Kontribusi Sawit Terhadap Emisi CO2 dan Konversi Kawasan Hutan Terbesar di Dunia, Kata Siapa?

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Warta Ekonomi | Kamis, 2 April 2020

Tak kenal lelah, tuduhan Uni Eropa terhadap sektor industri kelapa sawit masih terus berlanjut bahkan sudah melibatkan regulasi. Sejak awal 2019 lalu, parlemen Uni Eropa melalui kebijakan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/RED II) mewajibkan negara-negara di kawasan Uni Eropa untuk memenuhi 32 persen dari total kebutuhan energinya menggunakan sumber energi terbarukan pada 2030 mendatang. Dalam kebijakan tersebut, terdapat aturan pelaksanaan teknis atau Delegated Act yang berisi kriteria ILUC (Indirect Land Use Change). ILUC merupakan metode yang digunakan Uni Eropa dalam RED II untuk menentukan besar atau kecilnya risiko yang disebabkan tanaman minyak nabati terhadap alih fungsi lahan dan deforestasi. Kabar buruknya, dalam hitungan ILUC tersebut, minyak sawit dianggap memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya kerusakan lahan dan deforestasi global. Hitungan tersebut makin menguatkan tuduhan Uni Eropa terhadap minyak sawit yang memiliki kontribusi yang besar terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca karbondioksida (CO2) di atmosfer bumi. Faktanya, sektor industri nonperkebunan kelapa sawit yang berkembang di negara-negara maju lainnya seperti sektor transportasi, pertambangan, dan manufaktur lebih boros menggunakan energi bahan bakar fosil dan ditengarai berperan lebih besar dalam mengotori udara di bumi. Our World in Data mencatat lima negara sebagai penyumbang emisi gas CO2 terbesar berturut-turut yakni China 27 persen; Amerika Serikat 18 persen; Uni Eropa 9,8 persen; India 6,4 persen; dan Rusia 4,7 persen terhadap emisi CO2 global. Sementara, Indonesia hanya berkontribusi sekitar 1 persen terhadap emisi gas CO2 dunia. Tidak hanya itu, jika dilihat dari perubahan kawasan hutan menjadi areal pertanian dan perkebunan antara Indonesia dengan negara lain selama periode 2000–2005, Indonesia hanya menggunakan kawasan hutan seluas 35 ribu km2. Kawasan hutan tersebut digunakan untuk memenuhi pengembangan wilayah akibat adanya pemekaran kabupaten dan provinsi. Sementara itu, lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit hanya sekitar 14,3 juta hektare yang dikuasai oleh rakyat, pemerintah, dan swasta. Sebagian besar dari lahan sawit tersebut berasal dari lahan tutupan bukan hutan atau semak belukar, padang ilalang, dan lahan tidur yakni sekitar 1,8 juta km2. Sementara itu, Rusia menggunakan tutupan kawasan hutan seluas 144 ribu km2 dari land area yang dimiliki seluas 16,3 juta km2. Demikian pula dengan Brazil, dalam periode yang sama telah menggunakan kawasan tutupan hutan seluas 164 ribu km2 dari land area yang dimiliki seluas 8,4 juta km2. Dengan demikian, sangat jelas bahwa penggunaan kawasan hutan oleh Indonesia masih dalam takaran normal dan bukan didominasi untuk perluasan lahan kelapa sawit.

https://www.wartaekonomi.co.id/read279327/kontribusi-sawit-terhadap-emisi-co2-dan-konversi-kawasan-hutan-terbesar-di-dunia-kata-siapa