Pemerintah menunda program B40, begini tanggapan Aprobi

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Pemerintah menunda program B40, begini tanggapan Aprobi

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda melanjutkan program mandatori biodiesel 30 persen (B30) menjadi biodiesel 40 persen (B40) di tahun ini. Penundaan tersebut lantaran adanya kenaikan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) akibat dampak dari pandemi Covid-19. Menanggapi hal tersebut, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan adanya penundaan program B40 tahun ini.  Pertama, terkait pertimbangan teknis. Saat ini pemerintah bersama dengan stakeholders yang meliputi Litbang ESDM, Pertamina, Aprobi, Gaikindo dan lainnya masih melakukan pengkajian lebih lanjut untuk bahan baku B40.  “Untuk saat ini masih dilakukan penelitian mana campuran bahan yang paling baik untuk B40 apakah 10% harus di campur dengan destilasi biodiesel atau bahan biohidrokarbon yang saat ini diupayakan Pertamina,” kata Paulus saat dihubungi KONTAN, Rabu (3/2).  Kedua yakni faktor penyediaan kapasitas B40. Paulus mengatakan, saar ini kapasitas pabrik biodiesel hanya sekitar 1,6 juta kiloliter. Sehingga, apabila ada pertimbangan campuran bahan lain sekitar 10% baik dari destilasi biodiesel maupun biohidrokarbon maka Aprobi perkirakan akan membutuhkan kapasitas pabrik  3 juta hingga 4 juta kiloliter.  “Yang kita punya hanya kapasitas 1,6 juta kiloliter itu juga untuk kapasitas biodiesel kita. Artinya bukan tambahan ya memang kita sudah ada kapasitasnya namun belum cukup di tahun ini. Untuk membangun pabrik saja membutuhkan waktu 7 bulan sampai 1 tahun, belum lagi dana dan lain-lain,” katanya.  Ketiga yakni pertimbangan untuk kecocokan B40 pada setiap mobil-mobil. Menurutnya, sampai saat ini belum ada result atau hasil yang paling baik terkait kecocokan B40 pada kendaraan mobil. Adapun faktor Keempat yakni pertimbangan harga B40.  “kalau menggunakan B40 dengan campuran destilasi biodiesel maupun biohidrokarbon 10% pasti harganya beda dan pastinya akan lebih tinggi sehingga harus kita perhitungkan juga,” tambahnya.  Sementara itu, Paulus juga menyebutkan bahwa pihaknya telah memperhitungan adanya faktor pengembangan mobil listrik di Indonesia. Namun pihaknya tak khawatir dengan faktor tersebut, sebab segmen kendaraan yang menggunakan B40 terutama adalah truk.  “Ada juga perhitungan karena adanya mobil listrik di Indonesia tapi B40 ini kebanyakan untuk truk-truk jadi kita tidak terlalu khawatir. Adapun juga luar negeri terutama di Eropa dan China sangat butuh biodiesel,” ujarnya.  Untuk itu, dengan adanya faktor-faktor tersebut, ia memastikan pertimbangan itu akan segera di selesaikan tahun ini. “Sehingga apabila bisa dituntaskan maka proyeksinya tahun depan akan berjalan program B40,” tutupnya.

https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-menunda-program-b40-begini-tanggapan-aprobi

Globalplanet.news | Rabu, 3 Februari 2021

Bicara Sawit Berarti Kedaulatan Rakyat

Jika ada yang menyebutkan bahwa industri perkebunan kelapa sawit hanya terkait dengan kelompok pengusaha, maka dipastikan pendapat itu keliru. Sebab, sesungguhnya bicara soal sawit adalah bicara tetang kedaulatan rakyat, termasuk petani sawit. “Kalau kita paham tentang perkebunan kelapa sawit, maka kita akan tahu kalau perkebunan sawit sangat terkait erat dengan rakyat. Kini, lebih dari 41 persen perkebunan sawit di Indonesia dikelola para petani sawit, bisnis sawit adalah bisnis rakyat kecil, kata mantan Menteri Pertanian, Bungaran Saragih, Selasa (2/2/2021) sore. Hal itu dikatakan Prof Bungaran saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar melalui aplikasi Zoom yang digelar oleh The Jakarta Consulting Group, JCG CALM (Communication, Advocacy, Lobbying, Mediation).  Sejumlah tokoh dan pembicara juga hadir di acara webinar yang dihadiri sekitar 77 peserta tersebut seperti Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, tokoh senior GAPKI Provnsi Sumatera Selatan. Lalu, Dubes RI di Tiongkok Djauhari Oratmangun, pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari Sahala Panggabean.  Hadir juga Prof AB Susanto chairman JCG yang merupakan seorang cendekiawan sekaligus pengusaha sukses, Deputi Eksekutif Direktur Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Coutries (CPOPC) DR Dupito Simamora, Master Parulian (MP) Tumanggor dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), pembicara dari CPOPC adalah Dupito Simamora dan lainnya. Webinar itu dimoderatori oleh mantan Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Gamal Naser. Kata Bungaran, selepas proses nasionalisasi perusahan-perusahaan perkebunan Belanda yang dilakukan oleh Presiden Soekarno, pembangunan industri perkebunan di Indonesia, termasuk kelapa sawit, mulai dilakukan. Tetapi seiring perkembangan, muncul kritikan kalau perkebunan sawit hanya menguntungkan pengusaha dan kritikan itu didengar oleh Presiden Soeharto. Lalu, ujarnya, pada dekade 1980-an Presiden Soeharto mencanangkan program kemitraan antara perusahaan dan petai sawit melalui Program Inti Rakyat (PIR), serta berbagai skema lainnya. “Dan pengembangan perkebunan inti rakyat (PIR) atau kemitraan dengan perusahaan sawit adalah jawaban atas kritikan yang menyebutkan perkebunan sawit hanya dinikmati pengusaha, bukan rakyat,” ujar Bungaran.  Bahkan, ungkap Bungaran, Bank Dunia sempat memberikan bantuan dana terhadap pengembangan perkebunan sawit di tingkat masyarakat. Namun ternyata bantuan Bank Dunia itu, ujar Bungaran, membuat industri sawit nasional menjadi besar dan menjadi ancaman bagi industri minyak kedelai atau soya bean negara-negara Eropa. “Kalau saat ini industri perkebunan sawit kita membesar, ya itu karena merespon perkembangan pasar yang semakin meminati minyak sawit,” tegas Prof Bungaran Saragih.

http://www.globalplanet.news/berita/32222/bicara-sawit-berarti-kedaulatan-rakyat

BERITA BIOFUEL

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Program B40 ditunda, ini dampaknya bagi Sampoerna Agro (SGRO)

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda melanjutkan program mandatori biodiesel 30% (B30) menjadi biodiesel 40% (B40) di tahun ini. Menanggapi hal tersebut, Head of Investor Relations PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Michael Kesuma menilai keputusan pemerintah untuk menunda program B40 tahun ini tentu telah melalui pertimbangan yang mendalam. Menurutnya, lebih baik penunda program tersebut tahun ini dibandingkan eksekusi telah berjalan namun terganggu.  “Jika implementasinya dipaksakan sebelum platform maupun infrastrukturnya pendukung lainnya belum siap maka tentu akan berpengaruh pada reputasi negara,” katanya saat dihubungi KONTAN, Rabu (3/2).  Michael bilang, program B40 merupakan program biodiesel milik Indonesia yang akan menjadi sorotan besar di dunia.  Adapun, dengan adanya penundaan tersebut di tahun ini, SGRO menilai tentunya akan sangat berdampak dari adanya kebijakan penundaan.  Menurutnya, dampak tersebut salah satunya akan mempengaruhi tingkat permintaan atas komoditas sawit. “Sejauh ini kami masih belum produksi biodiesel namun sangat terdampak dari kebijakan biodiesel ini salah satunya tentu memengaruhi tingkat permintaan atas komoditas sawit secara signifikan,” tandasnya.  Michael bilang, dampak dari penundaan ini akan mempengaruhi volume permintaan kelapa sawit. Misalnya saja program solar B30 saat ini, ia bilang jika sekitar 3 juta kiloliter untuk setiap kelipatan 10% tingkat campuran (blending rate), maka SGRO berharap realisasi tahun ini dapat sesuai dengan target yakni sekitar 9,3 juta kiloliter. “Sehingga dengan adanya B30 yang terus diterapkan, volume diperkirakan naik 10%. Begitu juga kalau B40 ini berjalan atau diterapkan tentu volume permintaan akan meningkat kembali,” tutupnya.

https://industri.kontan.co.id/news/program-b40-ditunda-ini-dampaknya-bagi-sampoerna-agro-sgro

Republika.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Muba Siap Kampanyekan Bensin Ramah Lingkungan

Program replanting atau peremajaan kelapa sawit hingga pengelolaan kelapa sawit menjadi bensin membuat Kabupaten Muba selalu menjadi pembicaraan berbagai pihak. Atas terobosan inovasi Bupati Dr Dodi Reza Alex Noerdin Lic Econ MBA kesejahteraan  petani sawit rakyat meningkat sekaligus mewujudkan energi baru terbarukan yang berkelanjutan. Bupati Musi Banyuasin, Dr Dodi Reza Alex Noerdin Lic Econ MBA,  memastikan beberapa program terkait keberlanjutan salah satunya produksi bensin berbasis kelapa sawit di  Muba sudah berjalan. “Ini bukan hanya mimpi, tapi sudah dirintis. Kini sudah masuk tahap proses. Produksi bensin sawit dari Musi Banyuasin akan dimulai dalam waktu dekat,” jelas Dodi saat menerima audiensi Jajaran Koalisi Clean  Biofuel For All, Rabu (2/2).  Dodi menambahkan,  keseriusan dirinya  mewujudkan energi terbarukan biofuel telah dilakukannya melalui kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Kelapa Sawit (BPDP-KS).  Dodi ingin pembenahan sektor ini mampu menyentuh kebutuhan pokok perkebunan sawit untuk menuju terwujudnya perkebunan  sawit yang sejahtera, mandiri, berdaulat dan berkelanjutan.  Dodi juga menjelaskan Pemerintah Kabupaten Muba telah berupaya mendukung Program Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dengan mendeklarasikan Muba Sustainable Palm Oil Initaiatif (MSPOI) melakukan berbagai rencana aksi. Yang utama antara lain   mencegah deforestasi melalui moratorium izin baru dan peningkatan produktivitas dengan replanting, pendekatan lanscape melalui pendekatan satu kesatuan kawasan yang saling mempengaruhi dan memperhatikan area-area dengan nilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV).

Lalu tidak berkebun di lahan gambut melalui moratorium izin kebun di lahan gambut dan restorasi lahan gambut dengan rewetting, revegetation, revetalisasion bersama BRG dan KLHK,  mencegah exploitasi tenaga kerja anak dibawah umur dan perempuan melalui sosialisasi kepada pekebun dan perusahaan-perusahan dan pemantauan berkala. “Juga membangun area sumber komoditi tersertifikasi dengan keterlacakan kebun dan produksi serta mendorong penggunaan pupuk alami dan mengurangi residu pupuk. Terakhir pabrik mendekati ke rantai pasok sehingga meningkatkan pendapatan petani dengan pengurangan biaya transportasi dan mengurangi emisi kendaraan dengan jarak tempuh yang pendek,” jelasnya. Koalisi Clean Biofuel For All, Direktur Perkumpulan Lingkaran Hijau Hadi Jatmiko sangat mengapresiasi Pemkab Muba atas pembenahan hulu dalam pengembangan produk sawit jadi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan. “Terima kasih Pak Bupati dan jajaran atas sambutan yang hangat ini. Jujur Pak kami sangat kagum dengan inovasi Bupati Muba mengubah sawit menjadi energi terbarukan atau biofuel dan akan mendirikan pabrik kelapa sawit di Muba. Ini inovasi dan terobosan yang sangat luar biasa. Kami menawarkan diri  berkolaborasi dengan Pemkab Muba dalam kampanye program, mensosialisasikan ke dunia luas atas  posisi Muba menjadi mandiri energi via perkebunan sawit rakyat mandiri,” katanya. Koalisi clean biofuel for all adalah koalisi yang terdiri dari 10 organisasi kemasyarakatan dan organisasi non pemerintah (NGO) baik yang berada di tingkat lokal, nasional dan internasional yang mengkampanyekan pentingnya energi (bieoful) yang bersih, tidak merusak lingkungan dan memberikan keadilan bagi masyarakat atau yang dikenal dengan no deforestation, no peat, and no exploitation (NDPE). Muba sudah melakukan itu semua dan kami yakin sawit Muba bersih, ramah lingkungan dan berkeadilan bagi masyarakat. Ini dapat menjadi contoh bagi daerah- daerah lainnya di Indonesia,” katanya. Turut hadir, Manager Sustainable landscape AID Environment Asia Monalisa N Pasaribu, Deputi Direktur Sawit Watch Ahmad Surambo, Manager pengembangan dan pemberdayaan Eep Saefula, Yayasan Agro Sriwijaya Ismail Rasyid, Maneger Litbang Lingkar Hijau Untung Saputra. Didampingi Jajaran Pemkab Muba diantaranya Kepala DLH Muba Andi Wijaya Busro SH, MHum, Kepala Dinkominfo Muba Herryandi Sinulingga AP, dan Plt Kepala Dinas Perkebunan Ahmad Toyibir SSTP.

https://www.republika.co.id/berita/qnxxus380/muba-siap-kampanyekan-bensin-ramah-lingkungan

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Pemerintah menetapkan harga indeks pasar BBN biodiesel Februari Rp 9.579 per liter

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel bulan Februari 2021 sebesar Rp 9.579 per liter, ditambah ongkos angkut. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa penetapan HIP tersebut merupakan pelaksanaan diktum ketiga Keputusan Menteri ESDM No. 182 K/10/MEM/2020 tentang HIP BBN Jenis Biodiesel yang dicampurkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM). “Dengan ini kami sampaikan bahwa besaran konversi crude palm oil menjadi biodiesel adalah sebesar US$ 85 per metrik ton dan besaran HIP BBN jenis biodiesel bulan Februari 2021 sebesar Rp 9.579 per liter ditambah ongkos angkut yang berlaku efektif pada tanggal 1 Februari 2021,” ungkap Dadan dalam surat resmi yang dikutip Kontan.co.id, Rabu (3/2). Adapun, besaran ongkos angkut mengacu pada besaran maksimal ongkos angkut BBN jenis biodiesel yang dicampurkan ke dalam BBM. Konversi nilai kurs menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 25 Desember 2020 sampai dengan 24 Januari 2021 sebesar Rp 14.081. Sebagai informasi, HIP BBN jenis biodiesel pada Februari 2021 ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Januari 2021, HIP BBN biodiesel ditetapkan sebesar Rp 9.457 per liter ditambah ongkos angkut, dengan rata-rata kurs Bank Indonesia pada periode tersebut sebesar Rp 14.169.

https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-menetapkan-harga-indeks-pasar-bbm-biodiesel-februari-rp-9579-per-liter

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Sinar Mas Agro menyerap 100% dana obligasi untuk pabrik refinery dan biodiesel

PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) atau SMART telah menyerap 100% hasil bersih penerbitan obligasi yang dilaksanakan pada awal April 2020. Lewat Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan II SMART Tahap I Tahun 2020 ini, SMART meraup dana segar Rp 775 miliar. Kemudian, dana tersebut terpotong Rp 8,34 miliar untuk biaya-biaya penawaran umum. Pada akhirnya, hasil bersih yang SMART peroleh dari penerbitan obligasi ini adalah sebesar Rp 766,67 miliar. Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (2/2), SMART sudah memanfaatkan seluruh dana dari hasil bersih ini per akhir Desember 2020. Sesuai perencanaan, sebanyak 67% (Rp 513,66 miliar) dari hasil bersih penawaran ini digunakan untuk belanja modal peningkatan kemampuan pabrik refinery yang berlokasi di Marunda-Jawa Barat, Belawan-Sumatera Utara, Surabaya-Jawa Timur, dan Tarjun-Kalimantan Selatan. Kemudian, sisa 33% (Rp 253 miliar) untuk penambahan kapasitas pabrik biodiesel di Tarjun, Kalimantan Selatan. Belanja modal peningkatan kemampuan refinery terbagi dua lagi, yaitu untuk penggantian kas atas capex yang sudah keluar pada tahun 2019 sebesar Rp 317,72 miliar dan untuk penyelesaian belanja modal 2020 sebesar Rp 195,94 miliar. Asal tahu saja, belanja modal ini mencakup tangki, mesin, kendaraan, alat berat, bangunan, perabot dan peralatan, serta prasarana dan jalan. Ke depannya, SMART akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II SMART Tahap III Tahun 2021 senilai Rp 825 miliar. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, seluruh dana perolehan obligasi ini akan digunakan untuk membayar sebagian pokok utang bank jangka pendek dan pokok utang bank jangka panjang yang merupakan angsuran pokok pada saat jatuh tempo. Obligasi tahap III ini adalah bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) II SMART dengan target dana dihimpun mencapai Rp 3 triliun. Pada Oktober 2020, SMART juga telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II SMART Tahap II Tahun 2020 dengan jumlah pokok Rp 1,4 triliun.

https://investasi.kontan.co.id/news/sinar-mas-agro-menyerap-100-dana-obligasi-untuk-pabrik-refinery-dan-biodiesel

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Belum terlaksana, ESDM masih mempersiapkan implementasi program B40 di tahun ini

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan belum akan menjalankan program mandatori biodiesel 40% (B40) pada tahun ini. Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, program B40 belum dapat diterapkan di tahun 2021 lantaran masih mempertimbangkan kesiapan produksi dan keberlanjutan anggaran. Ia menyebut, berkaca pada program B30 di tahun lalu, salah satu tantangannya adalah terdapat gap antara harga solar dan biodiesel yang masih cukup tinggi. Terlepas dari itu, pemerintah terus melakukan kajian dan persiapan teknis untuk penerapan B40 di Indonesia. Bahkan, persiapan implementasi B40 juga dilakukan bersamaan dengan pengembangan program B50 hingga B100 yang akan diterapkan di masa mendatang. “Kesiapan teknis terkait uji ketahanan dan juga perbaikan spek kendaraan sudah dilakukan. Penambahan kapasitas produksi biodiesel juga masih diselesaikan pada tahun ini,” ungkap Dadan, Rabu (3/2). Mengutip berita Kontan sebelumnya, beberapa upaya persiapan telah dilaksanakan pemerintah menuju implementasi B40. Di antaranya, melakukan kajian teknis dan keekonomian yang mana dari hasil kajian tersebut akan dilakukan revisi SNI biodiesel untuk spesifikasi yang akan digunakan untuk B40, serta penyusunan SNI greenfuel karena petani saat ini sudah dapat menghasilkan greenfuel D100 dan dapat menjadi opsi untuk campuran B40. Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan kebijakan pendukung untuk memastikan pelaksanaan program B40 berjalan dengan baik seperti kebijakan insentif. Pemerintah juga akan melakukan kajian terkait perlu tidaknya roadtest atau uji jalan dan memastikan kesiapan badan usaha BBN, khususnya dari sisi kapasitas produksi maupun dari sisi spesifikasi produk yang dihasilkan ketika digunakan untuk pencampuran. Adapun pada tahun ini, pemerintah masih akan menjalankan program B30 dengan target penyaluran sebesar 9,2 juta kiloliter (KL) dan proyeksi besaran subsidi sebesar Rp 46 triliun. Pada tahun 2020, penyaluran biodiesel melalui program B30 mencapai 8,46 juta KL sehingga berdampak pada penghematan devisa sekitar US$ 2,66 miliar. Sayangnya, realisasi tersebut masih di bawah target awal pemerintah sebesar 9,5 juta KL.

https://industri.kontan.co.id/news/belum-terlaksana-esdm-masih-persiapan-implementasi-program-b40-di-tahun-ini

Kontan.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Meski B40 ditunda, MGRO tidak akan mengurangi permintaan pasar secara signifikan

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda melanjutkan program mandatori biodiesel 30 persen (B30) menjadi biodiesel 40 persen (B40) di tahun ini. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Mahkota Group Tbk (MGRO), Elvi mengatakan penundaan program mandatori B40 ini lantaran masih adanya ketidakpastian kondisi perekonomian nasional yang tinggi.  “Selain itu harga minyak kelapa sawit atau CPO juga masih fluktuasi dan belum selesainya pengkajian secara konprehensif atas program mandatori B40. Sehingga hal tersebut menjadi faktor utama bagi pemerintah untuk melakukan penundaan,” kata Elvi saat dihubungi KONTAN, Rabu (3/2). Meski demikian, emiten sawit itu yakin bahwa program B50 akan tetap berlanjut. MGRO juga akan mendukung penuh keberlangsungan program tersebut, sebab pada program sebelumnya terlihat nyata mampu untuk mengurangi emisi karbon dan menghemat devisa negara.  Adapun, meski pemerintah menunda program B40, MGRO mengungkapkan bahwa tidak ada dampak secara langsung terhadap perusahaan. Sebab, perusahaan tidak secara langsung melakukan produksi biodiesel melainkan hanya menjual sawit kepada perusahaan atau produsen biodiesel.  “Walaupun terdapat penundaan tahun ini namun tidak sampai mengurangi permintaan pasar karena masih bisa dialokasikan untuk ekspor maupun untuk menghasilkan produk turunan lainnya,” tutupnya.

https://industri.kontan.co.id/news/meski-b40-ditunda-mgro-tidak-akan-mengurangi-permintaan-pasar-secara-signifikan

Wartaekonomi.co.id | Rabu, 3 Februari 2021

Inovasi Bensin Sawit sebagai Sejarah Baru Indonesia

Ketua Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia, Sahat Sinaga, menuturkan, lahirnya katalis merah putih yang dikembangkan Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan potensi besar bagi pabrik sawit petani. Ia menyarankan supaya pabrik petani menghasilkan minyak sawit jenis Industrial Vegetable Oil (IVO). IVO merupakan hasil pengolahan buah kelapa sawit dengan kadar asam lemak bebas atau free fatty acid yang masih tinggi yang direncanakan akan diproduksi di kilang biohidrokarbon. IVO berpotensi diolah menjadi bahan baku bensin super dengan kadar Oktan 110 dan disebut juga bisa jadi avtur. Benefit lain IVO adalah traga oil mill yang lebih efisien, biaya produksi rendah, serta rute produksi yang lebih pendek. Selain itu, harga TBS juga bakal lebih tinggi lantaran biaya pengolahan TBS di pabrik biohidrokarbon itu lebih murah daripada di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) konvensional. “Kalau misalnya di PKS konvensional biaya olah TBS Rp153 per kilogram, di kilang biohidrokarbon hanya sekitar Rp95-Rp110 per kilogram,” kata Sahat Sinaga seperti dilansir dari Gatra.com. Senada dengan hal ini, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, mengatakan bahwa inovasi bensin super ini akan menjadi sejarah baru dalam energi terbarukan dunia yang ditorehkan Indonesia. Lebih lanjut Tungkot mengatakan, dalam pengolahannya, IVO berbeda dengan CPO yang menuntut TBS tidak boleh memiliki kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) di atas 3 persen. “IVO ini justru tidak mempersoalkan berapapun ALB-nya. Makin matang buah, makin besar kandungan minyaknya, justru makin bagus untuk bensin sawit,” katanya. Hal ini dapat menjadi keuntungan besar bagi petani yang selama ini menanggung beban biaya angkut TBS yang besar ke PKS, risiko mutu TBS rendah (ALB lebih dari 3 persen), dan menghadapi broker TBS. “Pabrik-pabrik IVO secara bertahap akan terbangun di setiap daerah sentra sawit dan setiap pabrik IVO terhubung langsung dengan depo-depo Pertamina di setiap provinsi. Dengan model seperti ini, konsumen BBM diuntungkan lantaran adanya penghematan biaya angkut pengadaan maupun distribusi BBM,” ungkap Tungkot seperti dilansir dari Gatra.com. Tungkot mengatakan, pilot project IVO yang berujung pada kilang biohidrokarbon ini sudah dibuat sejak dua tahun lalu dan sebentar lagi akan diresmikan di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pabrik katalis merah putih yang mengubah minyak sawit menjadi bensin sawit sedang dibangun di Cikampek, Jawa Barat. “Secara keseluruhan, semua sudah on the right track menuju era bensin sawit,” katanya.

https://www.wartaekonomi.co.id/read326027/inovasi-bensin-sawit-sebagai-sejarah-baru-indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *