Prospek Bisnis Biodiesel Berkembang: Perusahaan Sawit Optimis dalam Industri FAME

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp
Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Sumber: LNEG

Bisnis biodiesel, atau yang dikenal sebagai fatty acid methyl ester (FAME), semakin menjadi sorotan di tengah-tengah industri kelapa sawit. PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), perusahaan milik pengusaha kaya raya asal Kalimantan, Haji Isam, berhasil meraih kontrak senilai Rp 1,65 triliun dari PT Pertamina Patra Niaga. Kerjasama ini menandakan bahwa prospek bisnis FAME semakin menarik.

Industri minyak kelapa sawit, atau crude palm oil (CPO), kini menjadi fokus utama bagi JARR sebagai energi baru terbarukan yang diharapkan dapat menggantikan peran minyak bumi. Dengan fokus pada pengolahan FAME, JARR memiliki pangsa pasar yang signifikan, terutama bersama PT Pertamina Patra Niaga, PT Exxon Mobil Lubricant Indonesia, dan PT AKRA Korporindo Tbk.

Pangsa pasar utama JARR adalah memenuhi kebutuhan pemerintah, khususnya penyediaan B100 untuk PT Pertamina Patra Niaga. Dalam rencananya, JARR menargetkan penjualan FAME mencapai sekitar 318.000 Kilo Liter tahun ini. Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi, menyatakan bisnis biodiesel memiliki prospek yang cerah, mengingat terus meningkatnya kebutuhan energi.

Industri FAME: Daya Tarik Perusahaan Kelapa Sawit

Aprobi memproyeksikan industri FAME akan menjadi daya tarik bagi perusahaan kelapa sawit. Kampanye penggunaan energi baru terbarukan semakin gencar digalakan. Paulus menekankan bahwa sekitar 22% dari total produk sawit Indonesia digunakan untuk biodiesel, menunjukkan bahwa bisnis ini memiliki prospek yang kuat.

Sementara itu, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), emiten perkebunan lainnya, juga turut melirik bisnis FAME. Stefanus Darmagiri, Head of Investor Relation Sampoerna Agro, menyatakan penggunaan biodiesel secara luas dapat memberikan dampak positif terhadap industri kelapa sawit. Peningkatan permintaan kelapa sawit di dalam negeri dan pengurangan ketergantungan ekspor akan menjadi konsekuensi positif dari adopsi biodiesel.

Darmagiri juga menyoroti penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel. Minyak kelapa sawit dapat membantu menurunkan impor solar, sehingga pemerintah dapat menghemat cadangan devisa. Ia optimis bahwa kenaikan permintaan CPO untuk bahan baku biodiesel akan menjadi katalis positif untuk harga CPO. Hal ini mendukung secara tidak langsung kinerja perusahaan.

JARR dan SGRO percaya bahwa mereka berada di jalur yang benar untuk menghadapi permintaan yang terus meningkat dalam industri ini. Karena pertumbuhan bisnis biodiesel yang menjanjikan dan dorongan untuk menggunakan energi terbarukan. Bisnis biodiesel di Indonesia menjadi salah satu sektor yang layak dipertimbangkan. Terutama bagi perusahaan kelapa sawit yang ingin mengoptimalkan potensi mereka dalam pasar yang terus berkembang.