Industri Biodiesel Sudah Ikuti Aturan Pemerintah

Majalahhortus.com | Selasa, 15 November 2022
Industri Biodiesel Sudah Ikuti Aturan Pemerintah
Industri bidoiesel di Indonesia telah sesuai arahan pemerintah sebagai upaya membangun kemandirian energi di dalam negeri, serta mendukung sektor perkebunan kelapa sawit. Hal ini menyikapi demo sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengatasnamakan petani kelapa sawit, dan terus-menerus menyuarakan mengenai pengusaha yang dianggap diuntungkan subsidi biodiesel. “Produsen jangan terusan-terusan jadi victim (korban) karena mereka mengikuti aturan pemerintah. Kalau ada yang dilanggar ada proses hukumnya,” kata Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Policy (Paspi). Menurutnya, subsidi biodiesel sebenarnya bukan diberikan kepada pelaku usaha, tetapi kepada konsumen. Pasalnya, harga biodiesel tergantung harga CPO dan BBM dunia. Pemerintah setiap bulan telah menetapkan Harga Indeks Pembelian (HIP) solar dan HIP biodiesel. Jika HIP solar lebih murah dari HIP biodiesel, maka BPDPKS menutup selisihnya (HIP biodiesel dikurangi HIP solar). Sebaliknya, bila HIP Solar lebih mahal dari HIP biodiesel (seperti saat ini) tidak ada subsidi dari BPDKS. Pada kesempatan itu, Tungkot juga menjelaskan bahwa kartel di industri sawit, tetutama minyak goreng di Indonesia secara ekonomi tidak ada karena jumlah pemainnya banyak. “Paling ideal adalah persaingan sempurna, yang mana pemainnya banyak, seragam, dan tidak ada persaingan tapi itu hanya ada di text book,” ujarnya. Di Indonesia, kata dia, ada banyak pelaku minyak goreng, yaitu sekitar 100 produsen dari skala kecil hingga besar. Dari jumlah tersebut, sekira 70 produsen menjadi anggota Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni). Sesuai adagium ekonomi, jika ada banyak pemain dalam suatu industri, meskipun mereka didorong untuk melakukan kartel tetap tidak akan terjadi karena industri akan berjalan sendiri-sendiri. Kondisinya akan berbeda jika pemainnya sedikit, kendati dilarangpun, tetap akan terjadi kartel. “Sekarang ada 70-80 produsen dan mereknya berbeda-beda, itu cukup banyak untuk ukuran industri minyak sawit di Indonesia,” kata Tungkot. Indikasi lain tidak adanya kartel minyak goreng yaitu persaingan pasar minyak goreng dalam negeri tidak hanya sawit, tetapi juga ada minyak nabati lainnya dari luar negeri, seperti rapeseed dan biji bunga matahari. Selain bahan baku melimpah, ada banyak distributor dan pemain di setiap provinsi. Apakah harga minyak goreng dikendalikan? Berdasarkan data Paspi, harga minyak goreng dalam negeri mengikuti irama harga dunia yang menunjukkan pasar terintegrasi dengan internasional. Tungkot menyebut, kondisi tersebut justru positif yang menunjukkan bahwa pasar di tanah air efisien. “Sejak 2019 harga dalam negeri lebih stabil dibanding internasional. Kalau ada kartel harga lokal pasti ikut internasional,” ungkapnya. Tungkot menambahkan, tidak ada mafia minyak goreng yang memicu kelangkaan. Hal itu terjadi akibat berlakunya dimestic price obligation (DPO), yaitu ditetapkannya harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp 14 ribu di tangan konsumen, padahal ada biaya distribusi dari produsen ke pasar dan tidak sesuai dengan harga CPO yang berlaku. Hal iu menyebabkan produsen rugi sehingga memangkas produksinya.
https://news.majalahhortus.
Medcom.id | Selasa, 15 November 2022
Kalbar Dinilai strategis Bagi G20 sebagai Produsen Energi Hijau
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Kalimantan Barat Purwati Munawir mengatakan posisi Kalbar sangat strategis dalam perhelatan Presidensi G20 Indonesia. Pasalnya, daerah itu merupakan produsen energi hijau dari minyak kelapa sawit. “Ada tiga isu utama yang diangkat dalam Presidensi G20 Indonesia. Pertama, arsitektur kesehatan global. Kedua, transisi menuju ekonomi dan energi hijau. Ketiga, digitalisasi atau transformasi digital. Terkait isu energi hijau, Kalbar strategis sebagai penghasil CPO yang menjadi sumber energi hijau,” ujarnya di Pontianak, Selasa, 15 November 2022. Ia menjelaskan dalam G20 Indonesia mengajukan pemanfaatan energi terbarukan atau optimalisasi energi hijau menjadi salah satu tema prioritas mengingat saat ini G20 menyumbang sekitar 75 persen permintaan energi global. Kemudian pada sisi lain, lanjutnya, G20 sedang berupaya memperkuat sistem energi global yang berkelanjutan dan transisi yang berkeadilan. “Kalbar sebagai salah satu daerah yang dilintasi garis khatulistiwa, mempunyai potensi untuk pemanfaatan energi terbarukan. Selain itu, Kalbar merupakan daerah penghasil energi nabati berskala besar dari bahan baku kelapa sawit,” jelas dia. Menurutnya energi hijau sangat menarik dan harus menjadi komitmen bersama. Apalagi pemanfaatan energi terbarukan merupakan strategi pemerintah dalam mengantisipasi kelangkaan fosil energi di masa yang akan datang. “Kebijakan pemerintah ini juga sebagai bentuk antisipasi mengamankan serapan pasar global bagi komoditas sawit kita. Kita sebagai pelaku usaha pada komoditi ini tentu menyambut baik kebijakan pemerintah dengan B30 menuju B40 sebagaimana dibahas juga pada pertemuan tahunan dalam forum IPOC 2022, Konferensi Kelapa Sawit Indonesia ke-18. Untuk prospek harga sawit 2023 kami optimis masih tetap pada kondisi baik,” jelas dia. Sebelumnya, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar M. Munsif mengatakan saat ini produksi CPO di Kalbar sudah mencapai 6,614 juta CPO. “CPO tersebut dari luas tanaman sawit 2.003.188 hektare. Luas kebun sawit tersebut terdiri swadaya atau mandiri dengan andilnya 26,7 persen, kebun perusahaan swasta 1.440.101 hektare atau 71,9 persen dan perusahaan negara 28.411 hektare atau 1,4 persen,” papar Munsif.