Potensi Energi Terbarukan, Ini yang Terjadi Jika Sawit Digantikan

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Wartaekonomi.co.id | Selasa, 24 November 2020

Potensi Energi Terbarukan, Ini yang Terjadi Jika Sawit Digantikan

Potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia tersedia secara masif, terutama melalui minyak kelapa sawit. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan, saat ini pemerintah tengah menjalankan program biodiesel 30 persen (B30) dan ke depan akan dikembangkan menjadi D100 yakni diesel dengan 100 persen berbahan baku sawit yang diolah di kilang Pertamina. “Ada biofuel bisa mengganti hidrokarbon menjadi Crude Palm Oil (CPO) langsung untuk menghasilkan gasoline (bensin), kita punya kemampuan untuk itu,” ujar Arifin. Kendati memiliki potensi yang besar, tuduhan terhadap minyak kelapa sawit tetap saja belum reda. Bahkan, Uni Eropa akan menghapuskan penggunaan minyak sawit untuk bahan bakar secara total pada 2030 mendatang. Terkait hal tersebut, Arifin menjelaskan, “nah, 1 juta barel per hari minyak itu, kalau mau ganti ke CPO, kita butuh 15 juta hektare kebun CPO baru. Itu hasil dari kajian kita.” Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan untuk jangka pendek, pemerintah akan terus melanjutkan program B30 dan menyesuaikan alokasi B30 sesuai penurunan permintaan solar, lalu penerapan dana tambahan pemerintah kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), serta penetapan pungutan ekspor BPDPKS pada setiap level harga. Untuk jangka menengah, lanjutnya, akan dilanjutkan ke program B40 dan memberikan insentif investasi untuk pengembangan B40 yang menggunakan teknologi baru. Sedangkan untuk jangka panjang, menurutnya, akan dikembangkan green refinery dan pemerintah akan memberikan insentif investasi untuk pengembangan green refinery ini. “Rencananya akan ada green certificate juga,” ujarnya.

https://www.wartaekonomi.co.id/read315309/potensi-energi-terbarukan-ini-yang-terjadi-jika-sawit-digantikan

Katadata.co.id | Selasa, 24 November 2020

Menteri ESDM: Ganti 1 Juta Barel Minyak Butuh 15 Juta Ha Lahan Sawit

Pemakaian bahan bakar nabati atau BBN dari minyak sawit diperkirakan akan terus meningkat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan mewajibkan pencampurannya dengan bahan bakar minyak alias BBM jenis solar. Saat ini campuran biodiesel baru mencapai 30% sehingga bahan bakar ini disebut B30. Kementerian sedang melakukan uji coba untuk B40, bahkan diesel yang 100% dari sawit atau D100. Arifin menyebut apabila target produksi minyak bumi 1 juta barel per hari diganti dengan BBN, maka kebutuhan lahan kelapa sawitnya mencapai 15 juta hektare. “Itu hasil kajian kami,” katanya ketika mengikuti rapat dengan Komisi VII DPR, Senin (23/11). Namun, ia tak merinci lebih jauh mengenai kajian tersebut. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat pemerintah sebaiknya tidak terobsesi mengembangkan biofuel dari minyak sawit. Masih banyak kekayaan nabati lain di Indonesia dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bioekonomi. Pembukaan lahan sebesar 15 juta hektare perlu dipertanyakan apakah menyasar kawasan hutan primer dan lahan gambut atau tidak. Pelaksanaannya dapat mengakibatkan deforestasi dan eksploitasi lahan.  “Cara ini malah memperburuk krisis perubahan iklim,” ujar Fabby. Sebaiknya, pemerintah mempercepat elektifikasi kendaraan listrik. Dengan perubahan bahan bakar kendaraan, maka permintaan BBM pun menurun. Selain itu, standar emisi pun perlu dinaikkan supaya konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor lebih efisien.

Program Biodiesel Dianggap Untungkan Pengusaha Sawit

Sebelumnya, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan beberapa program pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait di sektor energi tampak tidak konsisten. Misalnya, pemerintah mendorong program mandatori biodiesel dari kelapa sawit guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Di saat yang sama, ada pula program pengembangan empat kilang minyak dan pembangunan dua baru. Kemudian, ada lagi rencana menggenjot proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang mahal biayanya sebagai substitusi elpiji. “Yang saya ingin garisbawahi adalah pemerintah maunya banyak tapi tidak jelas,” kata Faisal dalam diskusi secara virtual, Rabu (19/11). Ia juga menyorot program mandatori biodiesel yang sebetulnya hanya mengamankan dan menguntungkan segelintir taipan industri sawit. Padahal, secara nilai keekonomian dan lingkungan, program tersebut justru merugikan negara. Pemerintah pun menyiapkan regulasi untuk mengamankan bisnis sawit. Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menyebutkan sawit merupakan bahan bakar nabati atau biofuel satu-satunya. “Ini legitimasi untuk memperoleh dana subsidi berkelanjutan,” kata dia. Secara ekonomi, menurut dia, tidak ada kontribusi nyata pengembangan biodiesel. Meskipun dapat menekan impor solar, tapi anjloknya harga minyak mentah dunia saat ini membuat harga biodiesel menjadi lebih mahal daripada bahan bakar minyak atau BBM.

https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5fbca326da541/menteri-esdm-ganti-1-juta-barel-minyak-butuh-15-juta-ha-lahan-sawit

CNBCIndonesia.com | Selasa, 24 November 2020

Jokowi Selesai Jadi Presiden, RI Juga Belum Bebas Impor BBM

Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) selesai menjabat sebagai Presiden RI pada 2024 mendatang, Indonesia diperkirakan masih tetap akan impor bahan bakar minyak (BBM), bahkan setidaknya sampai 2025. Hal tersebut terungkap dalam bahan pemaparan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, pekan lalu. Dari bahan presentasinya tersebut menunjukkan bahwa pada 2025 impor BBM diperkirakan meningkat dibandingkan 2024 karena seiring meningkatnya jumlah permintaan BBM. Pada 2025 impor BBM RI diperkirakan mencapai 12,67 juta kilo liter (kl), naik dari 10,45 juta kl pada 2024. Kebutuhan BBM pada 2025 diperkirakan naik mencapai 82,53 juta kl dari 80 juta kl pada 2024. Sementara produksi BBM diperkirakan sebesar 57,46 juta kl sejak 2023, karena beroperasinya proyek kilang ekspansi Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan pada 2023 dan Balongan pada 2022. Sementara program biodiesel berkontribusi sebesar 12,40 juta kl pada 2025, naik tipis dari 12,10 juta kl pada 2024. Jumlah impor BBM pada 2025 tersebut memang menurun bila dibandingkan dengan perkiraan impor pada 2020 ini. Pada tahun ini impor BBM diperkirakan mencapai 16,76 juta kl, dengan asumsi produksi BBM sebesar 44,52 juta kl dan kontribusi biodiesel sebesar 8,43 juta kl, sementara konsumsi diperkirakan mencapai 69,72 juta kl. “Prognosa demand dengan asumsi kenaikan 3,16% per tahun. Pada saat kebutuhan BBM terlampaui, kilang mampu memproses menjadi petrokimia,” ujarnya.

Sementara pada 2021, impor BBM diperkirakan meningkat menjadi 18,43 juta kl karena meningkatnya kebutuhan menjadi 72,16 juta kl, sementara produksi masih relatif stabil pada posisi 44,52 juta kl. Untuk produksi biodiesel ada tambahan menjadi 9,20 juta kl. Pada 2022, impor BBM diperkirakan turun tipis menjadi 16,65 juta kl karena ada peningkatan dari sisi produksi BBM dalam negeri menjadi 47,83 juta kl dan biodiesel sebesar 10,20 juta kl, sementara permintaan juga naik menjadi 74,68 juta kl. Tambahan produksi BBM pada 2022 diperkirakan karena adanya tambahan produksi dari proyek RDMP Balongan. Pada 2023-2025, produksi BBM dalam negeri diperkirakan naik menjadi 57,46 juta kl karena mulai beroperasinya proyek RDMP Balikpapan. Sementara produksi biodiesel diperkirakan naik menjadi 10,50 juta kl pada 2023, 12,10 juta kl pada 2024, dan 12,40 juta kl pada 2025. Di sisi lain, permintaan BBM pada 2023-2025 juga terus meningkat menjadi 77,30 juta kl, 80 juta kl, dan 82,52 juta kl pada 2025. Dengan demikian, pada 2023 impor BBM mencapai 9,34 juta kl, namun pada 2024 naik lagi menjadi 10,45 juta kl, dan 12,67 juta kl pada 2025. Adapun asumsi produksi BBN tersebut dengan asumsi pencampuran biodiesel pada solar sebesar 30% (B30), adanya pengembangan produksi solar dari bahan baku sawit atau dikenal dengan istilah green diesel melalui co-processing di kilang Dumai diperkirakan beroperasi pada 2022. Lalu, ada juga tambahan green diesel dari kilang Cilacap mulai 2022, lalu meningkat lagi pada 2023. Pada 2024 ada tambahan green diesel dari kilang Plaju.

https://www.cnbcindonesia.com/news/20201124105740-4-204146/jokowi-selesai-jadi-presiden-ri-juga-belum-bebas-impor-bbm

Kontan.co.id | Selasa, 24 November 2020

Melihat prospek bisnis bahan bakar dan lahan industri AKR Corporindo (AKRA)

Pandemi covid-19 yang membatasi berbagai aktivitas mengganggu perdagangan dan distribusi bahan bakar minyak serta kimia milik PT AKR Corporindo (AKRA). Namun, analis menilai keuangan AKRA masih sehat dan berpotensi membaik di tahun depan. Hingga kuartal III-2021 AKRA catatkan penurunan pendapatan 8,3% secara tahunan menjadi Rp 13,86 triliun. Budi Rustanto, Analis Valbury Sekuritas Indonesia mencatat dalam risetnya, average selling price (ASP) bahan bakar minyak menurun 24,9% secara tahunan di periode tersebut. Sementara, ASP kimia dasar juga menurun 19,5% secara tahunan. Kabar baiknya, AKRA masih mampu catatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 17,69% secara tahunan menjadi Rp 665,4 miliar. Naiknya laba turut didukung dari pendapatan sewa dari Freeport sebesar Rp 87 miliar dan pendapatan dari utilitas sebesar Rp 23 miliar. Alhasil, margin kotor AKRA bertambah dari 8,5% di kuartal III 2019 menjadi 10,6% di periode tahun ini. Meski begitu, Budi memproyeksikan pandemi tidak akan lagi memberi dampak negatif yang signifikan bagi kinerja AKRA. Budi tetap mempertahankan proyeksi distribusi minyak AKRA di 2,3 juta kilo liter (kl) di 2020. Sentimen lain yang mendukung datang dari permintaan oleh industri pertambangan, B30, pembatasan impor, dan distribusi solar bersudsidi. “Kami berharap wabah covid-19 tidak berdampak signifikan bagi pelanggan industri AKRA,” kata Budi dalam risetnya. Namun, Direktur Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan tantangan bagi kinerja AKRA ke depan masih akan datang dari pandemi Covid-19. “Bila tahun depan masih ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maka ini juga masih akan mempengaruhi tingkat penggunaan bahan bakar, ini jadi tantangan bagi AKRA,” kata William. Budi juga memproyeksikan profitabilitas AKRA bisa meningkat setelah bekerjasama dengan  British Petroleum (BP) untuk memperkuat pasar bahan bakar ritel. Sementara, Budi memperkirakan distribusi bahan kimia masih cenderung stagnan di sepanjang tahun ini saat harga juga cenderung stabil.

Namun,  Budi memandang prospek segmen kimia cerah karena AKRA berencana untuk memperluas cakupan pasar dengan memasok ke pabrik smelter dan program biodisel. Selain itu, AKRA dan Petronas sepakat untuk membentuk join venture untuk mendistribusikan produk kimia yang memanfaatkan infrastruktur AKRA dengan produk utama metanol. Kinerja AKRA dalam bisnis lahan industri juga Budi lihat memiliki prospek cerah. Setelah omnibus law disahkan Budi memandang iklim investasi akan semakin ramai dan penjualan lahan industri milik AKRA, yaitu Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) diproyeksikan akan terjual hingga 20 hekatre di tahun ini. Hingga September penjualan lahan industri capai 17 hektare. “Gelombang relokasi pabrik ke kawasan Asia Tenggara akan semakin mencerahkan prospek kawasan industri,” kata Budi. Selain itu, Budi juga memlihat JIIPE akan berkembang pesat dengan adanya dukungan pemerintah melalui kawasan ekonomi khusus (KEK). Edward Tanuwijaya Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia mengatakan dalam risetnya, meski kontribusi segmen lahan industri hanya sekitar 2% terhadap pendapatan, tetapi segmen ini memiliki margin yang lebih tinggi dari segmen intinya. Setiap tambahan penjualan tanah seluar 1 hektare akan menambah pendapatan AKRA sebesar kurang lebih 0,6%, “Segmen lahan industri tetap menjadi faktor penggerak laba bersih AKRA,” kata Edward. Sementara, William kembali mengatakan bila pandemi belum juga mereda dan pertumbuhan ekonomi masih berjalan lambat maka permintaan lahan industri juga akan lambat. Segmen ini pun diproyeksikan belum bisa beri berkontribusi secara signifikan. Di sisi lain, William menilai keuangan AKRA masih sehat, terlihat dari debt to equity ratio (DER) yang kurang dari level 1 kali. Di tahun depan, William memproyeksikan harga saham naik sekitar 10%-12%. William merekomendasikan hold di target harga Rp 3.350 per saham. Sementara, Budi merekomendasikan buy di target harga Rp 3.200 per saham. Kompak Edward merekomendasikan buy di target harga Rp 3.700 per saham.

https://investasi.kontan.co.id/news/rekomendasi-prospek-bisnis-bahan-bakar-dan-lahan-industri-akr-corporindo-akra?page=all

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *