Tantangan Biodiesel Sawit
Infosawit.com | Senin, 1 Maret 2021
Tantangan Biodiesel Sawit
Sepanjang periode tahun 2019 lalu, harga minyak mentah dunia tidak mengalami fluktuasi kendati pada akhir tahun ada konflik antara Rusia dan Arab Saudi tentang produksi dan ekspor minyak. Harga biodiesel juga tidak mengalami fluktuasi signifikan sepanjang tahun, meskipun di akhir tahun terdapat banyak peningkatan. Pada awal 2020, ada fluktuasi harga minyak mentah dunia, dan pada Bulan Maret – April 2020, ada anomali harga minyak mentah yang sangat rendah. Ini terjadi lantaran adanya pandemi Cvoid-19 yang melanda dunia dan Indonesia sejak Maret hingga saat ini. Permintaan untuk biodiesel pun menurun hingga kurang lebih 12%. Perbedaan harga antara biodiesel dan diesel berbasis minyak fosil semakin melebar hingga US$ 461 /ton sampai Bulan September 2020. Sementara proyeksi serapan biodiesel di tahun 2020 mencapai sebanyak 9,6 juta kiloliter dan ekspor sejumlah 1 juta kiloliter. Lantas dengan adanya pengujian penerapan B40 yang rencananya akan diterapkan di tahun 2021/2022, diperkirakan akan mampu menyerap biodiesel sekitar 12,8 juta kiloliter. Tantangan dari pengembangan biodiesel dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, kualitas biodiesel. Guna memenuhi standar di sektor transportasi, pihak pelaku selalu memperbaharui Standar Kualitas Biodiesel dan dari sisi teknologi. Kedua, dukungan stakeholders atau seluruh pemangku kepentingan. Kami telah bekerja bersama dengan Pusat Penelitian Energi Baru dan Terbarukan serta dengan berbagai universitas…. (Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) / Paulus Tjakrawan)
Jurnas.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Susun Kurikulum Berbasis Industri, Aprobi dan Apolin Teken MoU dengan LPP Yogyakarta
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (Apolin) yang berlangsung virtual, Sabtu (27/2). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Ketua Apolin, Rapolo Hutabarat, dan Ketua Umum Aprobi, MP Tumanggor. Direktur Politeknik LPP Yogyakarta, Muhamad Mustangin mengatakan, penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. “Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada APROBI dan APOLIN untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Muhamad Mustangin saat memberikan sambutan. Target MoU, lanjut dia, agar memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari Aprobi dan Aplolin yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujar dia. Di tempat yang sama, Rapolo mengutarakan, MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU Apolin dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Menurut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo.
Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Aprobi, Irma Rachmania menuturkan, penandatanganan kerja sama sangat penting baik Politeknik LPP Yogyakarta dan Aprobi untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus Aprobi saat memberikan sambutan. Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerja sama baik Aprobi dan LPP Yogyakarta. “Apresiasi tinggi kepada LPP Yogyakarta yang memberikan kesempatan APROBI untuk penandatanganan MoU ini,” ujar dia. Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, APROBI, dan APOLIN dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelas dia. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Kedepan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
Kontan.co.id | Sabtu, 27 Februari 2021
Politeknik LPP Yogyakarta kerjasama dengan Aprobi dan Apolin perkuat SDM hilir sawit
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (Apolin) yang berlangsung virtual, Sabtu (27/2021). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat,Ketua Umum Apolin dan MP Tumanggor, Ketua Umum Aprobi. Mustangin mengatakan, penandatanganan MoU ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. “Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada Aprobi dan Apolin untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Mustangin dalam keterangannya, Sabtu (27/2). Ia mengatakan target MoU ini akan memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada dukungan Aprobi dan Apolin berkaitan D3 sampai S1 terapan yang memerlukan dukungan industri. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari Aprobi dan Apolin yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujarnya. Sementara itu Rapolo mengatakan, MoU INI sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU Apolin dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo.
Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Aprobi menuturkan penandatanganan kerjasama sangat penting baik Poltek LPP Yogyakarta dan APROBI untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus Aprobi saat memberikan sambutan. Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerjasama baik Aprobi dan LPP Yogyakarta.”Apresiasi tinggi kepada LPP yang memberikan kesempatan APROBI untuk penandatanganan MoU ini,” ujarnya. Sementara itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, Aprobi dan Apolin dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelasnya. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Ke depan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
Investor.id | Sabtu, 27 Februari 2021
Susun Kurikulum dan SDM Sawit, Aprobi-Apolin Teken MoU dengan LPP Yogyakarta
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (Apolin) yang berlangsung virtual, Sabtu (27/2/2021). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Apolin dan MP Tumanggor, Ketua Umum Aprobi. Penandatanganan MoU ini disaksikan oleh kalangan pemerintah dan asosiasi sawit antara lain Musdhalifah Machmud (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian), Wikan Sakarinto (Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Andriah Feby Misna (Direktur Bioenergi), Mohammad Abdul Ghani (Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Edy Wibowo (Direktur Penyaluran Dana BPDPKS), Ir.Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP Apkasindo), Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Aprobi, dan jajaran pengurus Apolin maupun Aprobi. “Penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada Aprobi dan Apolin untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta saat memberikan sambutan. Ia mengatakan target MoU ini akan memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada dukungan Aprobi dan Apolin berkaitan D3 sampai S1 terapan yang memerlukan dukungan industri. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari Aprobi dan Apolin yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujarnya. Rapolo Hutabarat , Ketua Umum Apolin, mengutarakan MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU Apolin dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo.
Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menuturkan penandatanganan kerjasama sangat penting baik Poltek LPP Yogyakarta dan Aprobi untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus Aprobi saat memberikan sambutan. Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerjasama baik Aprobi dan LPP Yogyakarta. ”Apresiasi tinggi kepada LPP Yogyakarta yang memberikan kesempatan Aprobi untuk penandatanganan MoU ini,” ujarnya. Sementara itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, Aprobi, dan Apolin dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelasnya. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Ke depan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
Tribunnews.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Politeknik LPP Yogyakarta Tandatangani MoU dengan APROBI dan APOLIN
Politeknik LPP Yogyakarta terus mengembangkan sayap dengan menjalin kerja sama dengan dunia industri. Hari ini (Sabtu, 27/2/2021), dilakukan penandatanganan MoU Kerja Sama antara Politeknik LPP Yogyakarta dengan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN). Direktur Politeknik LPP, Muhammad Mustangin, mengatakan pihaknya berharap dengan dimulainya kerja sama ini kelak dapat dilakukan penyusunan kurikulum untuk Politeknik LPP yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri, utamanya APROBI dan APOLIN. “Kedua, industri menyediakan tempat magang, sehingga sebelum masuk industri mereka (mahasiswa) punya gambaran. Dengan begitu industri tidak memerlukan pelatihan lagi, ini sebuah efisiensi juga bagi industri,” tutur Mustangin ditemui di Politeknik LPP, Sabtu (27/2/2021). “Mau tidak mau perkembangan dunia ada di industri, maka politeknik harus bisa menyesuaikan dengan industri,” imbuhnya. Kemudian, terkait beasiswa, Mustangin berharap dunia industri bisa semakin banyak memberikan beasiswa kepada masyarakat, khususnya untuk berkuliah di Politeknik LPP. Selain itu, ia juga berharap dapat dilakukan magang dosen, sehingga apa yang diajarkan bisa inline dengan dunia industri. Dalam kesempatan yang sama, hadir secara virtual, perwakilan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Irma Rahmania, menuturkan bahwa penandatanganan MoU antara APROBI dan Politeknik LPP sangat penting dalam meningkatan keandalan lulusan LPP. Di sisi lain, juga mendukung APROBI untuk terus melakukan pengembangan. “Kami menyadari akan menghadapi tantangan-tantangan ke depan, namun dengan komunikasi yang baik antara kami dan LPP akan mengatasi semua permasalahan. Selamat dan terima kasih atas kesempatan yang diberikan,” bebernya.
Sementara itu, hadir secara virtual pula, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), Rapolo Hutabarat, mengungkapkan pembangunan manusia dalam segala aspek merupakan keharusan suatu bangsa. Dengan dana riset yang memadai dan teknologi, kita dapat menghadapi tantangan global mendatang. “Kami mengajak seluruh elemen bangsa ini, terutama perguruan tinggi, untuk secara bersama-sama mencari, menggali, dan mengembangkan berbagai teknologi unggul,” bebernya. Hadir pula dalam kesempatan itu, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V, Didi Achjari. “Hari ini menjadi kabar gembira bagi LLDIKTI karena salah satu misi kami meningkatkan pendidikan tinggi. Ini membantu LPP meningkatkan target kerjanya yang menjadi target kerja kami juga,” bebernya. Ia melanjutkan, akan melihat realisasi dari MoU ini. Ia berharap yang disepakati hari ini akan membantu kompetensi mahasiswa terutama dalam bidang perkebunan dan kelapa sawit. “Sektor pertanian dan perkebunan ini luar biasa, menyumbang surplus pada 2020 di Indonesia. Sektor ini juga suatu hal yang futuristik karena sampai kapan pun manusia butuh makanan. Pertanian akan menopang sektor yang lain. Selain membantu negara lebih maju secara ekonomi juga kemandirian bangsa,” ungkapnya. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Wikan Sakarinto, yang juga hadir di dalam forum itu berharap, Politeknik LPP Yogyakarta dapat menjadi penggerak bagi LPP dan politeknik-politeknik lainnya di Indonesia.
Jurnas.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Apolin dan Aprobi Jalin Kerja sama dengan Politeknik LPP Yogyakarta
Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) dan Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding secara virtual, Sabtu (22/2). “Pada hari ini, kita secara khusus melakukan penandatangan MoU ataran LPP Yogyakarta, Aplolin dan Aprobi. Kami memandang ini sebagai langkah strategis bagi kita semua secara nasional,” kata Ketua Umum APOLIN, Rapolo Hutabarat dalam sambutannya. Dia menilai MoU tersebut sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Tahun lalu, produk turunan oleochemical berhasil dieskpor ke pasar global sebanyak 3,8 juta ton dengan nilai Rp2,64 miliar. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang senantiasa tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak seluruh elemen bangsa terutama dari perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dubutuhkan industri global,” ujar Rapolo. Ropolo juga menantang komponen yang terlibat dalam MoU tersebut untuk memproduksi produk oleochemical yang lebih hilir dalam jumlah ratusan produk yang dibutuhkan semua industri saat ini. “Kami mengajak kompenan yang terlibat dalam MoU untuk secara bersama-bersama menjawab tantangan sehingga dalam waktu 3 hingga 5 tahun yang akan datang Indonesia mampu memproduksi produk olechemical lebih hilir lagi dalam jumlah ratusan produk,” ujar Rapolo.
Liputan6.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Kebutuhan SDM Kian Mendesak Seiring Lonjakan Permintaan Produk Hilir Sawit
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) menandatangani nota kesepahaman dengan Politeknik LPP Yogyakarta yang berlangsung virtual, Sabtu (27 Februari 2021). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan MP Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). “Penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada APROBI dan APOLIN untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Direktur Politeknik LPP Yogyakarta Muhamad Mustangin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (27/2/2021). Ia mengatakan target MoU ini akan memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada dukungan APROBI dan APOLIN berkaitan D3 sampai S1 terapan yang memerlukan dukungan industri. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari APROBI dan APOLIN yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujarnya.
Ketua Umum APOLIN Rapolo Hutabarat mengutarakan MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU APOLIN dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teknologi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo.
Antaranews.com | Minggu, 28 Februari 2021
Pertumbuhan industri hilir sawit butuh SDM berkualitas
Pertumbuhan industri hilir kelapa sawit di tanah Air yang pesat saat ini dinilai membutuhkan dukungan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) Rapolo Hutabarat menyatakan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sangatlah penting bagi kemajuan industri hilir kelapa sawit di Indonesia, sebab permintaan produk dasar oleokimia Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. “Itu sebabnya, industri sangat membutuhkan SDM unggul dan teknologi modern. Di sinilah, perlunya model link and match agar kebutuhan tenaga kerja dapat segera terpenuhi,” ujarnya di Jakarta, Minggu. Menurut dia, industri hilir sawit telah menguasai pangsa pasar ekspor Indonesia di pasar global yang mana saat ini komposisi ekspor produk turunan sawit mencapai 70 persen dan ekspor hulu (Crude Palm Oil atau CPO) sebesar 30 persen. Peranan SDM yang siap bekerja, tambahnya saat saat memberikan sambutan dalam penandatangan nota kesepahaman APOLIN dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dengan Politeknik LPP Yogyakarta secara virtual, menjadi penopang tren pertumbuhan industri hilir sawit. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teknologi unggul dan beragam untuk produk oleokimia yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo melalui keterangan tertulis Tahun 2020, produk turunan oleokimia berhasil diekspor ke pasar global sebanyak 3,8 juta ton sedangkan kapasitas industri oleokimia Indonesia saat ini 11,3 juta ton per tahun dengan produk terdiri lima kelompok utama fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle . Menurutnya MoU APOLIN dengan LPP Politeknik Yogyakarta sangat penting bagi kedua belah pihak. Poin dari kerjasama ini terdiri dari empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang.
Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi APROBI Irma Rachmania menuturkan penandatanganan kerjasama sangat penting baik Poltek LPP Yogyakarta dan APROBI untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma. Sementara itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja. Menurut dia, kerjasama industri hilir dengan perguruan tinggi sangat dibutuhkan karena Indonesia telah menjadi produsen utama sawit dan produk turunannya. “Indonesia telah menjadi penghasil utama sawit bahkan dijuluki produsen CPO terbesar. Kita semakin ke hilir dan produk turunan terbesar di dunia,” ujarnya. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan MP Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). Direktur Politeknik LPP Yogyakarta Muhamad Mustangin mengatakan penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, lanjutnya, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan.
Agrofarm.co.id | Sabtu, 27 Februari 2021
APROBI dan APOLIN Kerjasama dengan LPP Yogyakarta Susun Kurikulum Industri Sawit
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (APOLIN) yang berlangsung virtual. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan MP Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). Penandatanganan MoU ini disaksikan oleh kalangan pemerintah dan asosiasi sawit antara lain Musdhalifah Machmud (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian), Wikan Sakarinto (Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Andriah Feby Misna (Direktur Bioenergi), Mohammad Abdul Ghani (Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Edy Wibowo (Direktur Penyaluran Dana BPDPKS), Ir.Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan jajaran pengurus APOLIN maupun APROBI. “Penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada APROBI dan APOLIN untuk penandatanganan MoU ini,” ungkap Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta, Sabtu (27/2/2021). Ia mengatakan target MoU ini akan memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada dukungan APROBI dan APOLIN berkaitan D3 sampai S1 terapan yang memerlukan dukungan industri. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari APROBI dan APOLIN yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujarnya.
Rapolo Hutabarat , Ketua Umum APOLIN, mengutarakan MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU APOLIN dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” kata Rapolo. Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menuturkan penandatanganan kerjasama sangat penting baik Poltek LPP Yogyakarta dan APROBI untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus APROBI saat memberikan sambutan. Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerjasama baik APROBI dan LPP Yogyakarta. “Apresiasi tinggi kepada LPP Yogyakarta yang memberikan kesempatan APROBI untuk penandatanganan MoU ini,” ujarnya.
Sementara itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, APROBI, dan APOLIN dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelasnya. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Ke depan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
Sawitindonesia.com | Minggu, 28 Februari 2021
Demi SDM Sawit, APROBI dan APOLIN Tandatangani MoU dengan LPP Yogyakarta
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (APOLIN) yang berlangsung virtual, Sabtu (27 Februari 2021). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Rapolo Hutabarat, Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) dan MP Tumanggor, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI). Penandatanganan MoU ini disaksikan oleh kalangan pemerintah dan asosiasi sawit antara lain Musdhalifah Machmud (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian), Wikan Sakarinto (Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Andriah Feby Misna (Direktur Bioenergi), Mohammad Abdul Ghani (Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Edy Wibowo (Direktur Penyaluran Dana BPDPKS), Ir.Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan jajaran pengurus APOLIN maupun APROBI. “Penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik LPP sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada APROBI dan APOLIN untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta saat memberikan sambutan. Ia mengatakan target MoU ini akan memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada dukungan APROBI dan APOLIN berkaitan D3 sampai S1 terapan yang memerlukan dukungan industri. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari APROBI dan APOLIN yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujarnya.
Rapolo Hutabarat , Ketua Umum APOLIN, mengutarakan MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU APOLIN dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Selain itu, lanjut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teknologi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo. Irma Rachmania, Ketua Bidang Pemasaran Dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menuturkan penandatanganan kerjasama sangat penting baik Poltek LPP Yogyakarta dan APROBI untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus APROBI saat memberikan sambutan.
Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerjasama baik APROBI dan LPP Yogyakarta. ”Apresiasi tinggi kepada LPP Yogyakarta yang memberikan kesempatan APROBI untuk penandatanganan MoU ini,” ujarnya. Sementara itu, Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, APROBI, dan APOLIN dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelasnya. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Ke depan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
Katakini.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Politeknik LPP Yogyakarta Gandeng Aprobi dan Apolin Demi Hasilkan SDM Berkualitas
Politeknik LPP Yogyakarta menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan dua asosiasi hilir sawit yaitu Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) dan Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (Apolin) yang berlangsung virtual, Sabtu (27/2). Penandatanganan MoU dilakukan oleh Muhamad Mustangin, Direktur Politeknik LPP Yogyakarta dengan Ketua Apolin, Rapolo Hutabarat, dan Ketua Umum Aprobi, MP Tumanggor. Direktur Politeknik LPP Yogyakarta, Muhamad Mustangin mengatakan, penandatanganan MoU diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di P P sehingga menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja khususnya hilir kelapa sawit. Sementara itu, sektor industri khususnya hilir kelapa sawit akan memperoleh sumber daya manusia sesuai kapasitas dan kapabilitas yang diharapkan. “Kami ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada APROBI dan APOLIN untuk penandatanganan MoU ini,” ujar Muhamad Mustangin saat memberikan sambutan. Target MoU, lanjut dia, agar memiliki kurikulum sejalan kebutuhan industri hilir sawit sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri. Lalu ada Selain itu, mahasiswa akan memperoleh tempat magang sehingga mereka mengetahui proses produksi di dalam industri. “Harapan kami, ada tenaga pengajar dari Aprobi dan Aplolin yang berbagi pengetahuan dan update informasi, sehingga dapat memperkaya materi dan sistem pengajaran,” ujar dia. Di tempat yang sama, Rapolo mengutarakan, MoU ini sangat strategis, mengingat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari segala aspeknya merupakan keharusan bagi setiap bangsa dalam menjawab berbagai tantangan, khusunya tantangan yang akan datang. MoU Apolin dengan LPP Politeknik Yogyakarta berkaitan empat aspek yaitu penyusunan kurikulum pendidikan, pengiriman dosen tamu, training dosen, dan magang. Menurut dia, permintaan produk dasar oleochemical Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Industri oleochemical di Indonesia saat ini memiliki kapasitas 11,3 juta ton per tahun. Adapun produk oleochemical saat ini terdiri dari lima kelompok utama, fatty acid, fatty alcohol, metil ester, gliserol dan soap noodle. “Melihat permintaan global yang tumbuh positif, kami dari Apolin mengajak perguruan tinggi bersama-sama mencari, menggali dan mengembangkan berbagai teklongi unggul dan beragam untuk produk olechemical yang sangat dibutuhkan industri global,” ujar Rapolo.
Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Aprobi, Irma Rachmania menuturkan, penandatanganan kerja sama sangat penting baik Politeknik LPP Yogyakarta dan Aprobi untuk memperkuat kompetensi dan daya saing lulusannya. “Perjanjian ini semakin mendukung industri sawit khususnya energi terbarukan. Kerjasama ini meningkatkan daya saing industri dan terutama kesejahteraan Indonesia,” ujar Irma yang mewakili pengurus Aprobi saat memberikan sambutan. Ia mengharapkan MoU ini semakin memperkuat kerja sama baik Aprobi dan LPP Yogyakarta. “Apresiasi tinggi kepada LPP Yogyakarta yang memberikan kesempatan APROBI untuk penandatanganan MoU ini,” ujar dia. Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, berpesan supaya MoU dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, penciptaan lapangan kerja. “Upaya dilakukan LPP Yogyakarta, APROBI, dan APOLIN dapat mendorong akselerasi bisnis dan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat keseluruhan,” jelas dia. Wikan Sakarinto Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik kerjasama yang sangat strategis ini antara dunia usaha dan lembaga pendidikan di sektor perkebunan karena dapat meningkatkan kemampuan tidak sebatas pangan melainkan energi terbarukan. “Kedepan, generasi muda harus diyakinkan bahwa sektor pertanian maupun perkebunan ini sangat menjanjikan. Disinilah, LPP Yogyakarta dapat memainkan peranan sebagai politeknik penggerak. Perlu kampanye oleh LPP dan lembaga pendidikan SDM perkebunan lainnya,” pinta Wikan.
BERITA BIOFUEL
Liputan6.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Pemerintah Harus Pastikan Keberlanjutan Produksi Jangka Panjang Biodiesel
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Bisuk Abraham Sisungkunon, mengatakan bahwa diperlukan komitmen yang lebih tinggi dari Pemerintah Indonesia untuk memastikan aspek keberlanjutan dari produksi biodiesel dalam negeri. “Tahun lalu ada Perpres, setiap perusahaan perkebunan itu wajib mempunyai sertifikasi ISPO di dalam ISPO itu dijamin bahwa ketinggian air gambut harus sekian dan juga tidak boleh ada konflik lahan segala macam,” kata Bisuk dalam Ngopi Chapter 1: Dilema Kebijakan Biodiesel, Minggu (28/2/2021). Perpres yang dimaksud adalah Perpres nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) diwajibkan bagi seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan petani sawit. “ISPO penerbitan sertifikasinya melibatkan auditor independen, jadi penerbitan sertifikasi ISO bisa kita katakan perusahaan yang sudah tersertifikasi ISPO itu dia sudah memenuhi aspek keberlanjutan secara legal,” katanya. Namun, hingga Maret 2020, total luas kebun yang telah tersertifikasi ISPO baru mencapai 5,4 juta hektar atau ekuivalen dengan 37 persen dari keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. “Artinya Pemerintah perlu komitmen yang lebih tinggi kalau memang kita ingin melepaskan jaket ketidakberlanjutan dari industri biodiesel maupun industri kelapa sawit,” ujarnya.
Ketahanan Energi
Kemudian Bisuk mempertanyakan, bagaimana posisi biodiesel dalam kerangka ketahanan energi di jangka Panjang? Padahal Pemerintah Indonesia sendiri telah mengembangkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri. Apakah produk biodiesel yang tengah dikembangkan saat ini masih bisa terserap di masa depan? Menurutnya, dimensi untuk kendaraan listrik naiknya cukup eksponensial. Bahkan Kemenperin sendiri punya Rencana Strategis (Renstra) untuk mobil listrik. Lalu, bagaimana positioning biodiesel dalam jangka Panjang? “Kita bicara Pemerintah sudah berinvestasi dalam bentuk subsidi ini, kalau subsidi ini tidak berkelanjutan sampai jangka panjang artinya duitnya terbuang sia-sia, artinya kita membuang sesuatu untuk project yang tidak jangka panjang,” ungkapnya. Demikian ia meminta agar memastikan arah kebijakan Pemerintah terkait pengembangan jangka Panjang biodiesel.
Kumparan.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Dilema Kebijakan Biodiesel: Untuk Kurangi Konsumsi BBM, Tapi Subsidi Terus Naik
Program mandatori bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel yang diperintahkan pemerintah terus berjalan. Hingga saat ini, campuran minyak kelapa sawit ke dalam solar mencapai 30 persen atau dikenal dengan B30. Pemerintah bermimpi bisa menerapkan B100 atau biodiesel 100 persen. Tujuannya, mengurangi konsumsi BBM terutama solar yang selama ini masih disubsidi dan tidak ramah lingkungan karena masuk energi kotor. Di sisi lain, kebijakan biodiesel juga menjadi sebuah dilema. Sebab, konversi BBM ke BBN juga menggerus keuangan negara karena sejak tahun lalu, APBN harus menggelontorkan Rp 2,87 triliun untuk menutupi selisih Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel dan HIP BBM solar yang sebelumnya dibayarkan dari pungutan ekspor kelapa sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Jadi ini salah satu isu besar dalam program biodiesel kita, bagaimana kemampuan untuk menutupi selisih itu yang sebelumnya hanya dari pungutan ekspor, sekarang sudah mulai merangsek masuk ke APBN,” kata Peneliti Institute of Development and Economics Finance (INDEF), Abra Tallatov dalam diskusi Dilema Kebijakan Biodiesel’, Minggu (28/2). Berdasarkan data Kementerian Keuangan sementara, subsidi yang diberikan untuk program biodiesel ke pengusaha sawit, termasuk produsen Fatty Acid Methyl Ester/FAME mencapai Rp 9,82 triliun. Adapun kekurangan pembiayaan dari BPDPKS untuk program biodiesel tahun lalu mencapai Rp 3,5 triliun. Untuk menutupinya, pemerintah harus mengeluarkan Rp 2,87 triliun karena kontribusi dari pungutan ekspor kelapa sawit dengan kenaikan tarif USD 5 per ton hanya Rp 760 miliar. “Mau tidak mau APBN kita akhirnya mau tidak mau alokasikan dananya untuk keberhasilan B30 ini,” lanjut Abra.
Abra menyebut, berdasarkan data Kementerian Keuangan, penyaluran insentif untuk program biodiesel sejak terus naik. Pada 2015, sekitar Rp 470 miliar, kemudian naik menjadi Rp 10,68 triliun. Pada 2017 penyaluran insentifnya mencapai Rp 10,31 triliun, pada 2018 turun menjadi Rp 5,66 triliun, pada 2019 sekitar Rp 3.07 triliun. Lalu pada tahun ini, sekitar Rp 9,82 triliun. “Kita juga pastinya akan masih butuhkan subsidi (biodiesel) ini di tahun-tahun berikutnya sebab selama masih ada gap tinggi, selama itu pemerintah masih harus sediakan kebutuhan dana itu,” terangnya. Lebih lanjut, Abra mengatakan yang harus diwaspadai adalah sekarang muncul wacana untuk menutup selisih biodiesel ini, pemerintah akan menggeser subsidi energi fosil ke subsidi biodiesel. “Walaupun belum diketok kebijakan tersebut, tapi cukup kuat. Ini jadi tarik-menarik baru yang sebelumnya subsidi ini dinikmati langsung ke konsumen yaitu subsidi solar, premium, bahkan LPG 3 kg, ini wacananya akan alihkan ke biodiesel ini,” ucap dia Sebelumnya, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman memperkirakan subsidi biodiesel tahun ini masih akan tinggi seiring dengan naiknya harga minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) dunia. Sementara harga solar cenderung masih rendah. Eddy mengatakan, selisih antara tingginya harga CPO dan rendahnya harga solar membuat subsidi biodiesel ini masih besar. Selisih ini ditanggung oleh BPDPKS dari dana pungutan ekspor CPO pengusaha sawit nasional.
Kontan.co.id | Sabtu, 27 Februari 2021
Kebijakan Percepatan Biodiesel Picu Deforestasi
Pemerintah semakin agresif menerapkan kebijakan biodiesel di Indonesia. Semula, target bauran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dalam biodiesel sebesar 20 persen (B20) pada 2025. Kemudian target tersebut diperbaharui menjadi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 12 Tahun 2015 menjadi B30 yang telah diimplementasikan pada awal 2020 dan akan diberlakukan hingga 2025. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arkian Suryadarma mengatakan, percepatan kebijakan biodiesel akan berdampak pada alokasi lahan. Di mana untuk memproduksi CPO yang banyak tentunya diperlukan lahan yang luas. “Dengan adanya tambahan kebutuhan untuk biodiesel akan adanya risiko kenaikan potensi deforestasi lebih besar untuk memenuhi kebutuhan CPO untuk produksi biodiesel,” kata Arkian dalam Ngopi Chapter 1: Dilema Kebijakan Biodiesel, Minggu (28/2/2021). Sehingga dilihat dari defisit CPO jika menjalankan kebijakan B30, maka pemerintah memerlukan penambahan lahan sebanyak 5,2 juta hektare. Sedangkan untuk kebijakan B50 dibutuhkan lahan seluas 9,2 juta hektare untuk produksi CPO. Lebih lanjut Arkian menjelaskan, dilihat data dari Kementerian pertanian (Kementan), luas lahan perkebunan sawit Indonesia sekitar 16 juta hektare. Kemudian untuk mempercepat kebijakan biodiesel, maka akan menyebabkan ekspansi lahan yang luas. “Kalau dilihat penambahannya 9 juta atau nanti D100 kebutuhan tanahnya akan menambah, maka konversi lahannya akan besar-besaran. Bukan hanya dari Kalimantan atau Sumatera yang sudah banyak perkebunan sawit, tetapi ini akan menggeser ke daerah-daerah baru seperti Papua,” ujarnya. Dengan begitu, Greenpeace Indonesia menilai hutan primer di Papua yang akan digunakan untuk perluasan lahan biodiesel tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah baru, seperti masalah dengan masyarakat adat di Papua, dan lainnya. Selain itu yang dikhawatirkan lainnya terkait ketahanan pangan. Menurutnya dengan adanya kenaikan pressure dari biodiesel akan lebih banyak lahan yang tadinya untuk pangan menjadi perkebunan minyak sawit. “Lahan-lahan yang bagus untuk perkebunan pangan itu di convert jadi perkebunan sawit,” pungkasnya.
Liputan6.com | Jum’at, 26 Februari 2021
Menko Airlangga: Kebijakan B30 Sejahterakan Petani Kelapa Sawit
Pemerintah Indonesia memperkuat kerja sama dengan Pemerintah Malaysia terkait kebijakan dan pengembangan Kelapa Sawit kedua negara. Hal ini ditegaskan dalam Pertemuan Tingkat Menteri Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) 2021 yang diselenggarakan secara daring pada Jum’at, 26 Februari 2021. Pertemuan dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama dengan Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Dr. Mohd Khairuddin Aman Razali. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Menteri Pertanian dan Pengembangan Desa Kolombia, Rodolfo Enrique Zea Navarro; Menteri Pangan dan Pertanian Ghana Dr. Owusu Afriyie Akoto; Menteri Pertanian Honduras Mauricio Guevara Pinto dan Kepson Pupita, Senior Official Papua New Guinea mewakili Menteri Pertanian, sebagai negara observer CPOPC yang dalam waktu tidak lama lagi menjadi anggota penuh CPOPC. Airlangga menjelaskan, pemanfaatan lahan untuk sawit lebih efektif jika dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya. “Secara keseluruhan, minyak sawit memasok 31 persen kebutuhan minyak nabati dunia dengan total penggunaan lahan yang hanya 5 persen.” jelas ida dlaam keterangan tertulis, Jumat (26/2/2021). Data 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa setiap produksi 1 ton minyak nabati, untuk bunga matahari diperlukan lahan seluas 1,43 hektar. Sementara untuk memproduksi volume yang sama dari tanaman kedelai dibutuhkan lahan 2 hektar. Sedangkan untuk kelapa sawit hanya dibutuhkan lahan seluas 0,26 hektar. Setelah Indonesia menerapkan kebijakan mandatori B30, awal tahun 2020 lalu, maka produksi biodiesel nasional terus bertambah. Melalui kebijakan ini, Indonesia juga berhasil menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global. Pemerintah Indonesia juga mengajak Pemerintah Malaysia agar tetap menjaga keseimbangan ini, agar harga sawit di pasar dunia tetap menguntungkan. “Berkat harga yang relatif stabil, kebijakan ini juga turut membantu kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia,” ujar Airlangga.
Gatra.com | Sabtu, 27 Februari 2021
Pertamina RU III Siap Pelopori Green Refinery
Mendukung program Pemerintah dalam bauran energi dan guna mencapai target kemandirian energi Nasional, Pertaminan Refinery Unit III Palembang, pelopori untuk penggunaan energi berbahan baku CPO. Generam Manajer Pertamina RU III Palembang, Mohammad Hasan Effendi mengatakan, sebagai pemegang mandat untuk merealisasikan Program Strategi Nasional (PSN) guna pengembangan bahan bakar nabati yakni berbahan baku dari turunan kelapa sawit (Green Refinery). “Secara nasional memang, cadangan energi fosil yang diolah pertamina itu hanya tersisa 42%. Selebihnya untuk memenuhi produksi akan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), mendatangkan dari luar,” ujarnya pada acara Meet and Greet di Palembang, Jumat (26/2). Ia menjelaskan, untuk produk turunan dari green refinery berupa premium dan solar. Hanya saja yang memungkinan untuk mengolah CPO dengan proses Hydrorefining (H2 & Katalis) menghasilkan Green Fuel dari pemanfaatan CPO yakni BBM solar (D100). Sementara untuk premium masih butuh pengembangan, di mana saat ini baru berjalan B30 menuju B50. “Saat ini infrastrukturnya sedang dibangun bisa beroperasi di akhir 2023. Ini merupakan satu-satunya di kilang musi di Dunia,” ungkap Hasan.
Sementara, Manajer RPO Ibu Asteria Tri Wahjuni menambahkan, mengenai cadangan yang diterima melalui pipa dari Prabumulih, Jambi, dan Pendopo, melalui jalur pipa pengelolaan energi fosil di RU III Plaju, Palembang, presentasinya mencapai 42 persen. “Selebihnya ada 58 persen, minyak mentah yang diterima melalui kapal yang diperoleh dengan mencari sumber-sumber minyak dari tempat-tempat lain di Indonesia,” ujarnya. Dalam catatan nasional dalam 10 tahun terakhir, pasokan energi fosil di tanah ini secara produksi yang dikelola PT Pertamina (Persero), yakni kurang lebih 900 rb per/hari. Namun, kondisi sekarang hanya dapat memproduksi 600ribu barel per/hari. Untuk diketahui, kilang minyak yang dimiliki Pertamina RU III sudah memiliki usia 100 tahun. Merupakan peninggalan dari Belanda di Plaju, dan Amerika di Sungai Gerong. Dalam kondisi ini, Pertamina RU III sendiri, selain memproduksi BBM (minyak tanah, solar/dex, premium/pertamax dan Aftur) juga mengelola biji plastik dan Breezon MC-32 (variant refrigerant baru yang memiliki efisiensi panas dan dampak lingkungan yang lebih unggul dibandingkan refrigerant R-22).
Jawa Pos | Sabtu, 27 Februari 2021
Komitmen Pengembangan Energi Ramah Lingkungan
PT Pertamina (Persero) menegaskan kesiapannya menghadapi transisi energi global dengan menjalankan inisiatif strategis untuk pengembangan green energy. Itu sekaligus mendukung target pemerintah dalam pengembangan energi baru terbarukan. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, langkah dan inisiatif strategis yang dilakukan Pertamina saat ini sejalan dengan agenda perusahaan minyak dan gas dunia. Seluruh perusahaan energi global bergerak untuk mengantisipasi tren penurunan permintaan minyak yang cukup tajam dan akan terjadi pada masa depan. Permintaan dan konsumsi minyak dunia, kata dia, diperkirakan turun dari 110 juta barel per hari menjadi sekitar 65-73 juta barel per hari. “Intinya, agenda untuk menurunkan gas rumah kaca, carbon emission, ini menjadi agenda oil company di seluruh dunia,” ujar Nicke. Pertamina memiliki beberapa strategi terkait pengembangan energi yang lebih bersih. Pertama, mengembangkan energi listrik dengan monetisasi aset panas bumi melalui independent power producer (IPP) untuk mengembangkan l,3GWproyek panas bumi serta IPP berbasis surya di area dengan iradiasi matahari tinggi. Juga, menjalin kemitraan strategis untuk pembuatan sel surya. Kedua, lanjut Nicke, mengoptimalkan penggunaan energi ramah lingkungan untuk mobilitas di sektor transportasi. Yakni, dengan mendukung pemerintah melaksanakan mandatori biodiesel 30 persen (B30), green refinery, dan co-processingCPO. Yang ketiga adalah mengupayakan balian bakar dengan optimalisasi sumber energi lain yang tersedia di dalam negeri. Salah satunya dengan melakukan gasifikasi batu bara kadar rendah menjadi dimetil eter (DME) untuk substitusi LPG dalam rangka mengurangi impor dan menghasilkan energi yang lebih bersih. Spesifik soal bahan bakar minyak (BBM) berstandar Euro 4, Pertamina masih berfokus pada penyediaan pertamax turbo untuk bahan bakar mesin kendaraan berstandar Euro 4. Meski demikian, perusahaan juga siap menyediakan bahan bakar diesel standar Euro 4 yang aturannya direncanakan berlaku mulai April 2022. Nicke menegaskan bahwa saat ini BBM Pertamina yang setara dengan Euro 4 adalah pertamax turbo. Saat ini Kilang Balongan sudah mem-produksi BBM berstandar Euro 4. Komitmen untuk pengendalian kualitas udara dan iklim juga ditegaskan dalam pertemuan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan John Kerry, utusan khusus presiden Amerika Serikat untuk iklim yang juga mantan menteri luar negeri AS, kemarin pagi (26/2).