Lebih Ramah Lingkungan, Kurangi Ketergantungan Impor Solar (Kelapa Sawit untuk Ketahanan Energi Nasional)
Prokal.co | Selasa, 7 Juli 2020
Lebih Ramah Lingkungan, Kurangi Ketergantungan Impor Solar (Kelapa Sawit untuk Ketahanan Energi Nasional)
Menjadi salah satu produsen minyak kelapa sawit tertinggi di dunia, Indonesia berpeluang besar memiliki ketahanan energi yang mumpuni. Tentu jika program mandatori biodiesel terus dipercepat. Lima belas tahun silam pemerintah memulai program biofuel. Kala itu tersadar kebutuhan minyak tinggi dan sudah mulai impor. Padahal negara ini terkenal sebagai produsen minyak. Mengatasi hal tersebut, pemerintahan yang saat itu di bawah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memilih mengembangkan biodiesel tahap pertama pada 2005. Pemerintah muncul dengan kebijakan mandatori biodiesel. Sejak 2006 memulai B5, B10, dan B15. Era Presiden Joko Widodo, program ini semakin diperkuat dengan B20 hingga teranyar tahun ini menjadi B30. Sawit sebagai bahan dasar unggulan biodiesel memiliki segudang keunggulan.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menuturkan, biodiesel mampu mengurangi ketergantungan impor bahan bakar. Pemakaian bahan bakar di Indonesia sekitar 1,4 juta barel per hari. Sedangkan Indonesia menghasilkan hanya 778 ribu barel per hari. Berdasarkan data Aprobi, pengurangan impor minyak solar terlihat cukup signifikan sejak empat tahun terakhir. Contoh pada 2017, Indonesia mampu mengurangi 2,5 juta kiloliter (kl) atau setara USD 1,1 miliar. Proyeksi 2020, pengurangan impor solar mencapai 9,6 juta kl atau setara USD 5 miliar. Kemudian dari sisi lingkungan, Indonesia telah mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 45 persen pada 2019. Setara dengan 17,5 juta ton CO2 equivalent. Artinya biodiesel jauh lebih ramah lingkungan. Lebih tidak beracun dibandingkan solar, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih kecil dan mengurangi polusi. Serta dampak ekonomi yang terasa begitu besar, tidak bisa dipandang sebelah mata oleh komoditas lainnya. Biodiesel mampu menghemat devisa sekitar Rp 50 triliun atau setara USD 3,34 miliar pada 2019. Paulus menuturkan pada era B30, kapasitas saat ini 11,6 juta kl terpasang dari 19 perusahaan. “Proyeksi tahun ini kapasitas akan bertambah 3,5 juta kl kalau tidak ada Covid-19. Tahun selanjutnya bertambah 3 juta lagi,” katanya. Kemudian industri ini melibatkan 795 ribu tenaga kerja di sektor hulu. Tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, namun sekaligus mengurangi 25 juta ton CO2 equivalent. Menariknya, sawit tak hanya bisa dikelola sebagai biodiesel. Potensinya begitu luas untuk membuat energi terbarukan lainnya. Misalnya biofuels selain biodiesel, yakni green diesel, green gasoline, dan green avtur. Kemudian biogas, biomass, dan electricity. Dia meyakini, industri ini akan berdampak besar nantinya. Jika industri maju, negara maju, tentu bahan bakar yang dibutuhkan akan lebih besar. “Saya sering dengar negara lain mengurangi produksi biofuel, tapi buktinya sampai sekarang produksi bahan bakar nabati (BBN) ini selalu bertambah 10 tahun terakhir. Bertambah 100 persen atau dua kali lipat,” tuturnya.
Kontribusi sawit sebagai ketahanan energi juga bisa terlihat dari program mandatori biodiesel. Plt Asisten Deputi Perkebunan & Hortikultura Kemenko Perekonomian Muhammad Saifulloh menjelaskan, sawit mampu mendorong Indonesia untuk mandiri energi. Bahan bakar fosil diganti bahan bakar terbarukan yakni sawit. Dalam proyeksi 2020, B30 akan butuh 10 juta kl CPO. “Hemat devisa dari impor migas hingga USD 8 miliar atau setara Rp 112,8 triliun,” katanya. Ekspor produk kelapa sawit terus meningkat setiap tahunnya. Ada lima negara importir utama sawit di antaranya Tiongkok, Uni Eropa, India, Pakistan, dan Malaysia. Ini juga bukti potensial besar. Rinciannya volume ekspor sawit 37,1 juta ton pada 2017. Kemudian meningkat lagi sebesar 40,2 juta ton pada 2018. Selanjutnya meningkat lagi menjadi 42,16 juta ton pada 2019. Hingga April 2020 jumlah ekspor sebesar 11,45 juta ton. Namun bagaimana pun harga crude palm oil (CPO) fluktuatif. Ketika pasar global tujuan andalan ekspor seperti Uni Eropa dan Tiongkok mengurangi impor, terjadi penurunan demand. Itu membuat stok berlimpah dan otomatis CPO tertahan. Dampaknya harga CPO mengalami penurunan cukup signifikan. Program mandatori biodiesel salah satu pilihan untuk membuat stabilitas harga. Sejak 2016 -2019 pemerintah menggaungkan B20 dan tahun ini gencar B30. Dalam riset James Fry (2013) menyebutkan, program mandatori biodiesel menjadi salah satu instrumen stabilisasi harga CPO. “Karena setiap pengurangan 1 juta stok CPO akan menaikkan harga CPO sekitar USD 96 per metrik ton,” jelasnya. Program B30 diproyeksikan akan mengurangi stok 2,8 juta ton CPO pada 2020. Kini penggunaan biodiesel domestik sudah menyerap 15,49 juta kl.
Jika saat ini kelapa sawit program masih sebatas fatty acid methyl ester (FAME), penggunaan bahan dasar sawit untuk biodiesel masih 20 persen dan 30 persen. Namun untuk memastikan sawit sebagai ketahanan energi, pemerintah ke depan telah mempersiapkan program bio-hydrocarbon fuel. Program ini sudah berjalan pilot project pada 2019. Terdiri dari tiga jenis, yaitu green diesel, green gasoline, dan green fuel jet (avtur). “Saat ini masih butuh riset dan standardisasi semacam SNI. Misalnya seperti avtur untuk pesawat terbang butuh high safety,” jelasnya. Pihaknya telah mempersiapkan industrial vegetable oil (IVO). Baik dari sisi teknologi yang membutuhkan penelitian dan pengembangan katalis yang terus berlangsung. Kemudian alokasi perkebunan energi sekitar 8,8 hektare dari perkebunan kelapa sawit yang sudah ada dan pengembangan varietas bibit unggul. Serta insentif untuk berinvestasi pada generasi kedua pengolahan industri kelapa sawit. “Semakin banyak industri hilir membuat nilai tambah semakin banyak yang didapatkan,” ucapnya. Masih dalam menjaga tingkat produktivitas kelapa sawit, pemerintah mengeluarkan program peremajaan sawit rakyat (PSR). Luas sawit dengan potensi PSR 16,38 juta yang tersebar di 21 provinsi. “PSR ini untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan sawit rakyat dan menyelesaikan masalah legalitas lahan,” tuturnya. Penyaluran dana PSR berdasarkan luas lahan 98.935 hektare sebesar Rp 2,47 triliun (Desember 2019). Belum lagi, produktivitas sawit tidak perlu diragukan. Komoditas ini memiliki keunggulan dibandingkan BBN lainnya. Sebagai contoh kedelai dengan luas 122 juta hektare hanya menghasilkan 45,8 juta ton dan produktivitas hanya 0,4 ton per hektare. Berbeda jauh dengan sawit hanya dengan luas kebun 16 juta hektare saja mampu menghasilkan 65 juta ton. Terdapat produktivitas 4 ton per hektare. “Ini akan selalu menjadi propaganda persaingan pasar global selama sawit masih menjadi minyak nabati dengan harga yang bersaing,” tegasnya.
Besarnya potensi sawit juga didukung oleh Bidang Sustainability Gerakan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bandung Sahari. Dia mengatakan, biodiesel dari minyak sawit sangat ditakutkan oleh Eropa. Mengingat mereka berkomitmen untuk menggunakan seluruhnya biodiesel pada 2030. “Tapi biodiesel yang paling potensial di dunia hanya dari minyak sawit. Karena dari soya mahal luar biasa, begitu pula bunga matahari,” sebutnya. Apabila pada akhirnya mereka semua butuh biodiesel, maka artinya butuh Indonesia untuk mendapatkan minyak nabati. “Tidak ada minyak nabati lain yang bisa menyaingi sawit. Hanya dengan bunga matahari dan rapeseed tidak bisa mencukupi, bahkan kebutuhan pangan di Eropa. Hanya 75 persen. Sedangkan 25 persen dari soya dan sawit,” ungkapnya. Soya pun tidak bisa bersaing dengan sawit karena terlalu mahal. Dalam mencapai efektivitas kinerja sawit, butuh peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Bertugas menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana yang berasal dari pungutan ekspor sawit. BPDPKS turut berkontribusi dalam kesuksesan program. Termasuk dalam pengembangan industri sawit berkelanjutan. Caranya memperkuat industri hilir. Mulai dari riset pengembangan program konversi sawit menjadi bio-hydrocarbon fuel dan program hilirisasi lainnya. Salah satunya, BPDPKS memberikan dukungan pendanaan biodiesel. Program biodiesel merupakan cara bisa menyerap CPO dalam negeri secara langsung. Terutama menjaga supply dan demand bisa membuat stabilisasi harga. “Dengan begitu harga TBS akan terjaga. Kami berharap yang menikmati petani yang selama ini jual TBS,” ungkap Kepala Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heriawan. Itu semua yang sudah dirasakan selama konsisten melaksanakan B30. “Walau harga turun masih tidak terlalu dalam alias landai dibanding dari solar. Kalau CPO dan TBS stabil yang menikmati petani,” tuturnya. Dukungan pendanaan biodiesel dari BPDPKS menunjukkan sejumlah kontribusi yang baik. Selama Agustus 2015 – Desember 2019, BPDPKS bisa mengurangi gas rumah kaca 20,35 juta.
Ada pun penggunaan biodiesel berbahan sawit meningkat sebesar 15,49 juta kl. “Kontribusi penerimaan pajak negara (PPN) sebesar Rp 3,02 triliun yang masuk sebagai penerimaan negara,” tuturnya. Tidak kalah penting penghematan devisa melalui pengurangan impor minyak bumi senilai USD 5,39 miliar. “Awalnya kita pakai buat impor minyak bumi. Tapi kita mulai pakai sendiri jadi bisa menghemat,” imbuhnya. Saat ini, BPDPKS terus berupaya menciptakan pasar baru untuk produk sawit. Sebab jangan sampai Indonesia kalah dengan negara tetangga. Artinya tidak hanya ekspor ke negara unggulan selama ini. “Namun harus mulai ekspansi ke negara potensial seperti Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika,” bebernya. Sehingga tak sebatas mengandalkan pasar utama yang sudah ada. BPDPKS hadir mendukung dengan melakukan sinkronisasi kegiatan promosi dan advokasi. Tepatnya BPDPKS dan Kementerian Luar Negeri atau lembaga/instansi terkait lainnya. Saat ini permohonan kerja sama kampanye sawit dengan dana BPDPKS secara rutin berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenlu, Kemendag, dan sebagainya. BPDPKS berperan di bawah 9 peraturan yang menjadi dasar hukum dan berbagai kementerian yang menangani badan tersebut. Misalnya Perpres 61 Tahun 2015. “Penghimpunan dana ditujukan untuk mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan atau sustainable palm oil,” ucapnya. Jadi setiap langkah, misi dan program kegiatan yang dilaksanakan BPDPKS harus berorientasi pada hal tersebut. Prinsipnya penuh kehati-hatian. “Muruah BPDPKS menjaga sustainable harga untuk industri sawit agar tetap menjadi tumpuan perekonomian,” pungkasnya.
BERITA BIOFUEL
Prokal.co | Selasa, 7 Juli 2020
Dorong Konsumsi CPO Dalam Negeri, Pengusaha Dukung Pengembangan B100 pada 2021
Pengembangan B100 yang direncanakan pemerintah berlangsung mulai tahun depan diharapkan bisa terwujud. Sebab, hingga saat ini, harga CPO dan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih rentan berfluktuasi. Terlalu bergantung kondisi pasar dunia dan permintaan negara pengimpor. Belum lagi banyak dihadapkan dengan kampanye negatif. Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, bila penggunaan bahan bakar nabati dari minyak sawit mentah bisa terlaksana ini akan menjadi potensi besar bagi Indonesia dan Kaltim. “Ini akan menjadi kemandirian energi. Karena produksi lokal bisa kami akomodasi,” ungkapnya, (5/7). Azmal menyampaikan, Pertamina telah memiliki rencana bakal memproduksi B100 di Kilang Cilacap. Pengusaha tentu menyambut positif rencana ini. Apalagi belakangan telah terjadi diskriminasi produk sawit Indonesia, terutama di kawasan Uni Eropa. Saat ini produksi CPO Indonesia mencapai 40 juta ton. Bila B100 diterapkan maka kita butuh bahan baku CPO 50 juta ton. “Artinya kita butuh 10 ton lagi. Jika terpenuhi, tentu kita bisa mengurangi ekspor dan kita pergunakan sendiri,” ujarnya. Sementara itu, di Kaltim, hingga April lalu, produksi TBS sawit di Kaltim mencapai 18,4 juta ton, dengan produksi minyak sawit mentah (CPO) sebanyak 4,04 juta ton. “Jadi, kita tidak peduli dengan protes-protes yang diberikan oleh Uni Eropa kepada produk CPO kita,” ujarnya.
Dia mengatakan, permasalahan dalam sawit bukan lagi soal penghentian pembelian CPO oleh Uni Eropa. Lebih dari itu, masalah yang segera harus diperbaiki adalah soal tata kelola. Menurut dia, hingga saat ini masalah yang ada di kalangan petani adalah soal legalitas dan adanya lahan petani masuk tata ruang atau kawasan hutan. “Pemerintah daerah, baik itu di tingkat provinsi ataupun kabupaten kota serta seluruh stakeholder dalam sawit ini harus bersinergi,” katanya. Hingga kini, sambungnya, Pemprov terus fokus dalam percepatan program peremajaan tanaman kelapa sawit perkebunan Kaltim. Dengan diterapkannya B100, maka masa depan kelapa sawit Indonesia akan tetap cerah. “Fluktuasi harga di subsektor perkebunan dan pertanian itu biasa. Tidak perlu khawatir, bahkan bisnis benih sawit pun masih cerah,” katanya. Sejauh ini, B20 dan B30 sudah digunakan untuk BBM. “Kami tunggu B100,” serunya. Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad menyebutkan, luasan lahan potensial di Bumi Etam untuk kegiatan usaha subsektor perkebunan mencapai 3,26 juta hektare. Ini setara dengan 25 persen dari luas daratan Kaltim. Sedangkan total luas realisasi tanam untuk seluruh komoditas perkebunan mencapai 1,38 juta hektare. Jumlah tersebut terdiri atas komoditas kelapa sawit seluas 972.522 hektare. Sisanya sekitar 415.850 hektare untuk berbagai komoditas perkebunan. “Hingga saat ini masih terdapat perusahaan pemegang izin lokasi sebanyak 380 izin dengan luas 2,82 hektare. Pemegang izin usaha perkebunan 336 izin seluas 2,55 hektare dan hak guna usaha 204 izin seluas 1,19,” jelasnya.
Medcom.id | Selasa, 7 Juli 2020
Pemerintah Diminta Komitmen Kembangkan Energi Terbarukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mendorong pemerintah agar tetap berkomitmen dalam pengembangan energi terbarukan di tengah merosotnya harga energi fosil, seperti mengembangkan pengganti energi fosil biodiesel B-30. Hal itu penting guna mewujudkan ketahanan energi guna menyokong aktivitas perekonomian Tanah Air. Hal itu diungkapkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo lantaran merosotnya harga energi fosil, seperti harga minyak dan batu bara sebagai salah satu dampak dari pandemi covid-19. Ia mengingatkan pemerintah, meskipun situasi tersebut diprediksi hanya sementara, pemerintah tetap harus fokus. “Dan berupaya untuk melakukan langkah-langkah yang tepat dalam memenuhi target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025,” kata Bamsoet, sapaan akrabnya, seperti dikutip Selasa, 7 Juli 2020. Ia juga mendorong pemerintah dan PT Pertamina berkomitmen agar tidak dengan mudah mengubah kebijakan, meskipun saat ini harga energi fosil sedang murah, dikarenakan ketidakkonsistenan pemerintah dapat berdampak pada ketidakpastian bagi investor yang berinvestasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia. “Mendorong pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan dan meningkatkan pemanfaatan potensi energi di wilayahnya masing-masing, sehingga tercipta ketahanan energi di Indonesia,” ucapnya.
Kemudian, ia meminta pemerintah dapat berinovasi dan menentukan langkah strategi seperti membangun pembangkit listrik tenaga surya dalam skala besar, dan membangun tenaga listrik dengan memanfaatkan kekuatan angin, sehingga diperoleh harga yang kompetitif. Lebih lanjut, dirinya mengingatkan pemerintah selalu mampu untuk menghadapi persoalan-persoalan yang muncul dengan mempersiapkan strategi dan langkah yang tepat. “Khususnya selama pandemi covid-19, sehingga tetap tercipta penguatan industri,” tuturnya. Sementara itu, sepanjang 2015-2019, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mampu menjaga target produksi migas nasional di atas target yang ditetapkan di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). “Dengan capaian produksi di atas RUEN, volume minyak yang perlu diimpor Indonesia dapat ditekan sehingga membantu mengurangi defisit anggaran pemerintah,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto. Berdasarkan RUEN 2015, Indonesia memposisikan diri berada dalam masa transisi energi menuju era Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Hal ini terlihat dari persentase bauran energi, EBT yang semakin meningkat setiap tahunnya, sedangkan untuk porsi dari migas semakin turun.
Namun demikian, realita secara nominal kebutuhan energi migas semakin meningkat setiap tahun meskipun secara persentase penggunaan energi fosil diharapkan menurun. Berdasarkan data tersebut, tanpa adanya peningkatan produksi migas nasional maka gap antara produksi dan konsumsi akan semakin besar sehingga berdampak pada defisit anggaran yang semakin besar. Dwi mengatakan saat ini Indonesia masih memiliki potensi migas yang besar mengingat masih terdapat 128 cekungan. Dari jumlah tersebut 68 di antaranya belum dieksplorasi. “Kami bersama KKKS berupaya memaksimalkan potensi ini, untuk itu SKK Migas telah mencanangkan rencana jangka panjang produksi satu juta barel minyak per hari (bopd) pada 2030, visi ini diciptakan karena kami optimistis dengan potensi migas Indonesia,” pungkasnya.
Gridoto.com | Selasa, 7 Juli 2020
Cegah Air Muncul di Tangki Bahan Bakar Mobil Diesel, Simpel Banget Sob
Cegah kandungan air muncul di tangki bahan bakar mobil diesel, ternyata cukup simpel Sob. Bahan bakar diesel cenderung menyerap kandungan air cukup banyak, terutama kualitas jelek dengan angka cetane rendah. Tentu kandungan air ini kalau sampai masuk ke sistem pembakaran mesin diesel bisa memicu kerusakan yang cukup serius. “Sebenarnya gampang, jangan biarkan tangki bahan bakar mobil selalu kosong apalagi dalam jangka waktu cukup lama,” buka Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ahli Konversi Energi Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung kepada GridOto.com. Menurut Tri, dengan kondisi tangki bahan bakar kosong berarti akan ada rongga yang terisi oleh udara. “Bahan bakar yang terpapar udara akan bereaksi sehingga terjadi kondensasi di dalam tangki dalam jangka waktu tertentu,” terang Tri. Lanjut Tri, selama proses kondensasi akan terjadi perubahan molekul air dari udara dan bahan bakar menjadi embun sehingga membentuk lapisan baru kandungan air di tangki bahan bakar. “Udara itu kan mengandung unsur oksigen, dimana dia terdapat molekul air yang berubah menjadi uap air ketika terjadi kondensasi,” tambah Tri. Untuk itu Tri menyarankan untuk selalu mengisi tangki bahan bakar dalam kondisi penuh jika sudah mulai kosong. “Bukan karena faktor kerusakan, tapi semakin sedikit udara di dalam tangki kemungkinan bereaksi dengan bahan bakar juga jadi lebih kecil,” ujar Tri.
Gridoto.com | Selasa, 7 Juli 2020
Waspada Deposit yang Bikin Mampat Injektor Mobil Mesin Diesel
Waspada terhadap gejala deposit yang bisa bikin mampat injektor mobil dengan mesin diesel. Salah satu komponen vital pada mobil mesin diesel adalah injektor yang dilengkapi dengan valve injector untuk mengatur suplai bahan bakar ke ruang bakar mesin. Tentu injektor mesin diesel cukup sensitif terhadap kualitas bahan bakar diesel yang digunakan untuk hasil pembakaran yang optimal. “Bahan bakar diesel mengandung partikel kotoran dari sulfur yang menjadi penyebab injektor tersumbat,” buka Nurcholis, National Technical Leader PT Toyota-Astra Motor dalam acara NGOVI bertema “Pakai BBM Rekomendasi Pabrikan, Untung atau Buntung?” yang digelar GridOto.com (27/6). Lanjut Nurcholis, penyumbatan injektor mesin diesel akibat partikel kotoran sulfur bahan bakar diesel disebut dengan deposit. “Deposit terjadi pada saat mesin mobil dimatikan, masih ada sisa bahan bakar dari aliran common rail di dalam injektor,” terang Nurcholis. Tambah Nurcholis, injektor yang berisi bahan bakar masih dalam kondisi panas lama-lama menjadi dingin dan terjadi oksidasi. “Oksidasi memicu deposit karena sisa partikel kotoran yang larut di bahan bakar mengering di dalam injektor,” ujar Nurcholis. Sewaktu mesin dihidupkan kembali, partikel ini kembali terdorong tekanan bahan bakar dan menumpuk di ujung injektor. “Penyemprotan bahan bakar ke ruang bakar jadi terhambat dan mengganggu pembakaran mesin karena kotoran sudah menjadi kerak,” tekan Nurcholis.