MP Tumanggor: Saat Ini, B30 Cukup Memadai, Jangan Buru-buru!
Wartaekonomi.co.id | Kamis, 18 Februari 2021
MP Tumanggor: Saat Ini, B30 Cukup Memadai, Jangan Buru-buru!
Sejak 2008, Pemerintah Indonesia sudah mengimplementasikan penggunaan biodiesel dengan kadar campuran 2,5 persen minyak sawit. Mengingat potensinya yang cukup besar, pemanfaatan biodiesel terus dikembangkan secara bertahap hingga B40, B50, dan B100 nantinya. Terkait hal ini, Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), MP Tumanggor, mengatakan bahwa saat ini program biodiesel B30 sudah cukup memadai. Dia pun meminta agar tak buru-buru melangkah ke B40. “Saat ini, program biodiesel B30 sudah cukup memadai; jangan buru-buru ke B40. Dengan harga CPO yang tinggi, perlu dana Rp55 triliun, sedang dana BPDPKS diperkirakan hanya terkumpul Rp41 triliun. Jadi, sisanya Rp15 triliun dari mana? Karena itu, B30 saja dulu yang dijalankan,” kata Tumanggor. Dijelaskan Tumanggor, Aprobi beranggotakan 20 perusahaan dengan hanya sebagian kecilnya yang terintegrasi dengan perusahaan perkebunan. Sebagian besar perusahaan berdiri sendiri sehingga bahan baku didapat dengan membeli CPO dari PKS yang dimiliki perusahaan perkebunan yang bersangkutan. Kapasitas produksi seluruh anggota Aprobi adalah 12 juta ton. Perusahaan biodiesel membeli CPO dengan harga pasar yang tinggi seperti sekarang. “Sebenarnya, kita hanya tukang jahit saja dengan upah US$85/MT. Jadi, tidak benar kalau dana biodiesel yang triliunan kita nikmati,” kata Tumanggor. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan bahwa pemerintah akan mempertahankan B30, sementara B40 dari aspek teknis sudah dipelajari sehingga kalau dilaksanakan pun sudah siap. “Kita tidak akan buru-buru ke B40 melihat situasi teknis ada spesifikasi baru ke B40 dan B50. Kalaupun ke B40, nanti opsinya on-off ke B30 tergantung situasi,” katanya. Dadan juga menjelaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan mutu B30. Kementerian ESDM menjamin B30 yang sampai ke masyarakat tetap memenuhi standar kualitas. Perlu diketahui, kebijakan biodiesel ini sudah berjalan 15 tahun dan telah memberikan dampak terhadap penurunan impor solar, penghematan devisa, serta harga CPO dan TBS yang stabil bahkan cenderung baik sehingga petani juga turut menikmati. Sepanjang tahun 2021, diperkirakan serapan B30 mencapai 9,2 juta kiloliter atau setara dengan kebutuhan produksi di 2,5 juta hektare kebun sawit.
BERITA BIOFUEL
CNBCIndonesia.com | Kamis, 18 Februari 2021
Kini Baru 11,3%, RI Targetkan Energi Bersih 27% di 2035
Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2035 bisa mencapai 27% dan 2050 bahkan akan meningkat lagi menjadi 31%. Padahal saat ini, bauran energi baru terbarukan disebut baru mencapai 11,3%. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan upaya pemerintah mendorong bauran energi baru terbarukan ini tidak terlepas dari komitmen global dalam membatasi kenaikan suhu berkisar 1,5 derajat. “Pemerintah menargetkan EBT 23% pada 2025, dan saat ini proporsi baru 11,3% dari bauran energi total,” paparnya dalam webinar, Kamis (18/02/2021). Untuk mendorong percepatan pencapaian target, pemerintah akan terus melanjutkan sejumlah kebijakan pemanfaatan EBT, antara lain melalui substitusi energi final primer dengan memanfaatkan teknologi yang ada untuk program pencampuran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) sebesar 30% ke dalam solar atau dikenal dengan program biodiesel 30% (B30). Kedua, melakukan substitusi energi primer fosil, yakni mengonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Ketiga, meningkatkan kapasitas EBT, fokus pada pengembangan pembangkit listrik tenaga surya dan pemanfaatan EBT non listrik. Dan terakhir, mempercepat pengembangan baterai untuk kendaraan listrik. Dengan kebijakan-kebijakan ini, pada 2035 proporsi energi bersih menurutnya akan mencapai 27% atau 48 GW. Menurutnya ini juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca 370 juta ton CO2 dan mendorong industri membuat produk yang ramah lingkungan. “Dengan kebijakan ini, pada 2035 proporsi energi bersih 27% atau 48 GW yang akan kurangi emisi gas rumah kaca 370 juta ton,” jelasnya. Menurutnya, Indonesia diberkahi dengan berbagai sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mencapai 417 giga watt (GW), namun pemanfaatannya baru 2,5%. EBT berperan penting tidak hanya untuk menyikapi perubahan iklim, namun juga menciptakan masa depan yang berkelanjutan. “Indonesia juga berkomitmen mengurangi gas rumah kaca 29% dari business as usual. Kami komitmen kurangi gas rumah kaca 300 juta ton pada 2030,” ujarnya. Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan capaian bauran energi RI sudah mencapai 11,5%. Padahal pada 2025 bauran EBT ditargetkan mencapai 23%.
Kompas.com | Kamis, 18 Februari 2021
Perusahaan Ini Kembangkan Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Berbagai inovasi dan upaya terus dilakukan untuk mencari berbagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT) demi mengurangi ketergantuntan penggunaan energi fosil. Biodiesel menjadi salah satu jenis EBT yang telah diterapkan di Indonesia. Saat ini telah mencapai Biodiesel 30, yaitu pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Saat ini, komoditas utama yang digunakan untuk membuat biodiesel adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Namun ternyata, selain CPO terdapat tanaman lain yang berpotensi untuk menjadi bahan baku biodiesel, salah satunya adalah jarak pagar, dengan memanfaatkan kandungan minyak dari biji.
Biji jarak pagar pun mengandung rendemen minyak nabati sebesar 35 sampai 45 persen. PT New Eco Energy Indonesia (NEEI-One), menjadi perusahaan yang menghasilkan produk Biodiesel Jarak Nusantara. NEEI-One menyampaikan, produksi biodiesel jarak pagar membutuhkan biaya sekitar Rp 6.500 per liter dan kedepannya bisa ditekan menjadi sekitar Rp 5.000 per liter. CEO New Ecology Energy Indonesia Muhammad Hafnan mengatakan, pihaknya menggunakan teknologi Nanomizer, yang membuat Biodiesel Jarak menjadi lebih bersih karena teknologi ini mengurangi emisi gas Nitrogen Oxida (NOX). Teknologi Nanomizer juga akan mengurangi konsentrasi methanol pada bahan bakar Biodiesel lebih dari 20 persen, sehingga membuat mesin lebih tahan terhadap korosi. Ia mengatakan, satu hektar lahan jarak pagar dapat menghasilkan 12.500 liter atau 12.5 kiloliter (kl) minyak jarak, atau hasil akhirnya 12.5 kl bahan bakar Nano Biodiesel Jarak Nusantara per tahun atau sekitar 34 liter per hari. Menurut hasil analisa biaya dan profit oleh NEEI, harga biodiesel jarak adalah harga minyak jarak, yakni Rp 6.000 ditambah ongkos pengolahan Rp 1.000 per liter, sehingga harganya menjadi Rp 7.000 per liter atau Rp 6.000 per liter. “Dengan teknologi Nanomizer kami, harga itu dapat berkurang sekitar Rp 1.000 per liter sehingga harga Nano Biodiesel Jarak kami menjadi sekitar Rp 5.000 sampai dengan Rp 6.000 per liter,” ujar Hafnan dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2021).