Per Maret, Realisasi Penyaluran Biodiesel Turun 13,04%
Investor.id | Selasa, 20 April 2021
Per Maret, Realisasi Penyaluran Biodiesel Turun 13,04%
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penyaluran biodiesel 30% (B30) pada kuartal pertama tahun ini sebesar 2 juta kiloliter (KL) atau turun 13,04% dari realisasi periode yang sama tahun lalu. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, konsumsi biodiesel pada kuartal pertama 2021 masih sedikit di bawah target dan lebih rendah dari kuartal pertama 2020. Hal ini lantaran penyaluran biodiesel masih terdampak pandemi Covid-19. “Pada 2020 kuartal pertama itu sebesar 2,3 juta KL, kemudian kuartal pertama 2021 sebesar 2 juta KL,” kata dia dalam pesan pendeknya kepada Investor Daily, Selasa (20/4). Pada tahun ini, pemerintah menetapkan target penyaluran biodiesel sebesar 9,2 juta KL. Target ini naik 8,75% dari realisasi serapan biodiesel di tahun lalu yang sebesar 8,46 juta KL. Menurut Dadan, realisasi penyaluran biodiesel di kuartal pertama masih sesuai dengan target yang ditetapkan. “Masih on track [dengan rencana], mengikuti konsumsi BBM (bahan bakar minyak),” ujar dia. Dampak pandemi Covid terhadap penyaluran biodiesel sudah terasa sejak tahun lalu. Dadan sempat mengungkapkan, realisasi penyaluran biodiesel tahun lalu hanya mencapai 8,46 juta KL dari target 9,6 juta KL. Hal ini karena pandemi Covid-19 menekan konsumsi BBM. Namun sesuai data Kementerian ESDM, sejak 2017, serapan biodiesel nasional terus meningkat. Penyaluran bahan bakar nabati (BBN) jenis ini naik dari 2,75 juta KL pada 2017 menjadi 3,75 juta KL pada 2018, 6,39 juta KL pada 2019, dan mencapai 8,46 juta KL pada tahun lalu. Penyaluran biodiesel ini diproyeksikan terus naik pada beberapa tahun mendatang. Target serapan biodiesel ditetapkan sebesar 9,2 juta KL di 2021, 10,2 juta KL di 2022, dan 10,5 juta KL di 2023. Target biodiesel mulai naik signifikan menjadi 12,1 juta KL di 2024, sedikit meningkat ke 12,4 juta KL di 2025, dan mencapai 12,8 juta KL di 2026.
Kompas.com | Selasa, 20 April 2021
Tekan Angka Impor, Pengembangan Bahan Bakar dari Kelapa Sawit Terus Dilanjutkan
Pemerintah terus mengembangkan riset tentang energi baru terbarukan. Salah satu yang menjadi fokus yakni pembuatan bahan bakar nabati yang berasal dari kelapa sawit. “Idenya adalah kita bisa menghasilkan baik bensin, diesel, maupun avtur 100 persen berasal dari bahan baku kelapa sawit,” kata Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro usai sidang paripurna Dewan Energi Nasional di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/4/2021). Bambang mengatakan, dalam riset ini pemerintah menggunakan katalis yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Bahan bakar ini sudah diuji coba di kilang milik PT Pertamina (Persero), sehingga diharapkan bisa segera diproduksi. “Harapannya kita bisa masuk skala produksi tidak lama lagi, baik diesel, bensin, maupun untuk avtur,” ujar Bambang. Selain ramah lingkungan, kata Bambang, pengembangan bahan bakar ini dimaksudkan untuk menekan angka impor BBM. “Tentunya tujuan akhirnya adalah untuk kita bisa mengurangi impor BBM (bahan bakar minyak) sendiri,” ujarnya. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) Arifin Tasrif menyebut bahwa permintaan (demand) energi untuk jangka panjang terus mengalami peningkatan. Sementara, pasokan sumber daya dalam negeri kian terbatas. Dengan dikembangkannya berbagai riset dalam bidang energi, diharapkan tahun 2030 Indonesia dapat mandiri dan tidak lagi mengimpor BBM. “Dalam strategi energi nasional ini kita rencanakan di tahun 2030 itu kita tidak lagi mengimpor BBM dan diupayakan juga tidak lagi melakukan impor LPG,” kata Arifin.
Kontan.co.id | Rabu, 21 April 2021
Tahun 2030, pemerintah menargetkan tak lagi impor migas
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) Arifin Tasrif menyebut, hingga saat ini pemerintah masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG). Ditargetkan, tahun 2030 Indonesia mampu mandiri dan tak lagi mengimpor kedua unsur tersebut. “Memang dalam strategi energi nasional ini kita rencanakan di tahun 2030 itu kita tidak lagi mengimpor BBM dan diupayakan juga tidak lagi melakukan impor LPG,” kata melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (20/4). Arifin menyebut bahwa permintaan (demand) energi untuk jangka panjang terus mengalami peningkatan. Sementara, pasokan sumber daya dalam negeri kian terbatas. Oleh karenanya, saat ini terus dikembangkan riset tentang energi baru terbarukan. Salah satu yang menjadi fokus yakni pembuatan bahan bakar nabati yang berasal dari kelapa sawit. “Idenya adalah kita bisa menghasilkan baik bensin, diesel, maupun avtur 100 persen berasal dari bahan baku kelapa sawit,” ucap Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro dalam kesempatan yang sama. Bambang mengatakan, dalam riset ini pemerintah menggunakan katalis yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Bahan bakar ini sudah diuji coba di kilang milik PT Pertamina (Persero), sehingga diharapkan bisa segera diproduksi. “Harapannya kita bisa masuk skala produksi tidak lama lagi, baik diesel, bensin, maupun untuk avtur,” ujar Bambang. Selain ramah lingkungan, kata Bambang, pengembangan bahan bakar ini dimaksudkan untuk menekan angka impor BBM. “Tentunya tujuan akhirnya adalah untuk kita bisa mengurangi impor BBM (bahan bakar minyak) sendiri,” kata dia.