CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Juli 2020

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Juli 2020

Ditentang Uni Eropa, Aprobi: Minyak Sawit itu Harta Karun RI

Industri minyak sawit dalam negeri terus menerus mendapatkan halangan dari sejumlah lembaga di Uni Eropa. Hal tersebut termasuk dilakukan oleh sejumlah NGO asing yang ditengarai memiliki motif yang tak murni, alias memiliki kepentingan. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia M.P Tumanggor mengatakan pada dasarnya minyak sawit (crude palm oil/CPO) merupakan harta karun bagi Indonesia. CPO bisa menjadi andalan ekspor, karena ketergantungan negara lain terhadap komoditas ini. “Tak perlu takut NGO-NGO asing negatif itu. Pesaing kita, maka jelek-jelekan karena Indonesia memiliki harta karun,” ujar Tumannggor dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?”, Kamis (30/7/2020). Regulasi yang dimaksud cenderung mendiskreditkan CPO RI di antaranya Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act). RED II adalah kebijakan Uni Eropa terkait produksi dan promosi energi terbarukan yang akan berlaku pada 2020-2030. Kebijakan ini menetapkan Uni Eropa wajib memenuhi 32% dari total kebutuhan energinya melalui sumber yang terbarukan pada 2030.

Untuk mendukungnya, Uni Eropa akan menerbitkan delegated act, yang isinya menetapkan kriteria tanaman pangan yang berisiko tinggi dan berisiko rendah terhadap perubahan fungsi lahan dan deforestasi. Kriteria ini dikenal sebagai konsep ILUC (indirect land use change/perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung). Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. Sayangnya, kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC. Di sinilah letak diskriminasi tersebut. Indonesia sendiri telah memproduksi lebih dari 50 juta ton CPO per tahun. Sebanyak 70% dari produksi tersebut mengandalkan ekspor, termasuk ke Uni Eropa. Sementara 30% menjadi konsumsi dalam negeri. Selain itu, 17 juta orang Indonesia menggantungkan hidup di industri sawit. Indonesia juga menyatakan akan melawan semua keputusan yang mendiskreditkan CPO Indonesia.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200730153113-4-176574/ditentang-uni-eropa-aprobi-minyak-sawit-itu-harta-karun-ri

CNNIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Konsumsi Biodiesel Turun 8 Persen karena Corona

Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mencatat konsumsi biodiesel turun 8 persen hingga semester I 2020. Konsumsi turun karena sebagian besar kegiatan berhenti akibat pandemi virus corona. “Konsumsi Januari sampai Juni 2020 kemarin, sepertinya kegiatan berhenti, (konsumsi biodiesel) turun 8 persen,” ujar Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia, Kamis (30/7). Kendati begitu, Tumanggor menyatakan penurunan konsumsi biodiesel masih terbilang wajar karena masih satu digit. Ia melihat penurunan konsumsi masih akan terjadi hingga semester II 2020, tapi angkanya akan lebih rendah dari semester I 2020. “(Semester II 2020) mungkin turun hanya 7 persen. Ini karena logistik jalan,” imbuh Tumanggor. Selain itu, pemerintah tetap menjalankan program mandatori B20 dan B30. Dengan demikian, produksi biodiesel otomatis akan terserap. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan menyatakan rencana implementasi program B40 tetap akan berjalan sesuai jadwal. Pemerintah akan menerapkan program tersebut pada Juli 2021. “Satu tahun ke depan baik oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan bekerja sama untuk melakukan uji coba,” terang Airlangga. Ia bilang B40 nantinya merupakan campuran B30 dengan 10 persen fatty acid methyl ester (FAME) atau D10. Pemerintah akan melakukan uji coba ke kendaraan bermotor. “Banyak pihak yang menanyakan kelanjutan proyek strategis nasional biodiesel yang sudah berjalan dua tahun. Ini pelaksanaannya dikebut,” jelas Airlangga. Airlangga menambahkan pencampuran FAME dari minyak sawit ke dalam solar menjadi biodiesel telah menghemat devisa dari impor migas sebesar US$4,8 miliar. Menurutnya, penyerapan minyak kelapa sawit untuk B30 saat ini sekitar 9,6 juta kiloliter (KL).

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200730205129-85-530867/konsumsi-biodiesel-turun-8-persen-karena-corona

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Dampak Covid-19, Konsumsi Biodiesel Anjlok 8% di Semester I

Pandemi virus Corona membuat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) turun, termasuk Biodiesel. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyebut sepanjang Semester I tahun 2020 konsumsi Biodiesel turun sebesar 8%. Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia mengatakan penurunan ini tidak terlalu mengkhawatiran, karena ternyata penggunaan biodiesel untuk logistik masih berjalan. “Jadi kalau lihat perkembangan konsumsi biodiesel Januari – Juni kegiatan sepertinya terhenti, tanda petik ternyata hanya 8% turun, berarti logistik terus jalan. Memang ada penurunan tapi nggak membahayakan,” ucapnya, Kamis, (30/07/2020). Ia optimis pada Semester II ini konsumsi akan membaik, kemungkinan penurunan hanya tinggal 7% karena ekonomi di daerah berjalan dan logistik berjalan. “Diharapkan Januari temukan vaksin, yaudah selesai, optimislah,” tegasnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan serapan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) hanya 8,3 juta kiloliter, lebih rendah dibandingkan proyeksi 9,6 juta kiloliter pada tahun ini. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM F.X. Sutijastoto mengungkapkan ada penurunan penyerapan FAME untuk program B30. Perinciannya 95%, Maret 95%, April 94%, dan Juli 87%.

Penurunan perkiraan serapan ini karena laporan kebutuhan BBM dari Pertamina mengalami penurunan. “Namun di kepmen (keputusan menteri ESDM) masih gunakan itu. In case ada perubahan mendasar secara aturan sudah berubah 8,3 juta KL,” ujar Sutijastoto dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (28/07/2020). Lebih lanjut, Ia mengklaim, konsumsi B30 sudah mulai menunjukkan perbaikan. Hal itu sejalan dengan pembukaan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. “Dengan ekonomi mulai terbuka, transportasi berkembang, ini yang B30 mulai berkembang lagi kalau dibandinkan dengan Malaysia B20 masih tunda, kita tetep jalan,” kata Sutijastoto.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731161025-4-176750/dampak-covid-19-konsumsi-biodiesel-anjlok-8-di-semester-i

CNBCIndonesia.com | Sabtu, 1 Agustus 2020

Jadi Energi Terbarukan, Sawit Harus Dapat Insentif Lebih

Pengusaha meminta bahan bakar biodiesel mendapat perhatian khusus. Salah satunya diberi insentif lebih dari yang sekarang sudah diberikan, apalagi ini termasuk kategori energi yang terbarukan. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Bidang Rantai Pasok Bernard A. Riedo dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia. “Kalau melihat dari luar negeri, harusnya renewable energy itu yang disubsidi. Harapannya ini bisa diterapkan dan didukung di Indonesia,” kata Bernard, Kamis (30/07/2020). Apalagi, devisa yang diberikan oleh sektor ini pada devisa negara mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sebagai timbal balik, Para petani sawit lebih dimanjakan dengan kemudahan pengajuan Program replanting atau peremajaan kebun kelapa sawit. Sebelumnya, pemerintah memberi 14 syarat yang harus dipenuhi petani untuk bisa mendapat hibah ini. Kini, cukup dengan dua syarat, petani bisa mendapat hibah Rp. 30 juta. “Dalam kaitan replanting, kita berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian yakni Dirjen Perkebunan. Seluruh verifikasi terhadap perkebunan yang bisa diberi dukungan dana dikaitkan persyaratan. Memang ada persyaratan yg dipenuhi agar petani bisa ikut. Dulu ada 14 persyaratan. Kemudian mulai 8 dan sekarang 2,” Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrahman. Dia memerinci aspek pertama adalah aspek kelembagaan. Petani harus memiliki kelompok, baik kelompok tani maupun koperasi. Hal ini dimaksudkan agar dana yang disalurkan bisa dikelola lebih efisien. Sementara itu, aspek kedua adalah legalitas. Petani tersebut harus memiliki tanah bukan di kawasan hutan. Kemudian ada dokumen dan SHM. “Sekarang surat keterangan tanah cukup dikeluarkan kepala desa,” ujarnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200801144537-4-176848/jadi-energi-terbarukan-sawit-harus-dapat-insentif-lebih

Riausky.com | Minggu, 2 Agustus 2020

Gara-gara Biodiesel, Menteri Keuangan Sri Mulyani ‘Ditodong’ Rp20 Triliun oleh Pengusaha Sawit, Kok Bisa?

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengungkapkan sektor pertanian dan industri sawit nasional kontribusi besar terhadap kas negara.  Aprobi memperkirakan pajak yang diberikan mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sehingga perlu ada dukungan lain dari pemerintah untuk menyisihkan pendapatan pajak itu untuk sektor sawit terutama sawit rakyat.  Ia meminta langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar para petani mendapat manfaat dari pendapatan pajak sektor sawit. “Ini kan ada Rp 100 triliun dari perkebunan dan industri sawit ini dibayarkan ke negara melalui pajak. Kalau pemerintah berkenan atau Bu Sri Mulyani memberikan ke BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) Rp 20 triliun per tahun, persoalan petani sawit dan sawit Indonesia selesai,” katanya dalam acara Exclusive Interview  CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” pekan lalu. BPDPKS merupakan Badan yang berada di bawah Kementerian Keuangan untuk menghimpun dana dari ekspor sawit yang dipungut dari kegiatan ekspor sawit.  Dana tersebut kemudian diberikan kepada masyarakat, diantaranya memberikan subsidi pada harga biodiesel.

Badan tersebut bisa lebih melihat peluang kebutuhan di masyarakat. Salah satunya mengalihkan anggaran pada efektivitas produksi petani sawit. Apalagi, Pertamina memperkirakan kebutuhan sawit pada 2023 mencapai 1 juta ton minyak sawit per hari setelah dibuat biodiesel dengan formula B100. “Pertamina bisa produksi D100 dan bisa menyerap 1 juta ton per hari, ini sangat menggembirakan. Tinggal ini kembali ke komitmen pemerintah, harga D100 per liternya berapa? Mungkin bisa Rp 11 ribu atau Rp 12 ribu per liter, daya beli masyarakat kita tidak sampai ke angka itu (makanya usul minta Rp 20 triliun per tahun),” katanya. Sementara itu, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman menyambut positif saran terhadap kemajuan petani sawit. Anggaran yang diberikan bisa maksimal jika dirasakan langsung oleh petani dan masyarakat keseluruhan. “Program biodiesel ini sangat strategis sekali dalam rangka mendukung keberlanjutan sawit nasional. Bayangkan seandainya kelebihan pasokan dalam negeri yang tidak terserap melalui program biodiesel tadi akan terjadi over stock dampaknya turunkan harga, secara berlanjut akan berdampak pada pendapatan petani prinsipnya itu,” kata Eddy.

https://riausky.com/news/detail/52863/garagara-biodiesel-menteri-keuangan-sri-mulyani-ditodong-rp20-triliun–oleh-pengusaha-sawit-kok-bisa.html

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Demi Devisa, Tolong Petani Sawit Dibantu Bu Sri Mulyani

Sektor pertanian dan industri sawit nasional memiliki kontribusi besar terhadap kas negara. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengungkapkan hingga kini devisa yang diberikan mencapai Rp 100 triliun per tahun. Karena itu, Ia meminta langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar para petani mendapat impact yang juga nyata. “ini kan ada Rp 100 triliun dari perkebunan dan industri sawit ini dibayarkan ke negara melalui pajak. Kalau pemerintah berkenan atau Bu Sri Mulyani memberikan ke BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) Rp 20 triliun per tahun, persoalan petani sawit dan sawit Indonesia selesai,” kata dia. BPDPKS merupakan Badan yang berada di bawah Kementerian Keuangan untuk menghimpun dana dari ekspor sawit. Dana tersebut kemudian diberikan kepada masyarakat, diantaranya memberikan subsidi pada harga biodiesel. Badan tersebut bisa lebih melihat peluang kebutuhan di masyarakat.

Salah satunya mengalihkan anggaran pada efektivitas produksi petani sawit. Apalagi, Pertamina memerkirakan kebutuhan sawit pada 2023 mencapai 1 juta ton setelah ditemukannya B100. Pertamina bisa produksi D100 dan bisa menyerap 1 juta ton per hari, ini sangat menggembirakan. Tinggal ini kembali ke komitmen pemerintah, harga D100 per liternya berapa? Mungkin bisa Rp 11 ribu atau Rp 12 ribu per liter, daya beli masyarakat kita tidak sampai ke angka itu (makanya usul minta Rp 20 triliun per tahun),” kata dia. Sementara itu, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman menyambut positif saran terhadap kemajuan petani sawit. Anggaran yang diberikan bisa maksimal jika dirasakan langsung oleh petani dan masyarakat keseluruhan. “Program biodiesel ini sangat strategis sekali dalam rangka mendukung keberlanjutan sawit nasional. Bayangkan seandainya kelebihan pasokan dalam negeri yang tidak terserap melalui program biodiesel tadi akan terjadi over stock dampaknya turunkan harga, secara berlanjut akan berdampak pada pendapatan petani prinsipnya itu,” tuturnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731155805-4-176748/demi-devisa-tolong-petani-sawit-dibantu-bu-sri-mulyani

CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Juli 2020

BPDPKS Targetkan Replanting 75.000 Ha Kelapa Sawit di 2020

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menargetkan melakukan peremajaan kembali alias replanting kelapa sawit seluas 75.000 hektare pada 2020. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Eddy Abdurrachman mengatakan untuk replanting, pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian untuk melakukan verifikasi terhadap perkebunan yang bisa diberi dukungan dana sesuai persyaratan. “Memang ada persyaratan yang dipenuhi agar petani bisa ikut. Dulu ada 14 persyaratan, kemudian 8 syarat dan sekarang tinggal 2 syarat,” ujar Eddy dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?”, Kamis (30/7/2020). Dia memerinci aspek pertama adalah aspek kelembagaan. Petani harus memiliki kelompok, baik kelompok tani maupun koperasi. Hal ini dimaksudkan agar dana yang disalurkan bisa dikelola lebih efisien. Sementara itu, aspek kedua adalah legalitas. Petani tersebut harus memiliki tanah bukan di kawasan hutan. Kemudian ada dokumen dan SHM. “Sekarang surat keterangan tanah cukup dikeluarkan kepala desa,” ujarnya. Dalam program replanting kelapa sawit setiap petani mendapatkan dana bantuan sebesar Rp 30 juta per hektare. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) M.P Tumanggor mengatakan masih banyak petani kelapa sawit yang belum mengetahui tentang program replanting. “Syukur kita ada model surveyor jadi jemput bola. Tapi banyak masyarakat yang tidak mengerti program ini,” ujarnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200730165144-4-176604/bpdpks-targetkan-replanting-75000-ha-kelapa-sawit-di-2020

CNBCIndonesia.com | Sabtu, 1 Agustus 2020

Jawab Keraguan, Fakta: Biodiesel Sudah Lama Dipakai

Tidak bisa dipungkiri selama ini ada keraguan dari masyarakat terhadap penggunaan biodiesel pada bahan bakar minyak (BBM). Dikhawatirkan penggunaannya bisa mengganggu ketahanan mesin yang biasa menggunakan bahan bakar berbasis fosil. Namun, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Parulian Tumanggor dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia memberi keyakinan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir. Pasalnya, selama ini masyarakat sudah terbiasa menggunakan produk dari biodiesel. Bahkan sejak beberapa tahun silam. “Saya ingin sampaikan banyak masyarakat sekitar tanpa sadar sejak tahun 2015 dia udah gunakan biodiesel, ngga sadar. Kan Isi ke pom bensin solar, padahal solar sudah biodiesel. Mulai 2015 sudah B10, B20, B30. kalo kita isi itu B30. Kesiapan masyarakat gimana? itu udah pakai kok. Makanya mesin baik-baik aja. Soal mobil baru gunakan B30 dan mobil bekas gunakan B30 pasti akan tersendat dikit lah,” katanya, Jumat (31/07/2020). Tidak ketinggalan, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrahman mengungkapkan sejumlah sektor ekonomi sudah menggunakan campuran minyak dan nabati itu “Ada beberapa sektor yang memanfaatkan program B30. pertama usaha mikro, perikanan pertanian. Jadi Kalau kita lihat nelayan dan sebagainya gunakan diesel itu B30. Transportasi juga bahan bakar B30. Pengembangan listrik PLN gunakan B30 sekarang, dan industri-industri umumnya. Sepanjang gunakan solar, 30% itu diesel kita sebut B30,” jelasnya. Senada, Wakil Ketua Umum Bidang Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Bidang Rantai Pasok Bernard A. Riedo menyebut proyek pencampuran minyak dan nabati harus terus digaungkan. Pasalnya, selama ini banyak potensi dari sawit Indonesia. “Pemerintah sudah dukung titik campur atau titik penyerahan dari kita produsen biodiesel ke BBM, ke Pertamina atau perusahaan migas lainnya. Tadinya 129 titik, harapannya bisa lebih lagi. Itu akan perbaiki kualitas dan waktu dalam hal penyerahan dan akhirnya jadi berguna ke masyarakat,” sebut Bernard.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200801143023-4-176847/jawab-keraguan-fakta-biodiesel-sudah-lama-dipakai

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Hore! Produksi D100 Pertamina Bakal Serap 1 Juta Ton Sawit

PT Pertamina (Persero) sudah berhasil mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100). Uji coba produksi D100 di Kilang Dumai sebesar 1000 barel per hari. Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional, Budi Santoso Syarif dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia mengatakan pengembangan produksi D100 nanti juga akan dilakukan di Cilacap dan Plaju. Di Cilacap akan menjadi 3.000 barel per hari dan kemudian di akhir tahun 2022 akan menjadi 6.000 barel per hari. Kemudian di Plaju sebesar 20.000 barel per hari. Menurutnya untuk memproduksi 20.000 barel per hari dibutuhkan 1 juta ton sawit, sehingga cukup banyak sawit yang bakal terserap. “Sedangkan di 2023 sebanyak 20.000 barel per hari, untuk 20.000 butuh 1 juta ton sawit,” ucapnya dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia, Kamis, (30/07/2020). Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan petani cukup bahagia mendengar Pertamina bisa memproduksi D100 dan menyerap 1 juta ton dengan kapasitas 20.000 barel per hari. “Petani mendengar Petani bisa produksi D100 serap 1 juta ton, menggembirakan petani kita harapan kita harapan kita Pertamina bisa hasilkan satu kebutuhan sawit 1 juta ton jadi 2 juta tinggal mungkin ke atas komitmen pemerintah,” ucapnya. Ia berharap agar program pemerintah untuk menyerap sawit di dalam negeri terus dilanjutkan, dan tidak perlu takut dengan non-government organizations (NGO) asing. “Pesaing kita makan jelekin kita, kita punya harta karun nggak boleh ragu-ragu,” paparnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731181234-4-176765/hore-produksi-d100-pertamina-bakal-serap-1-juta-ton-sawit

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Harga D100 Setara PertaDex, Pertamina: Perlu Insentif

PT Pertamina (Persero) sudah sukses dalam mengujicobakan produk Green Diesel (D-100), di mana D100 dinilai lebih ramah lingkungan. Lalu berapa kisaran harga untuk produk ramah lingkungan D100 ini? Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional, Budi Santoso Syarif mengatakan D100 ini tidak bisa dikomparasikan dengan produk biodiesel 30% atau (B30). Untuk memproduksi D100 harga produksinya jauh lebih mahal, namun jika ada kebijakan keringanan insentif maka harganya bisa mendekati B30. “Dengan kebijakan itu bisa dekati B30 sekarang. Lebih ke arah Pertadex. D100 compare dengan Pertadex. Perlu insentif di mana harga produk kompetitif,” ucapnya dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia, Kamis, (30/07/2020). Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor memperkirakan harga D100 bisa mencapai Rp 12-13 ribu per liter, namun daya beli masyarakat tidak akan sampai dengan harga tersebut. “Bisa Rp 12 ribu – 13 ribu,” jelasnya. Pertamina kembali mencatatkan capaian baru dengan sukses mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai. RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2 – 9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7,5% dan 12,5%.

Keberhasilan tersebut mendapat dukungan penuh Pemerintah melalui kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ke Unit DHDT Refinery Unit (RU) II Dumai Rabu (15/7/2020) sekaligus menerima contoh produk D-100 dari Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati. Menurutnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 Juta Metric Ton dengan serapannya sebagai Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sekitar 11.5 %. Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari.”Hal ini membuktikan bahwa secara kompetensi dan kapabilitas Pertamina pada khususnya dan anak negeri pada umumnya memliki kemampuan dan daya saing dalam menciptakan inovasi.”

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731174953-4-176761/harga-d100-setara-pertadex-pertamina-perlu-insentif

CNBCIndonesia.com | Minggu, 2 Agustus 2020

‘Harta Karun’ RI Sering Kena Kampanye Negatif, Apakah Itu?

Kampanye negatif terus menimpa industri minyak sawit termasuk produk turunan seperti biodiesel. Padahal, biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan yang bisa jadi menggantikan energi fosil. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia M.P Tumanggor mengatakan pada dasarnya minyak sawit (crude palm oil/CPO) merupakan harta karun bagi Indonesia. CPO bisa menjadi andalan ekspor, karena ketergantungan negara lain terhadap komoditas ini. “Tak perlu takut NGO-NGO asing negatif itu. Pesaing kita, maka jelek-jelekan karena Indonesia memiliki harta karun,” ujar Tumannggor dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” pekan lalu. Regulasi yang dimaksud cenderung mendiskreditkan CPO RI di antaranya Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act). RED II adalah kebijakan Uni Eropa terkait produksi dan promosi energi terbarukan yang akan berlaku pada 2020-2030. Kebijakan ini menetapkan Uni Eropa wajib memenuhi 32% dari total kebutuhan energinya melalui sumber yang terbarukan pada 2030. Untuk mendukungnya, Uni Eropa akan menerbitkan delegated act, yang isinya menetapkan kriteria tanaman pangan yang berisiko tinggi dan berisiko rendah terhadap perubahan fungsi lahan dan deforestasi.

Kriteria ini dikenal sebagai konsep ILUC (indirect land use change/perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung). Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. Sayangnya, kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC. Di sinilah letak diskriminasi tersebut. Selain itu, banyak juga kampanye negatif yang membuat masyarakat ragu menggunakan energi ini. Salah satunya adalah campuran biodiesel pada bahan bakar minyak (BBM). Dikhawatirkan penggunaannya bisa mengganggu ketahanan mesin yang biasa menggunakan bahan bakar berbasis fosil. “Saya ingin sampaikan banyak masyarakat sekitar tanpa sadar sejak tahun 2015 dia udah gunakan biodiesel, nggak sadar. Kan Isi ke pom bensin solar, padahal solar sudah biodiesel. Mulai 2015 sudah B10, B20, B30. kalo kita isi itu B30. Kesiapan masyarakat gimana? itu udah pakai kok. Makanya mesin baik-baik aja. Soal mobil baru gunakan B30 dan mobil bekas gunakan B30 pasti akan tersendat dikit lah,” katanya. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrahman mengungkapkan sejumlah sektor ekonomi sudah menggunakan campuran minyak dan nabati itu. “Ada beberapa sektor yang memanfaatkan program B30. pertama usaha mikro, perikanan pertanian. Jadi Kalau kita lihat nelayan dan sebagainya gunakan diesel itu B30. Transportasi juga bahan bakar B30. Pengembangan listrik PLN gunakan B30 sekarang, dan industri-industri umumnya. Sepanjang gunakan solar, 30% itu diesel kita sebut B30,” jelasnya

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200802184317-4-176958/harta-karun-ri-sering-kena-kampanye-negatif-apakah-itu

CNBCIndonesia.com | Senin, 3 Agustus 2020

Deretan ‘Harta Karun’ Berharga RI: Tanah Jarang Hingga CPO

Indonesia memiliki ‘harta karun’ yang sangat berharga mulai dari logam tanah jarang alias rare earth hingga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Tanah jarang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan senjata sementara CPO digunakan untuk bahan bakar alternatif biodiesel. Pengembangan harta karun Rare Earth tanah air kini ada di tangan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menhan Prabowo Subianto. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sudah menawarkan ke negara-negara yang siap menjadi investor, seperti Amerika Serikat (AS). Namun untuk saat ini investor yang sudah siap adalah China. Demi menjaga iklim investasi di Indonesia, ia enggan menyerahkan ke negara tersebut. “Ini kita juga memang dilematis, karena rare earth kan paling banyak diproduksi di Tiongkok, Amerika sendiri begitu di banned oleh Tiongkok itu kelabakan juga. Nah investor yang paling capet sekarang itu Tiongkok, nah kalau kita semua kasih Tiongkok nanti semua mental,” kata Luhut dalam diskusi virtual, seperti dikutip Minggu (02/08/2020). Oleh karena itu, saat ini Luhut sedang mencari investor lain selain China, agar negara lain berkesempatan untuk mengembangkan tanah jarang ini. “Jadi kita ya memelihara ekuilibrium kita cari investor, apakah Amerika mau, kita coba atau yang lain,” jelasnya. Sementara industri minyak sawit kerap mendapatkan kampanye negatif termasuk produk turunan seperti biodiesel. Padahal, biodiesel merupakan salah satu energi terbarukan yang bisa jadi menggantikan energi fosil. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia M.P Tumanggor mengatakan pada dasarnya minyak sawit merupakan harta karun bagi Indonesia. CPO bisa menjadi andalan ekspor, karena ketergantungan negara lain terhadap komoditas ini. “Tak perlu takut NGO-NGO asing negatif itu. Pesaing kita, maka jelek-jelekan karena Indonesia memiliki harta karun,” ujar Tumannggor dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” pekan lalu.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200803072022-4-176976/deretan-harta-karun-berharga-ri-tanah-jarang-hingga-cpo

CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Juli 2020

RI Bersiap Gunakan Biodiesel B40 Juni 2021

Pemerintah menargetkan penerapan program mandatori biodiesel 40 persen (B40) pada Juni 2021. Hal ini mendapat dukungan dari stakeholder sektor industri kelapa sawit. “Setahun ke depan, kementerian ESDM dan BPPT akan kerja sama dicampurnya B30 dan B10 terhadap kendaraan bermotor,” kata Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” Kamis (30/7). Sementara itu, Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit, Eddy Abdurrachman sangat optimistis bahwa penerapan mandatori B40 bisa terealisasi pada Juni tahun depan. BPDP siap mendukung upaya ini.  “Yang disampaikan Pak Menko Juni 2021 target B40. Selama ini BPDPKS beri dukungan dalam rangka B40 dalam riset-riset kerja sama dan tahapan udah ujicoba khususnya di sektor transportasi. Sehingga sesuai time line B40 bisa diimplementasi di Juni 2021,” kata Eddy. Ia menambahkan soal kesiapan masyarakat untuk menggunakan biodiesel lebih besar lagi. Selama ini secara tak sadar masyarakat sudah terbiasa dengan penggunaan biodiesel. “Secara nggak sadar masyarakat sebetulnya gunakan. Ada beberapa sektor yang manfaatkan program B30 pertama usaha mikro perikanan pertanian. Kalau kita lihat nelayan gunakan B30. Transportasi juga. Pengembangan listrik PLN gunakan B30 sekarang, dan industri-industri sekarang gunakan solar biodiesel,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor juga sepakat bahwa masyarakat sudah familiar dengan biodiesel sekitar setidaknya sejak 2015 sudah gunakan biodiesel. Pada dasarnya kesiapan masyarakat sudah sangat baik. “Isi ke pom bensin padahal solar udah biodiesel. B20, B30 kalau kita isi itu B30,” katanya. Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional Budi Santoso Syarif menambahkan produk B30 maupun nanti B40 pastinya melalui proses uji di kendaraan masyarakat. Selain, biodiesel juga ramah lingkungan termasuk nantinya di masa depan sampai B100. “Seperti yang disampaikan Pak Tumanggor uji tes sepanjang 40 ribu KM dijalankan tiap hari dan berbagai kontur jalan dan temperatur. Kita lewati Dieng, jadi disampaikan ke masyarakat itu sudah diuji B30,” katanya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200730154548-4-176579/ri-bersiap-gunakan-biodiesel-b40-juni-2021

CNBCIndonesia.com | Minggu, 2 Agustus 2020

Sri Mulyani ‘Ditodong’ Rp20 T oleh Pengusaha Sawit, Kok Bisa?

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengungkapkan sektor pertanian dan industri sawit nasional kontribusi besar terhadap kas negara. Aprobi memperkirakan pajak yang diberikan mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sehingga perlu ada dukungan lain dari pemerintah untuk menyisihkan pendapatan pajak itu untuk sektor sawit terutama sawit rakyat. Ia meminta langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar para petani mendapat manfaat dari pendapatan pajak sektor sawit. “Ini kan ada Rp 100 triliun dari perkebunan dan industri sawit ini dibayarkan ke negara melalui pajak. Kalau pemerintah berkenan atau Bu Sri Mulyani memberikan ke BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) Rp 20 triliun per tahun, persoalan petani sawit dan sawit Indonesia selesai,” katanya dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” pekan lalu. BPDPKS merupakan Badan yang berada di bawah Kementerian Keuangan untuk menghimpun dana dari ekspor sawit yang dipungut dari kegiatan ekspor sawit. Dana tersebut kemudian diberikan kepada masyarakat, dia ntaranya memberikan subsidi pada harga biodiesel. Badan tersebut bisa lebih melihat peluang kebutuhan di masyarakat.

Salah satunya mengalihkan anggaran pada efektivitas produksi petani sawit. Apalagi, Pertamina memperkirakan kebutuhan sawit pada 2023 mencapai 1 juta ton minyak sawit per hari setelah dibuat biodiesel dengan formula B100. “Pertamina bisa produksi D100 dan bisa menyerap 1 juta ton per hari, ini sangat menggembirakan. Tinggal ini kembali ke komitmen pemerintah, harga D100 per liternya berapa? Mungkin bisa Rp 11 ribu atau Rp 12 ribu per liter, daya beli masyarakat kita tidak sampai ke angka itu (makanya usul minta Rp 20 triliun per tahun),” katanya. Sementara itu, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman menyambut positif saran terhadap kemajuan petani sawit. Anggaran yang diberikan bisa maksimal jika dirasakan langsung oleh petani dan masyarakat keseluruhan. “Program biodiesel ini sangat strategis sekali dalam rangka mendukung keberlanjutan sawit nasional. Bayangkan seandainya kelebihan pasokan dalam negeri yang tidak terserap melalui program biodiesel tadi akan terjadi over stock dampaknya turunkan harga, secara berlanjut akan berdampak pada pendapatan petani prinsipnya itu,” kata Eddy.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200802162913-4-176942/sri-mulyani-ditodong-rp20-t-oleh-pengusaha-sawit-kok-bisa

Waspada.id | Minggu, 2 Agustus 2020

Ratusan Hektar Sawit Di Pakpak Bharat Butuh Peremajaan

Ratusan hektar perkebunanan kelapa sawit milik masyarakat di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat butuh peremajaan dan akan ditargetkan untuk mengikuti program peremajaan (Replanting) yang diluncurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Lahan tersebut tersebar disejumlah wilayah seperti, Kecamatan Pagindar, Kecamatan STTUJehe, Kec PGGS dan lainnyan. Hal ini terungkap saat Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) M.P Tumanggor,melakukan acara silaturahmi dihadapan warga, di Kecamatan Pagindar, pada Sabtu (01/08). Program replanting (peremajaan) berarti mengganti tanaman kelapa sawit yang sudah tidak produktif lagi,dan umumnya tanaman sawit sudah tua berusia lebih dari 20 tahun ditumbangkan baik secara mekanis maupun secara kimia, lalu kemudian ditanam kembali dengan tanaman baru (bibit) yang layak tanaman. Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor, yang juga sebagai tokoh pemerakarsa lahirnya Kabupaten Pakpak Bharat, Sabtu (01/08) menjelaskan bahwa pada tahun 2020 ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menargetkan melakukan peremajaan kembali alias replanting kelapa sawit seluas 75.000 hektare dan para petani sawit yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat bisa ikut ambil bagian dalam program tersebut. “Dalam program replanting kelapa sawit setiap petani mendapatkan dana bantuan sebesar Rp 30 juta per hektare. Adapun persyaratannya adalah, Petani harus memiliki kelompok tani agar dana yang disalurkan bisa dikelola lebih efisien dan memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) minimal dari kepala Desa” Jelas Mp Tumanggor

MP.Tumanggor, meminta masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat yang memiliki lahan sawit yang ingin diremajakan,agar segera berkoodinasi dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit (APKASINDO) Wilayah kabupaten Pakpak Bharatyang diketuai oleh Dr (HC) Abdul Angkat,SH dan Sekretaris Antoni Berutu (Mantan Anggota DPRD Kabupaten pakpak Bharat). ” Saya berharap program replanting di Kabupaten Pakpak Bharat bisa berjalan lancar sehingga ke depan para petani sawit di Kabupaten dapat meningkatkan perekonomia sehingga secara otomatis kehidupan petani sawit lebih sejahtera termasuk membantu ekonomi masyarakat akibat dampak Covid-19 ini.”harap beliau. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Kabupaten Pakpak Bharat,Dr (HC) Abdul Angkat,SH, Minggu (02/08) menilai hasil produksi para petani sawit yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat sebagian besar belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. hal ini diakibatkan kurangnya informasi pemahaman yang didapat oleh masyarakat terkait bibit kelapa sawit yang berkualitas. “Kami menghaimbau para petani sawit khusunya di kabupaten Pakpak Bharat untuk mengikuti program replanting ini karena saya melihat sebagian tanaman sawit di Pakpak Bharat sudah tua dan perlu diremajakan”kata Abdul Angkat Dr (HC) Abdul Angkat,SH, menghimbau kepada para petani yang mengikuti program replanting ini agar segera menghubungi para pengurus Apkasindo Pakpak Bharat termasuk Sekretaris Apkasindo Pakpak Bharat, Antoni Berutu, paling lama bulan Desember tahun 2020 mendatang” pinta Abdul Angkat. Adanya program tersebut, ditanggapi positif oleh para petani sawit. Hendri Bancin, salah satu petani sawit di Kec pagindar,mengaku selama ini mereka kurang mendapat informasi yang lebih luas dan mengaku belum bisa mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. “Kami berharap bisa ambil bagian dalam program ini karena sawit yang ada di daerah kami ini sudah tua dan sangat butuh peremajaan” kata Hendri Bancin.

https://waspada.id/sumut/ratusan-hektar-sawit-di-pakpak-bharat-butuh-peremajaan/

BERITA BIOFUEL

Tempo.co | Kamis, 30 Juli 2020

Masa Pandemi, Airlangga Pastikan Program Biodiesel Jalan Terus

Walau dalam kondisi pandemi Covid-19, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah akan terus melanjutkan pengembangan biodiesel di dalam negeri. Pemerintah, kata dia, terus mendorong percepatan penerapan biodiesel. “Banyak pihak menanyakan kelanjutan proyek strategis nasional biodiesel yang sudah berjalan 2 tahun secara baik dan pelaksanaanya dikebut di Indonesia,” kata Airlangga dalam diskusi yang disiarkan CNBC Indonesia, Kamis, 30 Juli 2020. Dia mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara produsen sawit terbesar di dunia punya posisi strategis dalam menentukan peta bisnis sawit global. Oleh karenanya, kata Airlangga, dalam pengelolaan sawit untuk bahan bakar akan bantu menekan ketergantungan impor BBM, dan otomatis akan menghemat penggunaan anggaran negara. “September 2019, pemerintah sudah menerapkan B20 dan Januari 2020 B30. Dengan penyerapan kelapa sawit 9,6 juta kilo liter untuk penuhi kebutuhan B30,” kata Airlangga. Airlangga mengatakan selain pemerintah, asosiasi biofuel juga harus mempunyai komitmen termasuk Pertamina dan produsen migas lainnya guna mendukung program biodiesel. “Dan tak lupa untuk petani sawit dan stakeholder yang jumlahnya 17 juta yang gantungkan industri sawit ini harus bahu membahu proyek ni. Nggak cuma bermanfaat secara ekonomi tapi bermanfaat luas,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita menargetkan implementasi Program Biodiesel 30 persen (B30) di sejumlah SPBU. Program ini akan mampu menyerap biodiesel dalam negeri sebesar 9,6 juta kiloliter pada tahun 2020. “Program B30 pada tahun 2020 akan mampu menyerap biodiesel dalam negeri sebesar 9,6 juta kL sehingga akan mengurangi impor solar sebesar 3 juta kL,” kata Agus, Kamis 5 Maret 2020. Program yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Desember 2019 ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang berhasil mengimplementasikan B30 dengan bahan baku utama bersumber dari kelapa sawit. “Dan dapat meningkatkan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp13,81 triliun, serta mengurangi emisi GRK sebesar 14,25 juta ton CO2 atau setara 52.010 bus kecil,” ujarnya.

https://bisnis.tempo.co/read/1370978/masa-pandemi-airlangga-pastikan-program-biodiesel-jalan-terus?page_num=1

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Kenapa Pemerintah Ngebut Program Biodiesel? Ini Penjelasannya

Pemerintah terus mendorong Program Biodiesel 40% atau B40, Tepatnya pada Bulan Juni 2021. Hal tersebut disampaikan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia, Kamis, (30/07/2020). Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Monty Girianna mengatakan program biodiesel ini bertujuan untuk menjaga ketahanan energi nasional dan menekan impor BBM. Lebih lanjut ia mengatakan dengan program ini sawit dari petani akan terserap, kurangi emisi gas rumah kaca, dan yang tidak kalah penting adalah mengurangi defisit. Menjalankan program biodiesel jalanya tidak mulus-mulus saja. Dampak dari pandemi corona membuat harga solar turun, sehingga gap antara harga Crude Palm Oil (CPO) dengan solar semakin jauh. Namun ia yakin program ini aka tetap jalan dengan pungutan ekspor kelapa sawit, khususnya CPO US$ 55 per ton. “Kalau gap besar, harga solar turun, akan berat kita push program ini. Oleh sebab itu, oke jalan dengan kepastian US$ 55. Agar program ini jalan terus dan jadi kewajiban kita kedepankan prinsip-prinsip biodiesel dan dapat portofolio sawit cukup besar,” jelasnya, Kamis, (30/07/2020).

Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrahman mengatakan biodiesel ini diperlukan kaitannya dengan program kelapa sawit berkelanjutan. Produksi minyak sawit terus meningkat, jika tidak dibarengi dengan serapan maka harga akan anjlok. “Diserap ekspor 60-70% sisanya 30-40% dalam negeri. Demand pada minyak sawit di dalam negeri untuk food dan oleochemical yang stagnan. Jadi dari 30-40% dari produk sawit yang stay di dalam negeri tadi kira-kira 50% hanya bisa diserap makanan dan oleochemical sehingga masih ada sisa stock yang belum terserap,” jelasnya. Kelebihan pasokan ini yang membuat harga menjadi turun, sehingga pada tahun 2015 pemerintah mengambil inisiatif menciptakan permintaan di dalam negeri yakni dengan program biodiesel. “Program biodiesel ini sangat strategis sekali dalam rangka mendukung keberlanjutan sawit nasional. Bayangkan seandainya kelebeihan pasokan dalam negeri yang tidak terserap melalui program biodiesel tadi akan terjadi over stock dampaknya turunkan harga, secara berlanjut akan berdampak pada pendapatan petani prinsipnya itu,” tuturnya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731173311-4-176758/kenapa-pemerintah-ngebut-program-biodiesel-ini-penjelasannya

CNBCIndonesia.com | Kamis, 30 Juli 2020

BPDPKS Optimistis Harga Biodiesel Tetap Terjangkau

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengungkapkan komitmennya untuk membantu harga biodiesel agar tetap terjangkau di masyarakat. Dana sisihan dari kegiatan ekspor sawit yang selama ini dihimpun diharapkan bisa membantu harga biodiesel tetap terjangkau dan bermanfaat bagi masyarakat. “Strategi BPDPKS tugasnya membiayai untuk menutupi gap harga solar dan biodiesel. Untuk itu kita himpun dana yang berasal dari pungutan ekspor produk sawit. Dana tadi kita kelola yang kemudian kita distribusikan, salurkan untuk pengembangan SDM di dalam rangka pengetahuan dan keterampilan petani. Termasuk riset dalam rangka memajukan industri di kelapa sawit, dan juga promosi,” kata Eddy dalam Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” Kamis (30/7).

Selama ini, masyarakat sebenarnya sudah terbiasa dengan adanya B30 melalui solar. Namun, harga mulanya yang cenderung tinggi menjadi masalah penyerapan biodiesel. BPDPKS memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Tujuannya agar penyerapan oleh masyarakat dalam negeri tetap bisa terjaga. “Dana yang kita peroleh untuk menutup gap antara harga solar dan tadi tujuannya agar semua terserap agar produksi naik tadi bisa diserap. Nggak hanya ekspor, tapi dalam negeri jadi lebih stabil,” jelasnya. Eddy yakin persoalan itu bisa lebih mudah diselesaikan. Apalagi bila melihat minyak dunia sudah mulai kembali harga normal di angka sekitar USD 40/barel. “Harga solar itu temporer. Karena persaingan Amerika Serikat, Rusia, dan Arab. Tapi harga minyak mulai recovery agar gap nggak melebar. Sehingga BPDPKS punya kemampuan untuk dukung pendanaan ini khususnya dari ekspor tadi,” papar Eddy.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200730170603-4-176610/bpdpks-optimistis-harga-biodiesel-tetap-terjangkau

Bisnis.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Pandemi Virus Covid-19, Ini Nasib Pengembangan Biodiesel

Pemerintah menegaskan pengembangan biodiesel akan terus berlanjut meski di tengah pandemi Covid-19. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan pengembangan energi hijau tersebut. Sepanjang implementasi B30, mampu menyerap Fatty Acid Methyl Ester 9,6 juta kilo liter (kl) dan menghemat defisit impor migas senilai US$4,8 miliar atau Rp62,7 triliun. “Ke depan saya menargetkan implementasi B30 melalui campuran D100 sebanyak 10 persen menjadi B40 dirampungkan pada Juli 2021,” katanya dalam webinar pada Kamis (30/7/2020). Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian Monty Giriana menjelaskan selama masa pandemi terjadi penurunan harga yang signifikan pada harga bahan bakar minyak berbasis fosil. Kondisi itu berdampak cukup besar untuk pengembangan biodiesel karena terjadinya jarak antara harga indeks pasar bahan bakar (HIP) nabati dengan dengan HIP solar. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan program tambahan agar pengembangan biodiesel bisa tetap terus berjalan. “Beberapa hal yang sudah di-endorse yang berkaitan pertama kita sudah membuat aturan berkaitan dengan pungutan, pungutan atas hasil CPO waktu itu diatur sedemikian rupa, sekarang berapa pun harganya pungutan tetap US$55 dolar per ton,” jelasnya.

Sementara, Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional Budi Santoso Syarif menjelaskan bahwa pihaknya mengatakan siap untuk pengembangan B40 yang akan rampung pada pertengahan tahun depan. Namun, dalam pencampuran yang menggunakan D100 sebanyak 10 persen pada B40, nilai keekonomian bahan bakar nabati tersebut dipasaran akan menjadi tidak ekonomis. Nantinya, harga B40 yang dijual di pasaran akan setara dengan Pertamina Dex yang dijual seharga Rp10.200 per liter, sedangkan harga B30 dijual Rp9.400 per liter. “Diharapkan ada insentif-insentif seperti keringanan pajak dengan kebijakan tadi bisa mendekati Dexlite kalau di-compare [B40] lebih kepada Pertadex,” ungkapnya.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200731/44/1273546/pandemi-virus-covid-19-ini-nasib-pengembangan-biodiesel

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

Ada Covid-19, Program Biodiesel B40 Jalan Terus

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan keseriusannya dalam menggarap proyek biodiesel. Salah satu yang menjadi target adalah meningkatkan kandungan nabati yang ada pada olahan biodiesel saat ini. Sebelumnya, proyek B30 sudah terlaksana. Itu akan ditingkatkan lagi ke depannya. Dimana D100 digunakan 10%. Dan dilamanya dilakukan pada bulan Juli 2021,” kata Airlangga dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” Kamis (30/7). Untuk memuluskan target itu, setiap instansi baik Kementerian maupun Lembaga harus bergerak cepat dalam memasang target yang ada. Jika dilihat, target ini tidak berbeda dengan yang dicanangkan pemerintah sejak awal. Karenanya, pandemi Covid tidak boleh jadi alasan adanya keterlambatan itu. “Setahun ke depan, Kementerian ESDM dan BPPT akan bekerja sama dalam dicampurnya B30 dan B10 terhadap kendaraan bermotor. Saya berharap program ini berjalan dengan baik,” kata Airlangga dalam acara Exclusive Interview oleh CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?” Kamis (30/7).  Selain pemerintah, asosiasi biofuel juga perlu komitmen termasuk Pertamina dan produsen migas lainnya dalam mendukung program biodiesel. “Dan tak lupa untuk petani sawit dan stakeholder yang jumlahnya 17 juta yang gantungkan industri sawit ini harus bahu membahu proyek ni. Nggak cuma bermanfaat secara ekonomi tapi bermanfaat luas,” katanya.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731180210-4-176763/ada-covid-19-program-biodiesel-b40-jalan-terus

CNBCIndonesia.com | Jum’at, 31 Juli 2020

RI Bangun Pabrik Katalis, Solusi Kemandirian Energi?

Rencana pembangunan pabrik katalis oleh PT Pertamina, Institut Teknologi Bandung dan PT Pupuk Kujang merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan kemandirian energi Tanah Air.  Seperti diketahui bersama, soal energi terutama minyak yang banyak digunakan untuk transportasi, Indonesia masih mengandalkan impor. Permasalahan utama yang dihadapi tak lain dan tak bukan adalah produksi minyak Indonesia yang terus berkurang, sementara dari sisi permintaan justru mengalami kenaikan.  Lifting minyak mentah RI tiap tahunnya menurun. Mulai banyak sumur-sumur minyak RI yang menua sehingga produktivitasnya berkurang. Sementara itu seiring dengan berjalannya waktu cadangan juga terus menipis. Sebenarnya sejak tahun 2010 produksi minyak Tanah Air sudah tak mampu memenuhi kebutuhan domestik. Selisih antara produksi dan konsumsi ini pun terus melebar. Alhasil untuk menambalnya keran impor pun dibuka. Impor minyak mentah dan hasil minyak di sepanjang tahun lalu tercatat masing-masing mencapai US$ 5,7 miliar dan US$ 13,7 miliar. Sementara itu di saat yang sama ekspor minyak mentah dan hasil minyak RI masing-masing hanya US$ 1,7 miliar dan US$ 1,9 miliar. Artinya ada defisit sebesar US$ 14,7 miliar. Inilah yang membuat neraca dagang tekor dan transaksi berjalan RI menjadi defisit selama bertahun-tahun.

Untuk menambal kebocoran ini, pemerintah terus mencari akal, selain mencoba menaikkan lifting juga dengan mendiversifikasi sumber energinya. Untuk poin yang kedua pemerintah mulai mengembangkan apa yang disebut bahan bakar nabati atau dikenal dengan istilah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dibuat dengan campuran minyak diesel dan minyak nabati. Berhubung tiap tahunnya RI memproduksi lebih dari 40 juta ton minyak sawit mentah (CPO) dan menjadi produsen terbesar di dunia, minyak nabati jenis ini digunakan sebagai campuran pembuatan biodiesel. Kemudian muncullah program B30. Angka 30 menunjukkan persentase campuran minyak sawit atau dalam bahasa ilmiah dan keteknikannya disebut sebagai Fatty Acid Methyl Esther (FAME) sebanyak 30%, sementara sisanya 70% adalah minyak diesel. Untuk mengubah CPO yang ada menjadi bahan bakar prosesnya tidak sederhana. Reaksi kimia konversi CPO menjadi bahan bakar nabati disebut dengan esterifikasi atau transesterifikasi. Namun agar reaksi tersebut dapat terjadi dan biodiesel terbentuk, membutuhkan suatu bahan atau zat yang berperan untuk mempercepat reaksi kimianya. Zat tersebut kemudian disebut sebagai katalis.  Beruntungnya, salah satu pakar katalis yang berasal dari Teknik Kimia ITB sudah melakukan riset selama 30 tahun terkait pengembangan katalis untuk mengkonversi minyak sawit menjadi bahan bakar. Dengan ditemukannya katalis ini, sebenarnya Indonesia sudah punya tiket untuk mewujudkan kemandirian energi. Katalis-katalis tersebut dinamai katalis merah putih dan sudah diuji di kilang milik PT Pertamina mulai dari Refinery Unit (RU) Dumai, Balongan hingga Balikpapan. Katalis tersebut terbukti mampu untuk mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar seperti diesel dan avtur. Terobosan ini jelas sangat berguna bagi Indonesia. Untuk itu ITB, Pertamina dan Pupuk Kujang berencana untuk mendirikan pabrik katalis dengan kapasitas 800 ton per tahunnya. Hal tersebut disampaikan oleh Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional, Budi Santoso Syarif dalam Exclusive Interview CNBC Indonesia yang bertajuk “Biodisel Pascapandemi Covid-19, Lanjut atau Terhenti?”, Kamis (30/7/2020).

Menurut Budi, pabrik katalis ini akan dibangun segera dan membutuhkan masa konstruksi sekitar 7-10 bulan. “Mulai dari katalis kita membuat sendiri, dalam arti buat pabriknya dan tidak tertutup kemungkinan bangun kilang,” ujarnya. Rasanya tidak berlebihan jika melihat terobosan ini sebagai golden ticket bagi sektor energi Indonesia terutama mengingat manfaatnya yang tidak saja menekan impor yang jor-joran tetapi juga mendorong perkembangan sumber energi alternatif lain yang menggunakan unsur TKDN yang tinggi. Dengan begitu manfaat-manfaat lain seperti stabilisasi harga CPO karena peningkatan serapan domestik bisa dlakukan. Selain itu dikembangkannya katalis ini juga membuka jalan untuk meningkatkan nilai tambah industri sawit RI yang selama ini lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah atau diproses untuk pembuatan minyak goreng saja.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200731154921-4-176753/ri-bangun-pabrik-katalis-solusi-kemandirian-energi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *