30 percent Palm Oil in biodiesel (B30) despite calls from Palm Oil smallholders to scale back the policy. Coordinating Economic Minister Airlangga Hartarto said on Tuesday that lowering the mandatory blending requirement from 30 to 20 percent (B20) -as requested by the smallholders – would mean increasing oil imports, which would strain the state budget through greater subsidy spending. “Today, importing oil is not wise because today that commodity is at its highest price,” Airlangga told The Jakarta Post during an exclusive interview. Crude oil prices shot to a near 14-year high of US$140 per barrel in early March as rising energy demand amid a global economic recovery was escalated by fears surrounding the Russia-Ukraine war. The Palm Oil Smallholders Union (SPKS) and Indonesian Farmers Union (SPI) had called on the government to reduce the B30 policy as an alternative to raising Palm Oil export levies to ensure sufficient domestic cooking oil supplies. The unions reasoned that reducing the B30 policy would mean lowering spending on biodiesel subsidies, which is sourced from the Crude Palm Oil Support Fund (BPDKS), a fund that is also being used to subsidize cooking oil and help for Palm Oil farmers. “If we lower it to B20, then we will achieve a surplus in the Palm Oil fund. Other than that more supply will become available, that surplus can be used to address the cooking oil shortage,” said SPKS secretary-general Mansuetus Darto on Monday. The SPKS said the hike in export levies would erode the price for fresh fruit bunches (TBS), a benchmark for companies in purchasing palm oil fruit from fanners. Mansuetus estimated the TBS prices would go down by between Rp 600 (4 US cents) and Rp 700 per kilogram. In Riau Islands for example, the TBS price went down by 12 percent to Rp 3,723.81 per kg this week. Palm Oil farmers expect the decline to continue should the policy remain in place. The government raised the Palm Oil export levy earlier this week to deter companies from exporting the product amid a domestic shortage of palm oil-based cooking oil. The higher levy will add to higher shipping and container costs and deter exports. Under the new regulation, which took effect on March 17, the maximum levy was raised to S375 per ton from $175 per ton. Palm oil producers, including the smallholders, prefer to export the commodity as global crude Palm Oil (CPO) prices have rallied 25 percent this year to 6,471 Malaysian ringgit ($1,532) per ton as of Tuesday, according to Business

Insider data.

Indonesian biodiesel Producers Association (APROBI) chairman Tumanggor lauded the government\’s stance. He said that CPO supplies were sufficient to meet domestic biodiesel and cooking oil demand. From a total of 43 million tons of CPO produced annually, biodiesel only consumed around 10million tons, followed by 8 million tons for food and other products and the rest was exported. “There will never be a shortage of raw materials for cooking oil and biodiesel,*1 Tumanggor told the Post on Wednesday. He reiterated that rolling back the B30 mandate would increase 011imports and disrupt the country\’s energy transition and emission-reduction plans to reach B100 at some point. Following Airlangga statement. Tumanggor gave an assurance that stakeholders would continue working to escalate the biodiesel policy to B40.

Kompas | Sabtu, 26 Maret 2022

Tata Kelola Biosolar Perlu Pembenahan Segera

Tata kelola biosolar, bahan bakar minyak bersubsidi jenis solar yang bercampur biodiesel, perlu pembenahan. Dalam beberapa hari terakhir, kendaraan angkutan barang di sejumlah daerah kesulitan mendapatkan biosolar kendati pemerintah menyebut stok aman. Kebutuhan biodiesel yang berbahan baku minyak kelapa sawit mentah atau CPO sebagai bahan campuran biosolar itu terus meningkat. Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Ce-lios) Bh) ma Yudhistira, Jumat (25/3/2022), pasokan CPO untuk biosolar cukup besar dan konsisten naik. Biosolar bahkan kerap dianggap sebagai biang keladi kekurangan pasokan bahan baku untuk minyak goreng. Pada Januari 2021, konsumsi CPO untuk biodisel mencapai 448.000 ton. Volumenya meningkat menjadi 732.000 ton pada Januari 2022. Fenomena kendaraan angkutan barang yang kesulitan mendapatkan biosolar di sejumlah daerah, imbuh Bhima, menunjukkan ada dua permasalahan. Pertama, produsen CPO cenderung mengekspor CPO karena tingginya disparitas harga CPO dalam negeri dan ekspor. Kedua, diduga Pertamina mengalami tekanan arus kas sehingga alokasi dana untuk menutup selisih harga keekonomian biosolar dengan harga ritel terbatas. “Kemungkinan lainnya (terkait penyebab kedua), dana kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina kurang. Jadi, pasokan biosolar sengaja ditahan,” ujar Bhima. Oleh karena itu, Bhima berpendapat sebaiknya pemerintah mengevaluasi tata kelola biosolar untuk menyikapi sulitnya angkutan barang di sejumlah daerah mendapatkan biosolar. Pemerintah harus mencari tahu apakah letak permasalahannya pada alokasi bahan baku biodiesel atau distribusi biosolar yang dilakukan Pertamina bermasalah. Kendati terjadi kesulitan mendapatkan biosolar di beberapa wilayah, pemerintah bersikukuh tidak ada masalah dengan ketersediaan biodiesel. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kus-diana, pengadaan biodiesel untuk 2022 sudah diproses sejak November-Desember 2021. Menurut dia, pengawasan Kementerian ESDM sejauh ini belum menemukan masalah ketersediaan stok biodiesel. “Di lapangan tidak ada masalah sampai sekarang. Stok aman,” kata Dadan di sela-sela acara “Kelompok Kerja Transisi Energi G20”, Jumat, di Yogyakarta Terkait subsidi harga biodiesel untuk campuran biosolar, menurut Dadan, besaran per liternya fluktuatif mengikuti perubahan harga CPO. Per 1 Maret 2022, Kementerian ESDM telah mematok harga indeks pasar (HIP) untuk produk bahan bakar nabati jenis biodisel sebesar Rp 14.436 per liter ditambah ongkos angkut.

Rawan penyelewengan

Dihubungi terpisah, anggota komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gai Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman, mengatakan, berdasarkan pemantauan di sejumlah terminal bahan bakar minyak (BBM), stok biosolar masih aman. Sebagai gambaran, di semua daerah pemasaran operasi PT Pertamina (Persero), rata-rata stok biosolar mencapai 8,5 hari. “Kami tidak menyebut terjadi kelangkaan (biosolar). Sebab, jika bicara mengenai kelangkaan, harus membicarakan keseluruhan sistem rantai pasok penyaluran biosolar di suatu daerah, mulai dari terminal BBM hingga stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Situasi sekarang, stok di sistem itu di seluruh daerah aman,” ujar Saleh. Menurut Saleh, antrean pengisian biosolar di beberapa daerah disebabkan geliat perekonomian setelah adanya pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat. Ia juga mengakui pada tahun ini terjadi penurunan kuota biosolar dibandingkan tahun 2021. Pada 2021, kuota biosolar mencapai 15,8 juta kiloliter dan turun menjadi 15,1 juta kiloliter pada 2022. Saat ini juga terjadi kesenjangan harga yang cukup lebar antara biosolar dan solar nonsubsidi. Biosolar dijual Rp 5.150 per liter, sementara solar nonsubsidi di atas Rp 10.000 per liter. “Situasi ini rentan penyalahgunaan biosolar. BPH Migas bekerja sama dengan aparat kepolisian dan pemerintah daerah meningkatkan pengawasan jual-beli biosolar untuk mencegah penyalahgunaan.” kata Saleh.

Bisnis.com | Jum’at, 25 Maret 2022

Nilai Pasar B30 Bisa Capai Rp57 Triliun

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan nilai pasar dari penerapan program mandatori pencampuran biodiesel 30 persen atau B30 pada 2021 mencapai lebih dari US$ 4 miliar atau lebih dari Rp 57 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$). Arifin menyebutkan hal tersebut menandakan keberhasilan Indonesia dalam menerapkan pemanfaatan biodiesel, khususnya B30 sejak 2020 lalu. “Penerapan biodiesel telah berhasil dan membuat Indonesia menjadi pencetus dalam pemanfaatan biodiesel, dengan diberlakukannya program B30 sejak 2020. Nilai pasar dari penerapan B30 di 2021 telah mencapai lebih dari US$ 4 miliar dan berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 25 juta CO2e,” jelasnya saat memberikan sambutan dalam acara “3rd Palm Biodiesel Conference,” Kamis (24/03/2022). Dia mengatakan, program biodiesel B30 ini tak terlepas dari cadangan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) yang ada di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan pemanfaatan CPO di dalam negeri melalui peningkatan secara bertahap persentase pencampuran biodiesel pada solar. Seperti diketahui, Indonesia kali pertama menerapkan program biodiesel pada 2006 dengan mencampurkan biodiesel sebesar 2,5 persen pada solar (diesel fuel).

https://ekonomi.bisnis.com/read/20220325/44/1514730/nilai-pasar-b30-bisa-capai-rp57-triliun