Dibutuhkan 4 Dukungan Untuk Pengembangan Biofuel Nasional

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

 

Infosawit.com | Jum’at, 17 September 2021

Dibutuhkan 4 Dukungan Untuk Pengembangan Biofuel Nasional

Untuk sektor bahan bakar nabati, pemerintah sepakat untuk tetap mempertahankan program B30, dan mengoptimalkan produksi BBN (biodiesel atau biohidrokarbon). Dimana penghematan devisa untuk seluruh penggunaan bahan bakar terbarukan tersebut selama periode 2021-2040 diperkirakan akan  sebesar US$ 16,8 Miliar per tahun. “Pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan campuran biodiesel sawit ke minyak solar sebanyak 30% atau popular disebut B30 dan memaksimalkan produksi Bahan Bakar nabati (BBN) dari biodiesel atau biohidrokarbon,” kata Elis, dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta. Tercatat program B30 telah berjalan sejak Januari 2020. Realisasi pemanfaatan Biodiesel untuk domestik tahun 2020 sebesar 8,4 juta kL dan berdampak pada penghematan devisa sebesar Rp 38,31 triliun (US$ 2,66 miliar). Lantas kedepan tutur Elis, pemanfaatan biofuel tidak sebatas untuk biodiesel saja, dan tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, didorong yang berbasis kerakyatan, untuk spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Termasuk mendorong emanfaatan by product biodiesel, serta pemanfaatan hasil sawit non-CPO. Dalam implementasi B30 pemerintah lewat kementerian ESDM, bakal memastikan program B30 berjalan dengan sesuai teraget, melakukan monitoring dan evauasi secara ketat, melakukan analisa terhadap debottlenecking di lapangan, melakukan peningkatan infrastruktur penunjang dan keberlanjutan dari insentif. Sementara untuk pemanfaatan BBN diatas B30, pemerintah akan melakukan kajian teknis komposisi campuran untuk B40 dan B50, melakukan kajian ekonomi, kesiapan feedstock dan infrastruktur pendukung.

Kata Elis, untuk Program Greenfuels, pemerintah akan mendorong pengembangan program green refinery, untuk menghasilkan green diesel, green gasoline dan bio avtur, serta melakukan kajian regulasi yang diperlukan, kesiapan teknologi, bahan baku (feedstock), insentif dan infrastruktur pendukung. Guna mendukung pengembangan B30 dan greenfuel, pemerintah berupaya membangun industri penunjang seperti industri methanol, katalis dan lainnya. Proyek Strategis Nasional Next – Generation Biofuel & Industri Penunjang tersebut diantaranya, pengembangan Green Refinery RU III Plaju target di tahun 2023 dengan Kapasitas: 20.000 bod, lantas pengembangan Green Refinery RU IV Cilacap target tahun 2022, dengan kapasitas 6.000 bod, pembangunan Hidrogenasi CPO PT Pusri Palembang, target Desember 2021, dengan kapasitas: 1.000 liter/hari, pengembangan katalis merah putih, target tahun 2022 dengan kapasitas 800 MTPY, terakhir pengembangan Integrated IVO Industry, yang ditarget tahun 2023 dengan kapaistas mencapai 50.000 ton/tahun. Faktanya dalam pengembangan energi terbarukan berbasis sawit setidaknya dibutuhkan empat dukungan diantaranya pertama, insentif/pendanaan, saat ini implementasi biofuel didukung melalui Dana Perkebunan Sawit. Perlu didorong insentif fiskal lainnya khususnya untuk mendorong program pengembangan biohidrokarbon/greenfuel. Kemudian kata Elis, kedua, butuh dukungan regulasi, lantaran penyesuaian regulasi guna mendukung kelancaran implementasi BBN yang sudah berjalan, maupun mengakomodir perkembangan BBN untuk pencampuran Biodiesel diatas 30%.  Lantas, ketiga, untuk keberlanjutan bahan baku (feesdstock) juga menjadi sangat penting, lantaran kepastian pasokan bahan baku yang kontinyu dan telah memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Jika diperlukan penyesuaian proses industri hulu sawit guna mendukung ketersediaan bahan baku sawit untuk energi melalui proses yang makin efisien. Kemudian keempat, terkait kesiapan industri pengguna / konsumen, seiring perkembangan BBN untuk tingkat pencampuran yang lebih tinggi, diperlukan dukungan dari industri manufaktur kendaraan ataupun mesin yang menggunakan biofuel agar dapat menyesuaikan dengan kebijakan mandatori BBN.

https://www.infosawit.com/news/11282/dibutuhkan-4-dukungan-untuk-pengembangan-biofuel-nasional

 

 

Infosawit.com | Kamis, 16 September 2021

Mendorong Petani Sawit Turut Dalam Rantai Pasok Mandatori Biodiesel

Guna memberikan manfaat langsung bagi petani kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), dalam kebijakan pengembangan renewable energy kedepan bakal melibatkan petani dalam rantai pasok biodiesel. Setelah dihadapkan dengan kondisi ekonomi yang kurang memuaskan maka di tahun 2021, ekonomi Indoneia diharapkan bisa pulih, nampak dengan ditetapkannya kebijakan pemerintah guna melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di APBN, serta implementasi UU Cipta Kerja dan Pelaksanaan Vaksinasi. Harapanna sederet program pemerintah tersebbit bakal mendorong aktivitas ekonomi, dan mendukung peningkatan konsumsi & Investasi, sehingga ekonomi akan pulih ditahun 2021. Setidaknya ada empat faktor utama pendorong ekonomi Indonesia 2021, yakni pertama, penanganan Pandemi Covid-19, lewat oengendalian kasus Covid-19 dan  ketersediaan vaksin di tahun 2021. Lantas kedua, dukungan Kebijakan Fiska Ekspansif Untuk Melanjutkan Program Ekonomi Nasional, melalui dukungan sisi permintaan melalui penguatan bantuan social dan dukungan sisi penawaran berfokus pada insentif pajak, serta bantuan kredit & jaminan untuk UMKM dan koperasi Percepatan Reformasi. Ketiga, melakukan percepatan reformasi, melalui langkah reformasi produktivitas, daya saing & iklim investasi dan melalui UU Cipta Kerja, Reformasi Anggaran, dan Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Keempat, sumbangan sektor industri sawit dan energy, melalui implementasi program mandatori B30 yang dapat dipertahankan selama pandemik. Dikatakan Plt Kadiv Lembaga Kemasyarakatan Civil Society BPDP-KS, Sulthan Muhammad Yusa, sampai saat ini sektor perkebunan kelapa sawit terus berkembang kendati berada dalam masa pandemi covid-19. Bahkan kendati PDB Indonesia sampai pada triwulan ke IV tahun 2020 masih negatif, namun sektor perkebunan masih memberikan kontribusi positif. Lebih lanjut tutur Yusa, dengan pertumbuhan PDB Sektor Perkebunan yang positif, Industri Sawit dapat mempertahankan penyediaan lapangan kerja yang stabil dimana terdapat 2,6 juta pekerja langsung dan sekitar 12 juta tenaga kerja tidak langsung, serta dari 2,4 juta petani sawit swadaya mampu melibatkan sebanyak 4,6 juta pekerja. Tercatat rata-rata produksi sawit per tahun sebesar 37,57 Juta ton, lantas rata-rata nilai konsumsi produk per tahun sebesar Rp33,59Triliun.

Sementara rata-rata nilai ekspor per tahun sebesar US$ 21,4 miliar, atau rata-rata 14,19% per tahun dari total ekspor non migas. Dimana estimasi kontribusi penerimaan pajak dari industri kelapa sawitsebesar Rp 14 – 20 triliun per tahun. “Kelapa Sawit merupakan komoditas minyak dunia dengan produktivitas lahan yang paling baik dibandingkan minyak nabati lainnya. Sehingga kelapa sawit menjadi pilihan paling sustainable dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia yang semakin bertumbuh,” tutur Yusa, dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta. Dimana, setiap tahun demand dan supply minyak nabati global rata-rata tumbuh masing-masing di level 8,5 juta ton dan 8,2 juta ton. Sebagai komoditas yang paling produktif, minyak sawit berkontribusi rata-rata 42% dari total supply minyak nabati dunia. Kedepan, tutur Yusa, pihaknya akan mendorong Palm Oil for Renewable Energy: Next Program, yakni melibatkan petani dalam rantai pasok biodiesel sawit. Selain pengembangan biodiesel dengan teknologi esterifikasi yang menghasilkan Fatty Acid Methly Ester (FAME), juga sedang dikembangkan biodiesel berbasis hidrogenasi atau kerap disebut biohidrokarbon, yang bisa menghasilkan green diesel, green gasoline, dan green fuel jet (Avtur). Pengembangan ini akan melibatkan petani dan akan menggunakan teknologi yang bisa diimplementasikan dengan skala tidak besar dan menguntungkan petani kelapa sawit. “Kita perlu mendorong program yang bermanfaat bagi petani yang memang membutuhkan,” kata Yusa. Saat ini pengembangan itu masuk dalam program Industrial Vegetable Oil (IVO), dimana pilot project yang dilakukan berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Program ini hasil kerjasama dengan Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI), PT Kemurgi Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

https://www.infosawit.com/news/11281/mendorong-petani-sawit-turut-dalam-rantai-pasok-mandatori-biodiesel

 

 

Tempo.co.id | Kamis, 16 September 2021

Peneliti ITB Ungkap Keunggulan Bioavtur Indonesia dari Minyak Sawit

Uji bioavtur buatan Indonesia di penerbangan menggunakan pesawat CN235-220, pesawat uji milik PT Dirgantara Indonesia, diklaim berjalan mulus. Mesin pesawat bisa menerima avtur yang dicampur 2,4 persen minyak dari sawit tersebut. “Kelebihan bahan bakar cair dari nabati, kita tidak perlu infrastruktur baru dan mengubah engine,” kata dosen dan periset dari Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung (ITB), Iman Kartolaksono Reksowardojo, Rabu 15 September 2021. Iman menjelaskan, konversi atau perubahan sumber energi pada moda transportasi biasanya menimbulkan rekayasa baru atau penambahan infrastruktur. Dia mencontohkan pada konversi energi baru seperti gas dan listrik pada mobil yang selama ini mengandalkan bahan bakar minyak dari fosil. Konsepnya, kata Iman, setiap mesin moda transportasi dirancang untuk bahan bakar tertentu. Jika ada ketidaksesuaian, mesin harus diubah atau dibuat baru, atau energi barunya disesuaikan dengan rancangan mesin atau bahan bakar sebelumnya. “Mesti dilihat karakternya, kimia atau fisik energi barunya sama atau tidak, kemudian diuji,” ujarnya. Pada energi baru dari tanaman seperti bioavtur untuk pesawat terbang, Iman menerangkan, rekayasa dilakukan pada minyak hasil olahan sawit atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO). Karena pesawat terbang berisiko tinggi, RBDPKO itu harus diolah agar sama persis sifat, unsur kimia, dan bentuk fisiknya seperti avtur yang dari fosil atau Jet-A1. Unsur karbon minyak dari sawit dengan avtur, menurut dia, cocok dengan mesin pesawat terbang. Prosesnya menjadi bioenergi seperti membuang kandungan oksigen di minyak dari sawit.

Kepala Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis ITB, Subagjo, mengatakan, bioavtur J2.4 diproduksi unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) di kilang Pertamina RU IV Cilacap. Produksinya dilakukan dengan co-processing, yaitu dengan mengolah bersama RBDPKO dengan fraksi kerosin. Campuran itu diumpankan ke dalam reaktor TDHT yang didalamnya terisi katalis hasil pengembangan bersama tim riset teknologi dan inovasi Pertamina dengan Pusat Rekayasa Katalisis ITB. “Di dalam reaktor TDHT ini katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi penyingkiran oksigen dari minyak nabati hingga menghasilkan biokerosin,” ujar Subagjo, Kamis pekan lalu. Dengan hasil pengolahan itu, kata Iman lagi, mesin pengguna bioavtur tidak perlu perawatan khusus melainkan diperiksa berkala seperti biasanya. Sementara ini, bioavtur buatan Indonesia baru diuji terbang oleh pesawat CN235-220 milik PT Dirgantara Indonesia yang tergolong wahana militer. Jika untuk konsumsi maskapai penerbangan sipil maka perlu diuji lagi. “Nanti otoritasnya beda lagi, prosedurnya ketat juga,” katanya. Tujuan pengujian bioavtur pada pesawat maskapai itu meyakinkan konsumen. Walaupun sebenarnya, kata Iman, bioavtur bukan isu lagi karena pesawat maskapai luar negeri telah memakainya.

https://tekno.tempo.co/read/1507056/peneliti-itb-ungkap-keunggulan-bioavtur-indonesia-dari-minyak-sawit/full&view=ok