Jika B40 Diterapkan, Pasokan CPO untuk Minyak Goreng Aman?

| Berita
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kumparan.com | Senin, 1 Agustus 2022

Jika B40 Diterapkan, Pasokan CPO untuk Minyak Goreng Aman?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menguji program Biodiesel 40 (B40), yakni penambahan komposisi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 40 persen ke dalam bahan bakar minyak. Dengan begitu, program B40 akan membutuhkan lebih banyak CPO. Di sisi lain, CPO juga merupakan bahan dasar untuk produksi minyak goreng. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menjelaskan penerapan B40 harus diikuti dengan meningkatkan produksi CPO. Dengan begitu pasokan CPO untuk produksi minyak goreng tetap terjaga. “Yang paling memungkinkan supaya tidak terjadi persaingan antara pangan vs energi yaitu dengan meningkatkan produktivitas utamanya produktivitas kebun masyarakat, utamanya dengan replanting,” kata Eddy kepada kumparan, Senin (1/8). kelapa sawit sama baiknya dengan industri biodiesel maupun industri pangan. Ia juga mengatakan, kondisi kebun sawit rakyat saat ini banyak yang harus di-replanting sebab banyak tanaman yang sudah tua dan bibit yang digunakan bukan bibit unggul. “Replanting kan relatif masih baru dimulai, jadi belum terlihat hasilnya. Tetapi upaya itu harus dilakukan kalau tidak bukannya produksi naik, yang terjadi nanti akan stagnan bahkan terjadi penurunan,” ujarnya.

Produksi CPO dan Konsumsi untuk Biodiesel

 

Kementerian ESDM menghitung, apabila B40 diterapkan setidaknya memerlukan peningkatan produksi CPO hingga 3 juta ton. Adapun dari data Gapki, produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) tiga tahun terakhir justru menurun. Pada 2019, produksi CPO dan PKO mencapai 51,83 juta ton. Turun menjadi 51,58 juta ton pada tahun 2020. Kemudian turun lagi menjadi 51,3 juta ton pada 2021. Untuk tahun 2022, produksi CPO dan PKO hingga April mencapai 16,47 juta ton. Dari produksi tersebut, alokasi konsumsi untuk biodiesel jumlanya meningkat signifikan. Pada tahun 2019 konsumsi CPO untuk biodiesel mencapai 5,8 juta ton, naik menjadi 7,2 juta ton pada rahun 2020 dan naik lagi menjadi 7,3 juta ton pada 2021. Untuk tahun ini, konsumsi CPO untuk biodiesel hingga April 2022 mencapai 2,8 juta ton. Sementara konsumsi untuk industri pangan terpantau mengalami naik turun. Pada tahun 2019 konsumsi CPO untuk pangan mencapai 9,8 juta ton, turun menjadi 8,4 juta ton pada 2020. Kemudian naik menjadi 8,9 juta ton pada tahun 2021. Untuk tahun ini, konsumsi CPO untuk industri pangan hingga April mencapai 2,5 juta ton. Lebih sedikit dibanding biodiesel.

Berdampak pada Volume Ekspor CPO

Eddy menjelaskan, penambahan kebutuhan CPO untuk biodiesel dipastikan akan berdampak pada penurunan volume ekspor CPO. “Setelah moratorium praktis tidak ada izin baru untuk perusahaan, produksi di sekitar 50 juta ton. Kalau ada penambahan kebutuhan untuk biodiesel sudah pasti yang harus dikurangi adalah ekspor,” kata Eddy. Konsekuensi penurunan volume ekspor CPO itu juga diperhitungkan oleh Kementerian ESDM. Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan penerapan B40 tanpa adanya peningkatan produksi CPO berakibat penurunan volume ekspor. “Begitu nanti misal kita tingkatkan jadi B40 kalau tidak diikuti produksi sawit ini akan mengurangi volume ekspor,” kata Dadan.

https://kumparan.com/kumparanbisnis/jika-b40-diterapkan-pasokan-cpo-untuk-minyak-goreng-aman-1yZlVu7DutH/full

 

Medcom.id | Senin, 1 Agustus 2022

Rekomendasi Teknis Biosolar B40 Diharapkan Keluar Akhir Tahun

Pemerintah terus meningkatkan program biosolar, dari B30 ke B40, untuk kendaraan bermotor dengan mesin diesel. Langkah strategis ini dihadirkan demi menjalankan rencana pemanfaatan energi alternatif dan mencapai B100. “Indonesia merupakan salah satu negara pionir dalam pemanfaatan biodiesel. Kita jangan hanya berhenti di B30, sehingga dengan hal tersebut kita bisa meminimalisir defisit neraca keuangan kita, karena kita tahu minyak fosil kita sudah mulai berkurang,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif, melalui situs resmi Kementerian. Lebih lanjut, ia menjelaskan sebelum implementasi program B40, diperlukan serangkaian pengujian untuk mengetahui kualitas dari produk B40. Oleh sebab itu, pihak kementerian kemudian melakukan uji jalan penggunaan bahan bakar B40 di Jakarta, pada Rabu (27-7-2022). “Road test (uji jalan) ini merupakan rangkaian akhir dari pengujian sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan B40 dan menjamin pemanfaatan biodiesel bisa berjalan dengan baik,” imbuh Arifin. Adapun hasil dari uji jalan B40, beber Arifin, diharapkan telah selesai pada akhir tahun 2022 ini dan bisa menghasilkan rekomendasi teknis untuk kebijakan implementasi B40. Sementara itu dalam laporannya, Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana merinci kendaraan yang akan melakukan uji jalan berjumlah 12 unit kendaraan. “Terdiri dari 6 unit kendaraan mesin diesel yang beratnya di bawah 3,5 ton dengan target harian jarak tempuh 560 KM dan total 50.000 KM, kemudian 6 unit kendaraan mesin diesel di atas 3,5 ton dengan target harian jarak tempuh mencapai 400 KM dan total 40.000 KM,” urai Dadan. Lebih lanjut, Dadan menjelaskan Pengujian yang akan dilaksanakan selama uji jalan B40 antara lain penanganan dan analisis konsumsi bahan bakar, pengujian kualitas-mutu bahan bakar dan pelumas, pengujian kinerja pada chassis dynamometer, pengujian merit rating komponen kendaraan, serta pengujian stabilitas kendaraan. Sebagai informasi, uji jalan B40 ini dikoordinatori oleh Ditjen EBTKE dan dilaksanakan oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi “Lemigas” dengan melibatkan Balai Besar Survei dan Pengujian KEBTKE serta Badan Riset dan Inovasi Nasional melalui pendanaan dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan melibatkan Kemenko Perekonomian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, PT. Pertamina (Persero), PT. Kilang Pertamina Internasional dan PT. Pertamina Patra Niaga.

https://www.medcom.id/otomotif/mobil/xkEjqrxK-rekomendasi-teknis-biosolar-b40-diharapkan-keluar-akhir-tahun?p=all

 

Kompas.com | Senin, 1 Agustus 2022

Toyota Pertahankan Mesin Diesel, Siap Minum Biosolar

Banyak pabrikan berlomba-lomba untuk menekan emisi yang dihasilkan kendaraannya. Salah satu emisi yang tinggi, dihasilkan oleh mesin diesel. Tak heran jika banyak yang menduga mesin ini tak lama lagi akan ditinggalkan. Sebagian pabrikan mulai beralih ke elektrifikasi, baik hybrid maupun full electric. Tapi, Toyota punya pandangan lain soal mesin diesel. Pabrikan asal Jepang tersebut belum menyerah dengan mesin penenggak solar tersebut. Dikutip dari Carscoops.com, Senin (1/8/2022), Toyota akan bergabung dengan Stellantis untuk mengembangkan jenis bahan bakar baru, yakni HVO100. Bahan bakar ini tidak menggunakan minyak fosil, melainkan 100 persen sumber terbarukan. HVO sendiri merupakan singkatan dari ‘Hydrated Vegetable Oil’. Disebutkan bahwa bahan bakar ini dapat diproduksi dari minyak nabati atau bahkan minyak jelantah. Tidak jauh berbeda dari biosolar yang sudah dikenalkan di Indonesia. Meski demikian, jenis bahan bakar yang baru ini sudah memenuhi standar kualitas di Eropa, yakni EN 15940 untuk diesel parafin. HVO100 juga diklaim memiliki angka setana yang lebih tinggi dan kandungan sulfur atau belerangnya lebih rendah dibandingkan solar biasa. Tapi, agar mesin diesel Toyota kompatibel dengan HVO100 yang kurang padat dibandingkan diesel, Toyota harus melakukan penyesuaian pada sistem injeksi bahan bakar untuk meningkatkan volume bahan bakar. Toyota menyebutkan bahwa dengan menggunakan HVO100, konsumen tidak perlu melakukan tindakan khusus. Selain itu, performa yang dihasilkan juga tak jauh berbeda dengan solar biasa. Hanya output mesin yang mengalami sedikit peningkatan, tapi tidak dijelaskan secara detail oleh Toyota. Saat ini, sudah cukup banyak pompa bahan bakar yang memasok HVO100 di Eropa, mulai Belgia, Denmark, Finlandia, Estonia, Latvia, Lithuania, Belanda, Norwegia, hingga Swedia. Toyota pun yakin produksinya akan meningkat seiring dengan bertambahnya permintaan. Selain mengembangkan kendaraan elektrifikasi, Toyota diketahui juga fokus dalam mengembangkan bahan bakar alternatif, seperti bahan bakar hidrogen atau bahan bakar netral karbon. Tujuannya tentu agar mesin pembakaran internal tetap hidup lebih lama.

https://otomotif.kompas.com/read/2022/08/01/180100615/toyota-pertahankan-mesin-diesel-siap-minum-biosolar