Fenomena Ayam atau Telur Program Bioetanol

| Berita
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Investor Daily Indonesia | Selasa, 5 September 2023

Fenomena Ayam atau Telur Program Bioetanol

Fenomena ayam atau telur, mana yang lebih dahulu, terjadi pada pengembangan bioetanol di dalam negeri. Sejatinya bensin dicampur etanol, bahan bakar nabati dari tetesan tebu, sudah dicanangkan sejak 2015. Namun ketersediaan pasokan dan industri yang menyerap menjadi dua hal yang terus dibahas sehingga program bioetanol lambat. Sewindu berselang, nampak titik terang implementasi bioetanol dengan peluncuran produk Pertamax Green 95 pada akhir Juli 2023 . PT Pertamina (Persero) kembali melakukan terobosan dengan mencampur etanol dengan bensin oktan 90, atau yang dikenal Pertalite. Rencananya pada tahun depan sebanyak 32,68 juta kilo liter (KL) Pertalite dilarutkan dengan etanol sekitar 2,29 juta KL. Langkah ini dinilai mampu memacu gairah industri etanol nasional, menekan impor BBM dan emisi karbon. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengapresiasi rencana tersebut. Namun dia mengungkapkan kapasitas etanol dalam negeri saat ini sekitar 40 ribu KL. Dia menerangkan kebun-kebun tebu di Jawa Timur tengah diupayakan dengan teknologi dari Brazil guna menggenjot produksi etanol. Pemerintah pun melihat potensi pengembangan kebun tebu di wilayah Papua. “Dulu katanya bibit tebu itu asalnya dari Papua, pindah ke Portugis, baru ke Brazil. Nah sekarang balik ke habitatnya. Kalau sudah kembali ke habitatnya, bisa enggak kita optimalkan itu? Jadi, nah kalau sudah [masif produksi] etanol nanti kita kayak Brazil,” kata Arifin di Jakarta, akhir pekan lalu. Keterbatasan pasokan etanol memuat Pertamax Green 95 dijual hanya pada 17 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Jakarta dan Surabaya. Bensin “hijau” itu campuran antara Pertamax dengan oktan 92 dengan etanol sebanyak 5%. Kombinasi kedua bahan bakar tersebut mendongkrak oktan menjadi 95. Berdasarkan data Pertamina, penjualan Pertamax Green 95 hingga 27 Agustus 2023 sebanyak 170.392 liter. Kali pertama diluncurkan, bensin ramah lingkungan ini dibandrol Rp 13.500 per liter. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan Pertamax Green 95 menjadi upaya dalam mengakhiri polemik “ayam atau telur”. Pertamina memilih untuk segera menyerap etanol agar industri bahan bakar tebu itu bergairah. Langkah Pertamina pun terus melaju dengan rencana pencampuran Pertalite dengan etanol meningkatkan nilai oktan menjadi 92. Nama produk teranyar itu pun sudah digagas yakni Pertamax Green 92. Bahkan Nicke menyebut pada tahun depan Pertamina lebih unggul daripada komptetitor lantaran memasarkan dua bensin ramah lingkungan. “Tahap pertama program Langit Biru menaikan BBM oktan 88 jadi 90 ini kita lanjutkan tahap dua, kita naikan dari Ron 90 jadi 92 karena aturan KLHK oktan number yang boleh dijual miniumum oktan 91 ini sudah pas dari aspek lingkungan bisa menurunkan karbon emisi, kedua mandatori etanol ini bioenergi bisa kita penuhi serta menurunkan impor gasoline,” ujarnya. Nicke menyadari ambisi Pertamina memasarkan bensin “hijau” terbentur dengan pasokan etanol. Dia kemudian menawarkan solusi dengan mendatangkan pasokan etanol dari luar negeri sembari menunggu peningkatan produksi etanol nasional. “Kami perlu dukungan dari pemerintah, pembebasan bea cukai. Sampai dengan investasi bioetanol itu jadi maka kita impor dulu. Tapi itu tidak masalah karena kita impor gasoline. Tinggal mengganti saja impor gasoline dengan etanol which is emisi lebih baik. Sementara kita belum memenuhi produksi dalam negerinya, kita minta pembebasan dari pajak impornya,” ujarnya. Dikatakannya bioetanol merupakan bagian dari transisi energi. Menurutnya kebijakan yang terintegrasi dari hulu ke hilir menciptakan efek berganda diantaranya penyerapan tenaga kerja. “Karena kita sangat concern, setiap orang mengatakan, transisi energi, no one left behind. Ini enggak mungkin kalau tidak kita rencanakan dari hulu ke hilir, maka untuk Indonesia sebagai negara agraris, yang punya tenaga kerja yang banyak 283 juta orang, maka bioenergi kalau didorong ini akan menyerap tenaga kerja yang banyak, sekaligus mengurangi emisi, sekaligus bisa menurunkan impor,” tuturnya. Hilirisasi bioetanol berbasis tebu membuka peluang menciptakan ketahanan energi. Presiden Joko Widodo mengharapkan program bioetanol dapat berjalan sesuai rencana, dimulai dari pencampuran etanol 5% atau disebut E5, kemudian meningkat E10, E20 dan seterusnya. “Jika kita bisa menyiapkan 700 ribu hektar, kita bisa mandiri, kita akan swasembada gula dalam lima tahun ke depan dan sekarang kita baru 180 ribu hektar,” ujar Jokowi.

Kontan.co.id | Selasa, 5 September 2023

Masih Kecil, Kalimantan Timur Akan Genjot Pemakaian Energi Baru Terbarukan

Penyediaan energi hijau baik secara nasional maupun regional terus bergulir dalam beberapa tahun terakhir. Selain mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang, Pemerintah Indonesia punya komitmen mencapai Net Zero Emission pada 2060 mendatang. Kalimantan Timur termasuk salah satu wilayah yang memiliki komposisi energi fosil dan nonfosil beragam. Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Kementerian PPN/Bappenas Rachmat Mardiana mengatakan, dalam upaya mendorong pembangunan berkelanjutan, salah satu fokus utama yakni dengan mempertimbangkan dampak pada lingkungan. Menurutnya, Kalimantan secara umum memiliki potensi sumber energi yang tergolong besar. “Kalimantan memiliki potensi batubara yang besar, di sisi lain ada potensi besar hidro di kawasan Kalimantan Utara. Juga ada potensi biomassa yang bisa dimanfaatkan ke depan,” kata Rachmat dalam Gelaran Jelajah Energi Kaltim 2023, Selasa (5/9). Rachmat menjelaskan, pengembangan EBT melalui skema ekonomi hijau dan ekonomi biru dapat menjadi peluang untuk menggerakan ekonomi baru di Kalimantan. Merujuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Kementerian PPN/Bappenas, permintaan atau konsumsi listrik secara khusus untuk Kalimantan Timur pada 2021 mencapai 963 kWh per kapita. Dari jumlah tersebut, sebesar 1,6% dipenuhi dari porsi kapasitas pembangkit listrik terbarukan. Seiring rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, peranan energi hijau dinilai kian memegang peranan penting ke depannya. Analis Kebijakan Ahli Muda Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur Sonny Widyagara Nadar menyebutkan, pembangkit listrik wilayah Kalimantan Timur masih didominasi pembangkit fosil. Merujuk data Dinas ESDM Kalimantan Timur, porsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mencapai 17 unit dengan total kapasitas mencapai 835 MW. Kemudian disusul Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebanyak 6 unit dengan kapasitas 282 MW lalu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebesar 233 MW. Adapun, pembangkit berbasis energi terbarukan yang telah terhubung ke jaringan PLN masih berskala kecil. Salah satu tantangannya yakni biaya investasi yang tinggi serta sifat intermittent pembangkit EBT atau proses produksi listrik yang masih terputus-putus. Kata Sonny, pihaknya memiliki target untuk meningkatkan bauran EBT Kalimantan Timur mencapai 12,39% pada 2025 mendatang. “Bauran EBT saat ini (2022) mencapai 7,24%. Kita banyak terbantu program B30 dan sekarang ada program B35,” jelas Sonny dalam kesempatan yang sama. Menurutnya, jika pemanfaatan B30 maupun B35 dieliminisir dari kategori EBT maka raihan bauran EBT Kaltim masih sangat rendah. Tercatat, potensi EBT di Kalimantan TImur tergolong cukup besar. Jika dirinci, potensi PLTA mencapai 2.118,80 MW, PLTM dan PLTMH mencapai 3.112 KW, PLTS mencapai 13.479 MW, PLTB mencapai 212 MW serta potensi bioenergi secara total 1.086,14 MW. Asal tahu saja, bauran energi Kalimantan Timur pada 2015 secara total mencapai 8,93 Million Tonne Of Oil Equivalent (MTOE). Dari jumlah tersebut, energi minyak mengampit porsi paling besar mencapai 67,71% lalu disusul dengan energi gas sebesar 24%. Selanjutnya, batubara menyumbang sekitar 5,16% dari total kebutuhan yang ada. Selanjutnya porsi EBT mencapai 3,13%. Nantinya, pada 2025 mendatang konsumsi energi Kalimantan Timur diprediksi mencapai 11,8 MTOE dimana porsi minyak berangsur turun mencapai 50,15%, porsi gas meningkat menjadi 25%, porsi batubara turut meningkat mencapai 12,24% dan bauran EBT meningkat hingga 12,39%.

https://industri.kontan.co.id/news/masih-kecil-kalimantan-timur-akan-genjot-pemakaian-energi-baru-terbarukan