Ministry aims to finish 1,000-hour B40 biodiesel road test this year

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Thejakartapost.com | Selasa, 1 September 2020

Ministry aims to finish 1,000-hour B40 biodiesel road test this year

Indonesia plans to complete two key tests for its domestically produced palm oil-based biodiesel by November this year, as the world’s top palm oil producing country prepares to move ahead with the 40 percent biodiesel blend (B40). The test involves running two static diesel engines on the lower-emission fuel for 1,000 hours inside the Energy and Mineral Resources Ministry’s research and development lab, said lead researcher Sylvia Ayu Bethari on Aug. 26. She and her team are testing the engines’ fuel consumption, emissions and power levels, among other performance indicators. The biofuel is notorious among commercial vehicle operators for damaging engines.  “We are now testing the two engines’ durability [when using B40],” she said during a virtual media visit. The government plans to make the use of B40 biodiesel mandatory starting in July 2021 to cut Indonesia’s oil imports, which is a major contributor to the country’s overall imports bill. The ministry is testing two B40 variations: one being regular diesel mixed with 40 percent fatty acid methyl ester (FAME) – a substance derived from palm oil – and the second being mixed with 30 percent FAME and 10 percent distilled FAME, which is hoped to reduce damage. However, Indonesian Automakers Association (Gaikindo) chairman Jongkie Sugiarto previously signaled that carmakers were not on board with the B40 plan. “Gaikindo asks to be given time to prepare for the implementation of B40,” he told The Jakarta Post. The ministry tested the previous B20 and B30 biofuels by driving vehicles thousands of kilometers, but both Gaikindo and Indonesian Bioenergy Expert Association (IKABI) greenlighted the static test method, considering the country was still partially locked down. “For the time being, we won’t test on the road. That’s rather difficult. There are still concerns,” said ministry research head Dadan Kusdiana on Wednesday, adding that his department was also conducting early B50 tests.

https://www.thejakartapost.com/news/2020/08/31/ministry-aims-to-finish-1000-hour-b40-biodiesel-road-test-this-year.html

CNNIndonesia.com | Selasa, 1 September 2020

Faisal Basri Ramal Defisit Neraca Dagang Energi Capai US$80 M

Ekonom Senior Faisal Basri memprediksi defisit neraca perdagangan di sektor energi di dalam negeri dapat mencapai US$80 miliar pada 2040 mendatang. Ini terjadi karena defisit bahan bakar minyak (BBM). “Energi Indonesia sudah defisit. Pada 2040 defisitnya potensinya mencapai US$80 miliar,” ucap Faisal dalam video conference, Senin (31/8). Ia menyatakan defisit BBM pada 2019 lalu mencapai US$15 miliar. Lalu, jika ditambah dengan produk minyak defisitnya naik menjadi US$20 miliar pada tahun lalu. “Syukur gas masih surplus. Tapi surplusnya semakin lama semakin turun. Dia (gas) tidak mampu menutup defisit minyak. Jadi migas defisit, 2019 mencapai US$10 miliar,” kata Faisal. Namun, secara keseluruhan neraca perdagangan di sektor energi masih surplus. Pendoronganya adalah batu bara. Faisal bilang ekspor batu bara masih tinggi. Dengan demikian total neraca perdagangan energi masih surplus US$8 miliar. “Namun, 2021 (neraca perdagangan) energi di Indonesia sudah defisit,” kata Faisal. Sementara, ia bilang kebijakan dari pelaksanaan mandatori campuran biodiesel ke minyak solar juga tak berhasil menekan defisit neraca perdagangan Indonesia di sektor energi. “Hitung-hitungan kami, boro-boro mengurangi defisit perdagangan, justru defisit perdagangan akibat kebijakan biofuel ini naik,” terang Faisal. Diketahui, pemerintah mengandalkan kebijakan pelaksanaan mandatori campuran biodiesel 20 persen ke minyak solar (B20) dan B30 untuk menekan impor minyak. Pemerintah pun percaya diri hal itu akan berhasil.

Pada tahun lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan B20 sukses menekan impor minyak. Hal itu tercermin dari peran program tersebut dalam penurunan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal III 2019. Perbaikan defisit salah satunya ditopang penurunan impor migas. “Ini kan ada perbaikan, impor migas turun. Neraca perdagangan membaik. Ini mencerminkan program B20 berjalan,” ungkap Airlangga tahun lalu. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Juli 2020 surplus sebesar US$3,26 miliar. Realisasi ini merupakan surplus terbesar sejak Februari 2020. Jika dilihat, ekspor Juli 2020 meningkat 14,33 persen dari US$12,01 miliar pada Juni 2020 menjadi US$13,73 miliar. Ekspor ini didominasi oleh non migas yang sebesar US$13,03 miliar atau naik 13,86 persen, sedangkan ekspor migas tercatat US$700 juta atau naik 23,77 persen. Lalu, impor terlihat turun sebesar 2,73 persen secara bulanan. Namun, jika dilihat secara tahunan anjlok hingga 32,55 persen menjadi US$10,47 miliar pada Juli 2020.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200831203354-85-541326/faisal-basri-ramal-defisit-neraca-dagang-energi-capai-us-80-m

Tirto.id | Selasa, 1 September 2020

Tren Mobil Listrik, Faisal Basri: Bangun Kilang Minyak Dipikir Lagi

Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri meminta pemerintah memikirkan ulang rencana pembangunan kilang minyak mentah. Faisal yang juga merupakan mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas tahun 2015 menilai keputusan itu bisa merugikan pemerintah karena kurang sensitif terhadap pergeseran ke energi yang lebih bersih. “Bisa bayangkan kilang baru jadi kalau akan dibangun 10 tahun lagi. Semakin mendekati 2040 saat pemerintahan bertekad tidak ada lagi produksi mobil konvensional. Semua mobil listrik atau B30-B40,” ucap Faisal dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (31/8/2020). Faisal mengatakan saat ini konsumsi minyak Indonesia memang sedang naik. Per 2019, konsumsi minyak Indonesia sudah mencapai 1,73 juta barel naik signifikan dari 1999 yang masih di kisaran 1 juta barel. Sampai saat ini, ia bilang ide meningkatkan produksi minyak hingga 1-2 juta barel memang tampak masuk akal lantaran produksi Indonesia terus turun hingga di angka 781 ribu barel di 2019 dari tahun 1999 yang masih di atas 1,2 juta barel. Namun, ia mengingatkan saat ini pemerintah sedang memacu industri mobil listrik baik itu baterai lithium maupun kendaraan bertenaga listrik. Belum lagi program biodiesel yang saat ini ditargetkan mencapai B40 atau paduan 60 persen solar dan 40 persen olahan minyak sawit dalam bentuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME).

Faisal bilang akan menjadi lebih bijak jika pemerintah menanggalkan ambisi membangun kilang ketimbang memaksakan kebijakan yang saling bertentangan satu sama lain dan menyisakan kendaraan listrik atau biodiesel. “Waktu itu [2040] produksi kilang bisa 2 juta barel, itu mau dijual ke mana. Mobil kita sudah biodiesel atau listrik. Ini jalan sendiri-sendiri. Hanya Bapak-Ibu [Komisi VI DPR RI] yang bisa setop,” ucap Faisal. Potensi kerugian, menurut Faisal, semakin tak terhindarkan karena sebagian besar pembangunan kilang memang ditujukan untuk minyak mentah. Menurut Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), ada total 6 proyek yang tergabung dalam Refinery Development Master Plan (RDMP) dan New Grass Root Refinery (NGRR). Menurut Faisal, jika mau realistis, pembangunan kilang tidak lagi ditujukan bahan bakar, tetapi untuk keperluan petrokimia lantaran lebih bernilai tambah dan menguntungkan secara jangka panjang. Mirisnya, kata Faisal, dari 6 proyek itu, hanya 2 yang bisa menjawab keperluan Petrokimia. “Jadi bangun kilang terintegrasi petrokimia. Yang baru-baru batalkan segera. Kuncinya meyakinkan Pak Jokowi ini bukan aib. Masanya sudah lewat. Waktu kita mau bangun, belum ada B30-B40 dan mobil listrik,” ucap Faisal.

https://tirto.id/tren-mobil-listrik-faisal-basri-bangun-kilang-minyak-dipikir-lagi-f2KM

Investor.id | Selasa, 1 September 2020

Pasarkan Produk Kimia, AKR Corporindo Gandeng Petronas Chemical

PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) melalui anak usahanya PT AKR Niaga menandatangani kerjasama dengan Petronas Chemical Marketing Sdn Bhd untuk pendirian perusahaan patungan (joint venture/jv). Perusahaan ini nantinya dibentuk dengan tujuan memasarkan produk kimia ke pelanggan di Indonesia. Managing Director dan Chief Executive Officer Petronas Chemical Group Datuk Sazali Hamzah mengatakan, kerjasama ini mengkolaborasikan kekuatan kedua perusahaan, sehingga dapat memberikan nilai yang lebih besar bagi Indonesia. Pada saat yang sama, PC Group dan AKR akan bekerja sama untuk memberikan solusi yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. “Metanol akan menjadi produk pertama yang didistribusikan kepada pelanggan di Indonesia,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Investor Daily, di Jakarta, Selasa (1/9). Menurut Sazali, pemilihan Indonesia sebagai lokasi pemasaran, karena Indonesia yang termasuk dalam kawasan Asia Tenggara merupakan pasar yang penting bagi PC Group. Guna bisa memasarkan produk dengan baik, perseroan perlu memilih mitra lokal yang berpengalaman dengan didukung infrastruktur dan posisi pasar yang kuat. “AKR berpengalaman di Indonesia dan bisa melayani pasar metanol melalui sinergi dengan PC Group. Selain mendistribusikan metanol, kami akan memasukkan produk kimia lainnya di masa depan,” papar dia.

Lebih lanjut, CEO Group dan Presiden Direktur AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo mengatakan, pihaknya mengapresiasi kerjasama dengan PC Group. Kemitraan dengan PC Group akan menjadi langkah penting untuk memperkuat posisi sebagai salah satu distributor bahan bakar kimia (BBM) dan bahan kimia di Indonesia. “AKR telah berpengalaman lebih dari enam dekade dalam bidang solusi logistik dan rantai pasokan siap mendukung usaha patungan ini. Kami yakin bisa memberikan solusi inovatif bernilai tinggi kepada pelanggan di seluruh Indonesia,” jelas dia. Tahun ini, AKR Corporindo masih optimistis mencapai pertumbuhan laba 15-20%. Hal ini didukung oleh penjualan ritel dan pengembangan bisnis melalui perusahaan patungan. Direktur AKR Corporindo Suresh Vembu mengatakan, pada semester I-2020, perseroan membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham sebesar Rp 432 miliar atau meningkat 25% dari Rp 391 miliar pada semester I-2019. Perolehan laba bersih ini ditopang oleh pendapatan perseroan yang mencapai Rp 10 triliun atau meningkat dibandingkan semester I-2019 yang mencapai Rp 9,71 triliun. Sejauh ini, AKR menjalankan bisnis perdagangan dan distribusi untuk petroleum dan produk berbahan kimia.

Bisnis perdagangan dan distribusi tersebut mencatat pendapatan sebesar Rp 9,17 triliun. Kemudian, perseroan juga memiliki layanan logistik yang membukukan pendapatan sebesar Rp 410 miliar, manufaktur sebesar Rp 180 miliar dan kawasan industri Rp 240 miliar. Pada semester II-2020 ini, perseroan akan terus mengembangkan bisnis yang sudah ada. Misalnya, untuk distribusi petroleum, perseroan mulai memasarkan biodiesel (B30). Hal ini seiring dengan bertambahnya alokasi fatty acid methyl ester (FAME) untuk biodiesel sebesar 45% menjadi 725 ribu kl. Selanjutnya, perseroan mulai memasarkan petroleum untuk segmen ritel melalui kerjasama dengan BP. Suresh mengungkapkan, melalui kerjasama dengan BP, perseroan sudah membangun 15 SPBU di Jakarta dan sekitarnya, Surabaya serta di beberapa rest area. Sementara AKR sudah memiliki 137 SPBU. Perseroan juga gencar mengembangkan bisnis kawasan industri di bawah nama JIIPE. Hingga kini sudah ada beberapa perusahaan yang menjadi penghuni kawasan industri tersebut seperti PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Nippon Sari Corpindo Tbk (ROTI), PT Freeport Indonesia dan perusahaan lainnya. Menurut Suresh, Freeport Indonesia akan menyewa sekitar 103 ha dan membayar sekitar US$ 7,7 juta.

https://investor.id/market-and-corporate/pasarkan-produk-kimia-akr-corporindo-gandeng-petronas-chemical

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *