Ada D100, Program Biodiesel Hanya Cukup Sampai B40?
CNBCIndonesia.com | Selasa, 12 Juli 2022
Ada D100, Program Biodiesel Hanya Cukup Sampai B40?
Pemerintah terus menggenjot pengembangan green diesel atau D100 sebagai bahan campuran untuk program bahan bakar nabati biodiesel. Pasalnya, D100 tersebut mempunyai sifat yang sama seperti minyak solar. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo menjelaskan bahwa pengembangan D100 nantinya diharapkan dapat mendukung penerapan program mandatori biodiesel 40%. Apalagi perusahaan migas pelat merah yakni Pertamina juga telah berhasil melakukan uji coba produksi Green Diesel (D100). “Kita perlu klarifikasi istilahnya biar masyarakat juga paham. Kalau biodiesel 100% mungkin maksimal di B40. Setelah itu harus ada campuran dengan D100 biar kualitasnya lebih bagus, mendapatkan bahan bakar yang lebih cocok dengan mesin sesuai minyak solar,” kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (11/7/2022). Lebih lanjut, Edi mengatakan penggunaan B100 sebenarnya bisa saja dilakukan. Namun demikian, penerapan B100 hanya dapat diimplementasikan untuk jenis kendaraan atau mobil dengan putaran rendah. “Kalau kita gunakan D100 sangat mungkin jadi kita gunakan karena speknya sama dengan solar kalau gunakan D100 itu bisa,” katanya. Sebelumnya, Pertamina memiliki target produksi green diesel (D100) hingga mencapai 100 ribu barel per hari (bph). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan beberapa kilang perseroan yang ada saat ini untuk merealisasikan target tersebut. Namun memang, diperlukan investasi tambahan agar bisa mencapai target tersebut. Beberapa kilang yang akan dimodifikasi beberapa unitnya untuk mengolah green diesel ini antara lain Kilang Plaju (Sumatera Selatan), Kilang Cilacap (Jawa Tengah), Kilang Dumai (Riau), dan juga Kilang Balikpapan (Kalimantan Timur).
Voi.id | Selasa, 12 Juli 2022
Penerapan Biodiesel B35 Diharapkan Mampu Dongkrak Harga TBS Sawit
Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI), Tungkot Sipayung mengapresiasi langkah pemerintah mengimplementasikan program biodiesel 35 persen (B35). Diketahui, pemerintah berencana mengimplementasikan pencampuran biodiesel 35 persen pada akhir Juli 2022. Dia menilai, program Biodiesel B35 diharapkan mampu menaikkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang belakangan anjlok. “Pemerintah merencanakan serap surplus itu dengan menggelonotorkan kebijakan Biodiesel B35. Ini adalah solusi yang keren dan kreatif,” ujar Tungkot dalam Market Review, Selasa 12 Juli. Tungkot menambahkan, saat ini industri sawit Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Di tingkat petani, harga TBS turun drastis dan berbeda dengan petani Malaysia yang menikmati harga tinggi. Menurutnya, pemerintah harus mempercepat penerapan program ini sehingga bisa menyerap stok crude palm oil (CPO) dalam negeri yang diperkirakan sudah mencapai 8 juta ton saat ini. “Kalau bisa lebih cepat lebih baik karena tangki timbun kita tidak bisa terlalu lama menampung CPO nanti rusak. Dan yang paling pening juga sawit petani harus segera kita angkat. Mereka sudah menderita belakangan ini karena anjloknya harga TBS,” lanjut Tungkot. Terkait kesiapan produsen CPO, Tungkot mengungkapkan, kapasitas industri biodiesel dalam negeri sudah cukup besar yakni 17 juta kilo liter. Sementara yang dibutuhkan untuk membua Biodiesel B35 hanya sebesar 12-13 juta KL, sehingga Indonesia masih mempunyai ruang untuk meningkatkan produksi B30. “Bahkan kalau pemerintah atau produsen biodieselmau memanfaatkan peluang ekspor biodiesel ke dunia internasional yang saat ini menark, masih sangat memungkinkan,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengimplementasikan penggunaan biodiesel campuran minyak sawit 30 persen (B30) menjadi campuran minyak sawit 35 persen (B35) pada akhir bulan Juli 2022. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengungkapkan, pihaknya tengah mematangkan spesifikasi untuk uji coba B35 dan B40. “Kalau dari bahan baku semua sudah sangat cukup. Industri biodiesel sendiri sudah mencapai 17.14 juta kiloliter (KL). Sudah sangat cukup dan mudah-mudahan bisa berjalan,” ujar Edi dalam Energy Corner, Senin 11 Juli. Dari sisi regulasi, Edi bilang, tidak ada perubahan yang signifikan karena biosolar masih akan menggunakan regulasi yang sudah ada. Namun, pihaknya juga tengah menggodok aturan di tingkat keputusan menteri yang akan mengatur mengenai persentasi canpuran biodiesel secara fleksibel.
https://voi.id/ekonomi/189395/
Sawitindonesia.com | Selasa, 12 Juli 2022
Mandatori B35 Diluncurkan, Harga Sawit Petani Bakalan Naik
Pemerintah sedang menyelesaikan persiapan kebijakan mandatori biodiesel yang akan ditingkatkan menjadi B35 dari sebelumnya B30. Program ini diharapkan dapat menyeimbangkan penawaran dan permintaan sawit di dalam negeri yang mengalami guncangan dalam dua bulan terakhir. Usulan meningkatkan mandatori biodiesel ini telah diungkapkan Menko Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Panjaitan dalam Rapat Evaluasi Kebijakan Pengendalian Minyak Goreng pada awal Juli 2022. Menko Luhut mengatakan salah satu langkah untuk meningkatkan harga Crude Palm Oil (CPO) pada semester II adalah dengan menaikkan B30 menjadi B35/B40 dan diterapkan secara fleksibel tergantung pasokan dan harga CPO. Langkah selanjutnya meminta Kementerian ESDM, BPDP-KS, dan Pertamina untuk dapat segera mengkaji terkait rencana tersebut agar harga dapat terkendali. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa mandatori B35 diperkirakan mulai siap dijalankan akhir Juli ini. Tahapan uji jalan ditargetkan mulai dapat dilakukan. Walaupun demikian, hingga sisa tahun ini implementasi akan dilakukan bertahap dengan memulai program B35 terlebih dahulu. “Memang harga sawit turun. Jadi dalam konteks itu kalau secara dinaikkan demandnya harganya naik. Tujuannya memang menolong harga TBS yang turun. Jadi, ini kebijakan nasional bukan hanya Kementerian ESDM,” pungkas Dadan.
https://sawitindonesia.com/