Kerjasama biodiesel PTPN III dan Pertamina masih dalam tahap kajian
Kontan.co.id | Senin, 25 Januari 2021
Kerjasama biodiesel PTPN III dan Pertamina masih dalam tahap kajian
PT Perkebunan Nusantara III (PTPN) masih melakukan kajian bersama Pertamina terkait rencana kerjasama pengembangan biodiesel. Corporate Secretary Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Imelda Alini mengatakan, saat ini penyusunan studi kelayakan masih dilakukan. “Perkembangan kerjasama dengan Pertamina untuk program biodiesel sampai saat ini masih dalam penyusunan studi kelayakan bisnis oleh Pertamina,” terang Imelda kepada Kontan.co.id, Senin (25/1). Imelda melanjutkan, rencana kebutuhan crude palm oil (CPO) untuk program ini mencapai 1 juta ton per tahun. Nantinya PTPN III bakal memasok kebutuhan CPO untuk Kilang Plaju, milik PT Pertamina. Imelda melanjutkan, kendati pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan program biodiesel tahun ini masih akan berfokus ke B30, volume pasokan tak akan terganggu. Ia menjelaskan, kebutuhan pasokan yang sebesar 1 juta ton per tahun masih bisa terpenuhi mengingat produksi CPO Indonesia saat ini sekitar 45 juta ton. Sayangnya, Imelda belum mau merinci perihal timeline dan nilai investasi dari kerjasama bersama Pertamina ini. “Kami masih kajian dan mencari bentukan kerjasama yang paling pas, dan setelah itu secara paralel memohon approval dari Kementerian BUMN,” jelas Imelda. Disisi lain, VP Strategic Planning Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Prayitno mengungkapkan pengembangan biofuel oleh Pertamina akan dilakukan melalui dua program. “Pertama, biorefinery Cilacap, memanfaatkan kilang yang sudah ada dan rencanakan modifikasi sehingga bisa mengolah CPO. Kemudian Plaju akan bangun baru green refinery,” jelas Prayitno dalam diskusi virtual, Kamis (21/1). Prayitno melanjutkan, pengolahan CPO di Kilang Plaju ditargetkan mencapai 20.000 CPO. Merujuk data Pertamina, saat ini Kilang Plaju saat ini tengah dalam fase merampungkan pre-feasibility study. Proyek ini diharapkan rampung pada kuartal I 2023 mendatang. Sementara itu untuk Biorefinery Cilacap fase I diharapkan bisa onstream pada tahun ini. Lalu fase II akan onstream pada 2022 mendatang. “Di 2021 akhir harapannya sudah bisa mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang merupakan turunan CPO yang sudah dilakukan treatment untuk kualitas yang lebih baik. Kemudian di akhir 2022 sekitaran itu bisa olah CPO,” imbuh Prayitno.
Republika.co.id | Senin, 25 Januari 2021
2030, Indonesia akan Setop Impor BBM
Pemerintah kini memiliki Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang diusung untuk memetakan proyeksi serta pemenuhan kebutuhan energi nasional dalam beberapa tahun ke depan. Dalam GSEN yang baru saja disusun itu pemerintah memasang target tidak lagi mengimpor BBM seluruhnya pada 2030. Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan dalam GSEN kebutuhan BBM untuk dalam negeri diproyeksikan akan terus naik dari 1,13 juta barel per hari (bph) pada 2020 menjadi 1,36 juta bph pada 2025 dan menjadi 1,55 juta bph pada 2030. Setelah itu, akan mencapai 1,98 juta bph di 2040. Dari seluruh kebutuhan itu, impor masih dibutuhkan untuk bensin yakni sebesar 194 ribu bph pada 2025. Menurut Djoko, pada 2030 beberapa alternatif bahan bakar sudah diaplikasikan di tanah air, seperti Bahan Bakar Gas (BBG), Bahan Bakar Nabati (BBN) dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterei (KLBB). “Kita masih akan impor (bensin) kalau tidak ada program BBG, KBLBB, biofuel, dan bangun kilang,” kata dia, Senin (25/1). Untuk BBG, pemerintah menargetkan terdapat 440 ribu kendaraan dan 257 unit kapal yang akan menggunakannya dan mengurangi kebutuhan BBM setara 112 ribu bph di 2030.
Kontan.co.id | Senin, 25 Januari 2021
Menteri ESDM kembali tekankan pentingnya pemanfaatan biodiesel untuk ketahanan energi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan pentingnya peran biodiesel dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Hal ini disampaikan secara langsung saat menghadiri IRENA 11th Session Assembly pada sesi Renewables and Pathway to Carbon Neutrality – Innovation, Green Hydrogen and Socioeconomic Policies yang berlangsung secara virtual, Rabu (20/1) pekan lalu. Saat ini, pemerintah tengah menyusun rencana strategi pengembangan biodiesel melalui mandatori B30 dan B40. Program tersebut akan dimonitor dan dievaluasi secara berkala dengan memfasilitasi terjadinya debottlenecking, meningkatkan infrastruktur pendukung serta, memastikan insentif tetap berjalan. Menurut Arifin, implementasi program B40 dan B50 saat ini sedang dalam tahap pengkajian komprehensif mengenai komposisi campurannya, evaluasi ekonomi yang juga mencakup kesiapan, bahan baku, dan infrastruktur pendukungnya. Baca Juga: Menteri ESDM paparkan rencana dan program neutralitas karbon di Indonesia “Uji jalan B40 akan dilanjutkan dengan uji coba pada pembangkit listrik tenaga diesel yang sudah ada,” kata Arifin dalam siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Senin (25/1). Terkait upaya peningkatan penyediaan bahan baku biodiesel, Arifin mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia tengah berupaya mengembangkan berbagai bahan baku dari sumber daya alam domestik lainnya sebagai pengganti kelapa sawit. Pengembangan ini disertai dengan meminimalkan pembukaan lahan atau hutan. “Kementerian ESDM bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk menggunakan lahan reklamasi atau pasca tambang dan mengupayakan tanaman yang cocok berdasarkan kondisi lahan dan iklim,” jelasnya.
Hingga tahun 2020, realisasi pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan domestik sebesar 8,46 juta kiloliter (KL). Pemanfaatan biodiesel ini berdampak pada penghematan devisa sebesar Rp38,31 triliun berdasarkan perhitungan menggunakan rata-rata MOPS solar 2020 sebesar US$ 50 per BBL dengan kurs Rp14.400 per dolar AS. Di samping menekankan pemanfaatan biodiesel, Arifin juga menyampaikan beberapa inovasi Indonesia menuju netralitas karbon melalui co-firing PLTU, pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF), penggantian diesel dengan pembangkit listrik energi terbarukan termasuk yang berbasis hayati, pemanfaatan non listrik atau non biofuel seperti briket, dan pengeringan hasil pertanian dan biogas. Pemerintah bersama BUMN, PT Pertamina (Persero), tengah mengembangkan Green Refineries untuk memproduksi Green Diesel, Green Gasoline, dan Green Avtur. Arifin menuturkan, pada Juli 2020 lalu, Pertamina telah uji coba produksi D100 di kilang yang terletak di Sumatera dengan kapasitas awal sebanyak 1.000 barel per hari. Di sisi lain, pemerintah akan menyiapkan dukungan regulasi, insentif, dan infrastruktur pendukung, termasuk mendorong pengembangan industri pendukung. Di samping pengembangan CPO Hidrogenasi, demo pabrik mandiri diesel hijau juga tengah dalam tahap pengembangan yang diharapkan dapat diuji coba dan diuji produknya pada Desember 2021 mendatang. Sebagai informasi, IRENA adalah badan internasional yang berupaya untuk melaksanakan mitigasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi yang ramah lingkungan. Tujuan pendirian IRENA adalah untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan secara luas melalui kegiatan-kegiatan yang konkret. Indonesia telah secara resmi ditetapkan menjadi anggota IRENA pada tanggal 7 September 2014 setelah sebelumnya meratifikasi Statuta IRENA melalui Peraturan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pengesahan Statute of the International Renewable Energy Agency (Statuta Badan Energi Terbarukan Internasional). Keanggotaan Indonesia pada IRENA dapat mendukung upaya pemerintah dalam pengembangan EBTKE sesuai target pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang telah ditetapkan.