Bisa Nggak Sih RI Lepas dari Kecanduan Impor BBM Hingga LPG?
CNBCIndonesia.com | Senin, 8 Maret 2021
Bisa Nggak Sih RI Lepas dari Kecanduan Impor BBM Hingga LPG?
Pemenuhan kebutuhan energi Indonesia masih banyak dipenuhi melalui impor. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan Indonesia masih ketergantungan impor pada tiga komoditas energi fosil. Di antaranya liquefied petroleum gas (LPG), minyak mentah, dan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin. Bahkan dia menyebut importasi lebih dari 50% dari kebutuhan. Djoko menyebut pemerintah terus berupaya mencapai ketahanan dan kemandirian energi. Hal itu ditandai dengan upaya menekan impor pada tiga komoditas tersebut, bahkan ditargetkan sampai tidak impor sama sekali. “Komoditi impor LPG, BBM Bensin, dan minyak mentah angkanya yang semakin turun, ada target sampai nol. Kalau nggak impor lagi, ketahanan dan kemandirian energi Indonesia semakin baik,” ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia dalam program Squawk Box, Senin, (08/03/2021). Lalu bagaimana cara menekan impor tiga komoditas tersebut? Djoko menjelaskan untuk menekan impor minyak mentah sudah ada program produksi 1 juta barel per hari (bph) oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Pertamina. “Kita sudah mulai kurangi impor BBM jenis bensin dan solar. Alhamdulillah solar sukses kurangi impor dengan Biodiesel 30% (B30) dan untuk bensin kita ada program Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG),” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga punya program kendaraan listrik. Saat ini, menurut Djoko, sudah ada sembilan produsen di dalam negeri yang menjual motor listrik. Menurutnya 60% konsumen bensin adalah motor. “Kendaraan listrik sebagian sudah dijual di Indonesia produksi Hyundai, Nissan, bahkan Grab dan taksi, kendaran dinas Kemenhub juga (pakai kendaraan listrik),” paparnya. Kemudian untuk menekan impor LPG dilakukan dengan membangun jaringan gas (jargas) kota. Meski investasinya mahal, namun program ini terus didorong demi menekan impor LPG. Selain itu, imbuhnya, pemanfaatan kompor listrik juga terus didorong. PLN punya target 1 juta kompor listrik. Namun sayangnya penggunaan kompor listrik baru bisa digunakan oleh pemilik daya 1.300 watt ke atas. Daya kompor listrik masih cukup tinggi yakni 1.000 watt hingga 2000 watt. Diharapkan ke depan akan ada kompor listrik dengan daya yang lebih rendah yakni di bawah 1.000 watt. “Sehingga pelanggan 450-900 nggak bisa gunakan penambahan daya. Kita harap bisa dibantu PLN dan pemerintah,” ungkapnya. Tidak hanya kompor listrik demi menekan impor LPG pemerintah juga mendorong hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk substitusi LPG.
Wartaekonomi.co.id | Senin, 8 Maret 2021
Menperin Kawal 81 Proyek Manufaktur Senilai Rp921 Triliun
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pihaknya akan mengawal realisasi 81 proyek manufaktur dengan total nilai investasi sebesar Rp921,84 triliun untuk pengembangan proyek hilirisasi dalam kurun waktu tahun 2023-2030. Dari total investasi tersebut bakal menyerap tenaga kerja sebanyak 125.286 orang. “Dari investasi ini, tentunya akan menciptakan lapangan kerja yang banyak. Hal ini yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Selain itu juga akan mengurangi tingkat pengangguran baik itu karena pandemi atau angkatan kerja baru,” kata Agus pada akhir pekan lalu. Agus menegaskan pemerintah tetap fokus untuk terus meningkatkan investasi di tanah air. Sebab, upaya strategis tersebut dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional akibat dari dampak pandemi Covid-19. “Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, bahwa kunci pertumbuhan ekonomi kita adalah di investasi. Maka itu, Kemenperin aktif berkontribusi dalam menarik investasi baru, khususnya sektor industri,” terangnya. Sementara itu di sektor hilirisasi petrokimia, Kementrian Perindustrian terus mendorong realisasi investasi pengembangan industri petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, yang akan menghasilkan produk olefin dan aromatik. Berikutnya, Kementrian Perindustrian memacu hilirisasi nikel dalam rangka meningkatkan nilai tambah bahan baku nikel dan kobalt yang tersedia di Indonesia. Bahan baku ini dapat digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. “Saat ini, secara total kita punya 30 smelter yang beroperasi, kemudian yang sedang konstruksi 20 smelter, dan dalam tahap feasibility study sebanyak 9 smelter,”jelasnya.
Smelter ini berperan untuk menguatkan struktur industri dalam negeri agar lebih berdaya saing di kancah global. “Implikasi dari kebijakan hilirisasi ini, industri logam dasar pada tahun 2020 tumbuh 5,87%, ekspornya pun tumbuh 30%, bahkan mampu menyumbang devisa negara hingga USD22 miliar,” ungkapnya. Saat ini,Indonesia memiliki 30% dari cadangan bijih nikel dunia, sehingga menjadi jaminan bahan baku untuk investasi di sektor baterai kendaraan listrik, yang pada akhirnya akan menarik investasi di sektor kendaraan listrik. Agus mengungkapkan beberapa perusahaan yang akan memproduksi bahan baku baterai listrik nikel-kobalt, di antaranya adalah PT QMB (Sulawesi Tengah), PT. Halmahera Persada Lygend (Pulau Obi), PT Weda Bay Nickel (Maluku Utara), dan PT Smelter Nikel Indonesia (Banten). Sedangkan, untuk hilirisasi minyak sawit, pemerintah telah mendorong program B30 (mencampur 70% BBM diesel dengan 30% FAME/Biodiesel). “Upaya simultan pemerintah ini untuk mengurangi impor BBM diesel sekaligus mengendalikan emisi pencemaran udara,” pungkasnya.
Neraca.co.id | Senin, 8 Maret 2021
Pertamina Jalankan Proyek Strategis Nasional Green Refinery
Pengembangan Green Refinery dengan produk-produk energi hijau, seperti Green Diesel dan Green Avtur di Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap masih berlangsung. Proyek ini ditargetkan beroperasi pada akhir Desember 2021. Diketahui, energi hijau yang dihasilkan RU IV Cilacap berbahan dasar minyak kelapa sawit. Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional, Ifki Sukarya menerangkan, uji coba Green Diesel (D 100) sukses dilakukan pada Januari 2021 dengan komposisi Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) sebesar 100%. “RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau,” jelas Ifki. Sedangkan Green Avtur menggunakan Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), yakni minyak inti kelapa sawit. “Uji coba Green Avtur sudah berhasil dilakukan, bahkan sudah diuji di laboratorium GMF (Garuda Maintenance Facility),” tambah Ifki. Ifki pun menjelaskan, Green Diesel dan Green Avtur diproduksi di Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) dengan kapasitas produksi yang akan terus ditingkatkan. “Kapasitas produksi Green Avtur sebesar 8 ribu barel per hari dan Green Diesel sebesar 3 ribu barel per hari. Kapasitasnya akan terus ditingkatkan dengan melihat kebutuhan pasar, mulai 2023 nanti,” kata Ifki. Produksi Green Diesel dan Green Avtur di Kilang Pertamina Cilacap dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, dilakukan pengolahan RBDPO sebesar 3000 barel per hari untuk menghasilkan Green Diesel D100 yang direncanakan onstream pada akhir Desember 2021. Selanjutnya di tahap kedua, akan dilakukan pengolahan CPO sebesar 6000 barel per hari untuk menghasilkan Green Diesel D100 atau Green Avtur yang direncanakan onstream pada akhir Desember 2022.
Green Energy
Diketahui, pengembangan Green Energy ini dilakukan sebagai implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan memaksimalkan potensi sumber daya energi baru terbarukan, dalam hal ini minyak kelapa sawit yang melimpah. “Ini adalah wujud nyata komitmen Pertamina untuk memenuhi kebutuhan alternatif feed stock sumber bahan baku. Memanfaatkan potensi energi dalam negeri, mengurangi impor crude, penggunaan energi ramah lingkungan karena sifatnya yang baru terbarukan,” terang Ifki. Terkait dengan Green Energy, terus memastikan pengembangan program Green Energy berjalan sesuai visi pemerintah untuk menciptakan ketahanan dan kemandirian energi nasional sekaligus menjawab tantangan transisi energi ke depan. Berbagai inovasi dengan memanfaatkan teknologi terkini dilakukan Pertamina dalam pemanfaatan potensi energi baru terbarukan (EBT) yang berlimpah di Indonesia. Pada Juli 2020, Pertamina sukses melakukan uji coba produksi Green Diesel (D100) di Kilang Dumai sebesar 1.000 barel. Sebelumnya di Maret 2020, juga telah dilakukan ujicoba co-processing Green Gasoline di Kilang Cilacap. Uji coba juga akan berlanjut untuk co-processing Green Avtur yang ditargetkan pada akhir 2020. Sehingga dalam mengantisipasi trend energi masa depan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sendiri mendukung sepenuhnya langkah Pertamina untuk melakukan transformasi ke Green Energy. Transformasi energi sudah diimplementasikan Pertamina melalui program B30, serta percepatan program gasifikasi batu bara menjadi metanol dan dimethyl ether (DME) yang bisa mengurangi impor LPG yang sudah mencapai enam juta metrik. Selain itu, Erick Thohir dan Kementerian BUMN terus mendorong transformasi BUMN bidang energi, termasuk mendorong terwujudnya kerja sama Pertamina dengan beberapa BUMN dalam pengembangan bisnis baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang dipercaya sebagai sumber energi di masa depan. Seperti diketahui, berhasil melakukan lompatan besar dengan sukses melakukan uji coba produksi Green Diesel D100 sebesar 1.000 barel per hari di Kilang Dumai, Riau, pada Juli lalu. Produksi D100 menggunakan bahan baku 100% minyak sawit tersebut menjadi kado Pertamina menjelang HUT Ke-75 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2020. Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) pun menyampaikan dalam pidato kenegaraan pada Jumat 15 Agustus 2020, bahwa upaya besar telah dan sedang dilakukan dalam membangun kemandirian energi. “Tahun 2019, kita sudah berhasil memproduksi B20, dan tahun ini (2020) sudah mulai B30, sehingga bisa menekan impor minyak,” ujar Presiden Jokowi. Presiden Jokowi, mengapresiasi Pertamina yang telah bekerja sama dengan para peneliti ITB untuk memproduksi katalis merah putih sebagai komponen utama dalam pembuatan D100 yang akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani per harinya. “Hilirisasi bahan mentah yang lain juga terus dilakukan secara besar-besaran. Batubara diolah menjadi metanol dan gas dan beberapa kilang dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi,” pungkas Presiden Jokowi.
Kaltim.prokal.co | Senin, 8 Maret 2021
Pembangunan Kilang Terancam Sia-Sia, Ini Masalahnya…
Gencarnya isu pengembangan kendaraan listrik berpotensi mengganggu proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang. Ekonom Senior Faisal Basri menilai megaproyek ini bisa menjadi langkah yang sia-sia. Sebab pada saat kilang rampung, konsumsi masyarakat untuk produk bahan bakar minyak (BBM) menurun karena mulai memasuki era mobil listrik dan tren energi bersih ke depannya. “Jadi ada hikmahnya juga, oleh karena itu Pak Presiden jangan marah-marah lagi kepada menteri dan Pertamina kenapa bangun kilangnya enggak jadi-jadi. Alhamdulillah tidak jadi. Kalau jadi, kita bisa repot, kapasitasnya naik dua kali lipat tapi konsumsinya turun,” kata Faisal dalam webinar Penghapusan Premium Pertalite Dewan Energi Mahasiswa UGM 2021, Sabtu (6/3). Dia menambahkan, masih terdapat program pemerintah yang akan berjalan sia-sia karena pada saat yang sama pemerintah terus mendorong program biodiesel mulai dari B30, B40, hingga B100. Program ini dinilai tidak berdampak signifikan terhadap beban APBN. Ambisi pemerintah untuk menjadi pemain baterai listrik terbesar di dunia dengan biaya investasi yang sangat besar dan juga proyek gasifikasi batu bara sebagai substitusi LPG juga akan memberatkan bagi rakyat. Dia mengaku sudah mengingatkan sejumlah pihaknya untuk mengurungkan rencana proyek-proyek tersebut karena berpotensi merugikan rakyat. “Sehingga, bakal terjadi kekacauan jika semua hendak diwujudkan dan meninggalkan ongkos ekonomi yang mahal,” ungkapnya. Diketahui, di Kaltim ada satu proyek pengembangan kilang minyak yakni RDMP RU V Balikpapan & Lawe-Lawe. Ini merupakan proyek terbesar Pertamina dengan nilai mencapai USD 6,5 miliar. Proyek yang ditargetkan selesai pada 2023 itu diharapkan bisa meningkatkan kapasitas kilang, memperbaiki kualitas produk dan menurunkan harga pokok produksi BBM. Hingga bulan kedua tahun ini, PT Pertamina mencatat pembangunan kilang Balikpapan telah mencapai 27,99 persen. Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Ifki Sukarya mengatakan, pihaknya memastikan investasi di proyek strategis yang dijalankan pada seluruh lini bisnis tetap berjalan. Kendati kondisi triple shock akibat pandemi Covid-19 sempat menekan kinerja, Pertamina menyebut tetap akan menjalankan proyek strategis yang akan menjaga dan meningkatkan produksi migas serta produk energi nasional pada beberapa tahun ke depan. “RDMP Kilang Balikpapan yang saat ini telah mengalami kemajuan pembangunan fisik sebesar 27,99 persen,” katanya. Ifki menuturkan, bahwa RDMP Kilang Balikpapan akan meningkatkan kapasitas produksi Kilang RU V Balikpapan dari 260 kpbd menjadi 360 kpbd dan menghasilkan produk-produk berkualitas yang memenuhi standar Euro V.