Biodiesel dan Masa Depan Ketahanan Energi Indonesia

| Articles
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Akurat.co | Jum’at, 6 November 2020

Biodiesel dan Masa Depan Ketahanan Energi Indonesia

Presiden Joko Widodo pernah memiliki ambisi bahwa Indonesia bakal jadi negara maju pada 2045, bertepatan saat Indonesia genap berusia seabad. Tentu saja menuju negara maju memiliki serangkaian persayaratan yang tak mudah, salah satunya pemenuhan konsumsi energi yang lebih besar. Layaknya mesin, jika ingin bekerja lebih cepat dan kencang maka konsumsi bahan bakarnya akan semakin besar. Begitu juga dengan perekonomian negara, jika ingin menyandang status maju maka konsumsi energi akan semakin meningkat. Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menunjukan bahwa Indonesia sendiri dibandingkan dengan Jepang, Thailand dan Malaysia konsumsi minyak masih relatif lebih kecil. “Jika dibandingkan Malaysia mereka mengkonsumsi minyak per hari 3,4 liter per orang Indonesia masih kalah jauh sebesar 0,95 liter per hari,” katanya saat Fellowship Journalist, Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia mengatakan jika ingin menjadi negara dengan income per kapita besar, maka Indonesia harus mengejar konsumsi energi seperti negara yang disebutkan. Permasalahannya saat ini konsumsi energi Indonesia pada 2019 sebesar 1,44 juta barel per hari, di mana lifting minyak hanya 746 ribu barel per hari. Artinya dalam pemenuhan energi per tahun saja Indonesia harus melakukan impor. Paulus bahkan mengatakan Indonesia telah menjadi net importir minyak bumi sejak tahun 2003-2004. Ketahanan energi Indonesia pun menjadi masalah untuk mencapai negara maju sesuai cita-cita. fakta tersebut yang menempatkan bahwa biodiesel sawit menjadi jawaban untuk mengurangi impor minyak yang selama ini menyebabkan Indonesia selalu defsit dalam neraca perdagangan. Paulus menjelaskan jelas dapat mengurangi impor gas, di mana jika dilihat diproyeksikan total produksi B30 tahun 2020 bisa mencapai 9,6 juta kiloliter atau setara 60 juta barel minyak. “Jadi, 60 juta barel itu kira-kira 80 hari kerja Pertamina, di mana ini dapat mengurangi impor migas senilai US$5 miliar,” katanya. Aprodi mencatat 9,6 juta kiloliter tersebut dihasilakan oleh 19 perusahaan dengan 1,6 juta kiloliter kapasitas terpasang, dan mempekerjakan sekitar 795.000 tenaga kerja hulu serta 10.000 tenaga kerja di hilir. Jumlah ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan alokasi pengadaan biodiesel tahun 2020 dengan dukungan pembiayaan insentif biodiesel yang telah dianggarkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp4,2 triliun. Dari penyaluran biodiesel sebesar 9,6 juta kilo liter tersebut, diharapkan dapat menghemat devisa dari pengurangan impor minyak solar sebesar US$5,7 miliar dan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 20,3 juta ton CO2e. “Produksi sawit ini mempunyai potensi besar dalam mewujudkan ketahanan energi. Di sisi lain, penggunaan biodiesel juga menghemat devisa sekitar Rp50 triliun pada tahun 2019,” katanya.

Energi lebih hijau

Selain menjaga ketahanan energi, memang paradigma energi juga telah mulai berubah harus menjadi lebih ramah lingkungan. Indonesia sendiri telah mentargetkan pemenuhan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional sebesar 23 persen di tahun 2025 dan 31 persen pada 2050. Paulus menjelaskan, pengembangan biodiesel merupakan energi yang sesuai dimana Indonesia telah mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 15 persen atau setara dengan 17,5 juta ton CO2 equivalent. ia juga memproyeksikan biodiesel akan mengurangi 26 juta ton CO2 equivalent, atau 68 persen dari target pengurangan energi dan transportasi. Bahkan Ekonom Senior Indef Fadhil Hassan mencatat biodiesel bakal lebih efektif dan lebih sedikit lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan energi, hal ini dapat mencegah deforestasi. “Jika dipenuhi dari minyak sawit, maka perlu penambahan lahan seluas 15,2 juta ha yang bisa menghasilkan sekitar 3,96 juta ton per tahun,” katanya. Sedangkan jika kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dari minyak kedelai maka dibutuhkan 97,8 juta hektar lahan baru dengan hasil rata-rata 0,52 ton per hektar. Jika mengandalkan rapeseed, dibutuhkan tambahan lahan 51,6 juta hektar dengan hasil rata-rata 0,99 ton per hektar. Kemudian perlu tambahan lahan 72 juta hektar jika mengandalkan bunga matahari dengan hasil rata-rata 0,71 ton per hektar. Sehingga ia mengatakan, jika memang ada kekhawatiran lingkungan harusnya sawit merupakan pilihan terbaik sebab dengan lahan yang lebih kecil masih bisa memenuhi kebutuhan energi yang banyak.

Peran BPDPKS

Tentu saja pengembangan sawit sebagai biodiesel dibutuhkan dukungan pemerintah yang kuat. Dalam hal ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berperan penting dalam pengembangan energi biodiesel. BPDPKS pun membuat program intensif pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk membantu Indonesia mewujudkan stabilisasi harga sawit, menjalankan komitmen dalam bidang lingkungan hidup, dan juga meningkatkan ketahanan energi dengan meningkatkan energi terbarukan. BPDPKS mencatata setidaknya dampak positif BBN dari 2015 hingga 2020 telah mengurangi efek gas rumah kaca sekitar 37,50 juta ton CO2 dari penggunaan biodiesel sebesar 25,08 juta kiloliter. Selain itu, penghematan devisa akibat tidak perlu impor solar sebesar Rp127,79 triliun. Kemudian peningkatan nilai tambah industri hilir sawit Rp36,12 triliun.

https://akurat.co/ekonomi/id-1232486-read-biodiesel-dan-masa-depan-ketahanan-energi-indonesia?page=3

BERITA BIOFUEL

Republika.co.id | Sabtu, 7 November 2020

Menteri ESDM Minta Dirjen Migas Baru Bisa Tekan Impor

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif resmi melantik Tutuka Ariadji sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM. Tutuka diharapkan mampu menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Natural Gas (LPG) demi meringankan beban devisa negara ke depan. “Ini bisa dilakukan dengan percepatan pembangunan infrastruktur kilang dan jaringan gas, serta pemanfaatan Energi Baru Terbarukan secara masif, seperti biodiesel dan Dymetil Eter (DME),” kata Arifin, Sabtu (7/11). Selain itu, Arifin mengharapkan Dirjen Migas baru mampu mewujudkan beberapa program strategis migas. Salah satunya, program jangka panjang yang menjadi perhatian utama Arifin adalah pemenuhan target produksi siap jual (lifting) minyak sebesar satu juta barel per hari pada tahun 2030. Target ini bisa dicapai melalui mempertahankan tingkat produksi eksisting yang tinggi, transformasi sumber daya ke produksi, menggunakan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan melakukan eksplorasi secara masif. “Rata-rata realisasi lifting migas sampai dengan September 2020 sebesar 1.712 MBOPED atau 100 psrsen dari target APBN-P,” jelas Arifin. Kebijakan lain yang tak kalah penting adalah implementasi penyesuaian harga gas bumi sebagai upaya peningkatan pemanfaatan gas dalam negeri. “Semoga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi serta peningkatan daya saing nasional,” harap Arifin. Sebagai informasi, Tutuka memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang teknik perminyakan dan pertambangan. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI). Terakhir ia sempat menjadi ketua umum Guru Besar ITB dari tahun 2016 sampai 2019.

https://republika.co.id/berita/qjekkf370/menteri-esdm-minta-dirjen-migas-baru-bisa-tekan-impor

Republika.co.id | Sabtu, 7 November 2020

Pemerintah Terus Kembangkan BBN Biohidrokarbon

Pemerintah mendorong pengembangan bahan bakar nabati (BBN) biohidrokarbon yang karakteristiknya sama atau bahkan lebih baik daripada senyawa hidrokarbon atau BBM berbasis fosil. Kepala Badan Pengembangan SDM Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Prahoro Yulijanto Nurtjahyo menjelaskan  Indonesia dianugerahi kekayaan nabati luar biasa yang memungkinkannya menjadi pusat biohidrokarbon dunia dan negara maju di era perekonomian berbasis nabati. “BBN biohidrokarbon yang ramah lingkungan nantinya dapat langsung digunakan sebagai substitusi BBM fosil tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. BBN biohidrokarbon dapat dibedakan menjadi green-gasoline, green-diesel, dan bioavtur,” ujar Parhoro, Sabtu (7/11). Peneliti PPTMGB Lemigas Lies Aisyah mengharapkan supaya pengembangan BBN untuk energi dimaksudkan guna mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan untuk menggantikan solar dan bensin, yang saat ini implementasi mandatori untuk solar sudah bertaraf B30. Kebijakan pemerintah dalam arahan mandatori biodiesel dan pengembangan biohidrokarbon atau green fuels mutlak dilakukan untuk mendorong ketahanan energi nasional, penghematan devisa negara, dan pengurangan emisi karbondioksida.

https://republika.co.id/berita/qjet6o370/pemerintah-terus-kembangkan-bbn-biohidrokarbon

Republika.co.id | Jum’at, 6 November 2020

Yuk, Sedekah Minyak Jelantah di Rumah Ibadah

Rumah Sosial Kutub bersinergi dengan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara meluncurkan program Rumah Ibadah Tersenyum, Kamis (5/11). Program ini diinisiasi Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara untuk menangani limbah minyak jelantah yang dikemas dalam gerakan sedekah. Selama ini masyarakat kerap membuang limbah minyak jelantah ke saluran air dan membuat lingkungan tercemar. Karena itu, program ini dibuat sebagai solusi bagi masyarakat untuk tidak membuang minyak jelantah ke saluran air, melainkan menuangnya ke tong sedekah yang ada di rumah-rumah ibadah terdekat. Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub Suhito menjelaskan, terdapat 493 rumah ibadah yang berada di Jakarta Utara, seperti masjid, gereja, pura, dan klenteng. Menurut dia, banyaknya rumah ibadah tersebut berpotensi untuk mengulang kesuksesan Kampung Tersenyum di Jakarta Selatan. Program Kampung Tersenyum juga merupakan gerakan sedekah minyak jelantah.  “Jumlah rumah ibadah yang cukup banyak di Jakarta Utara sangat berpotensi untuk mengulang kesuksesan Kampung Tersenyum yang sudah berjalan terlebih dahulu di Jakarta Selatan,” kata Suhito dalam siaran pers, Jumat (6/11).  Minyak jelantah yang terkumpulkan bakal dikonversikan menjadi uang. Dana yang didapat dibagi untuk pengelola rumah ibadah dan dikelola Rumah Sosial Kutub untuk disalurkan kembali ke masyarakat di bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi, sosial, hingga untuk yatim dan duafa.  “Konsepnya masyarakat tidak menjual, tapi bersedekah dengan minyak jelantah. Minyak jelantah lalu kami kirim ke pabrik sebagai bahan baku biodiesel,” kata Suhito.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Adminitrasi Jakarta Utara, Suroto mengatakan, program Rumah Ibadah Tersenyum sejalan dengan program pengendalian pencemaran lingkungan Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 210 rumah ibadah tercatat telah mendaftarkan diri sebagai pengelola pengumpulan minyak jelantah sekaligus penerima manfaat. “Sebelum ada program ini, masyarakat kerap membuang minyak jelantah ke sembarang tempat sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan,” ujar Suroto.  Dengan adanya program ini, kata dia, minyak jelantah akan dikumpulkan kepada pengelola tempat ibadah yang kemudian diambil oleh petugas. Rumah ibadah dipilih sebagai lokasi penampungan minyak jelantah untuk memudahkan masyarakat mengetahui titik keberadaan tong minyak jelantah.  Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, Achmad Hariadi mengatakan, pengelola rumah ibadah yang mau bergabung bisa menghubungi atau datang ke kantor Sudin Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara. “Nanti kami fasilitasi pembentukan kepengelolaan program ini,” kata Hariadi.

https://republika.co.id/berita/qjdtlx416/yuk-sedekah-minyak-jelantah-di-rumah-ibadah

Tagar.id | Minggu, 8 November 2020

Energi Terbarukan Hanya Alternatif, Bukan Pengganti BBM

Pengamat ESDM, Ferdy Hasiman menanggapi pemerintah yang menggalakkan penggunaan energi bersih terbarukan. Ia menilai, energi terbarukan bisa menjadi salah satu alternatif bukan menggantikan total bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi. “Saya kira ini salah satu alternatif bukan mengganti total, secara teoritis saya tidak percaya mengganti total BBM ke yang lain-lain,” kata Ferdy saat dihubungi Tagar, Minggu, 8 November 2020. Mungkin, kata Ferdy, penggunaan energi bersih bisa dibagi-bagi sehingga proporsional. Misalnya sekarang penggunaan energi bersih sebesar 25 persen ditingkatkan menjadi 30 persen, dalam artian penggunaan BBM atau batu bara tetap berkurang di sektor transportasi. “Jadi di transportasi kalau biodiesel sudah bisa digunakan perusahaan-perusahaan tambang, kan itu percobaan pertama biodiesel ya, B30 dengan B20, itu kan ada di perusahaan-perusahaan tambang,” ucap Ferdy.  Kalau penerapan tersebut berhasil menurutnya, bisa diekspansi ke tempat lain. “Mungkin ada pengecualian,  misalnya sektor industri pemerintah membuat kebijakan menggunakan B30 atau B20, sehingga secara perlahan akan mengurangi ketergantungan kepada BBM tetapi tidak total, itu hanya bisa mengkover 20-30 persen saja,” ucapnya. Selain itu, kata dia, di sektor transportasi dengan adanya mobil listrik bisa dijadikan alternatif agar masyarakat tidak mengggunakan bensin atau solar yang berasal dari minyak. Program mobil listri tersebut perlu didorong lantaran dinilai lebih murah dan ramah lingkungan. “Negara-negara Eropa sekarang sedang mengejar itu juga, Rusia, Jerman, Inggris, tetapi  mereka tidak punya suplai  bahan mentah. Indonesia  punya keunggulan (competitiveness), menguasai sekitar 27-34 persen cadangan nikel dunia,” ujar Ferdy.  Ferdy menambahkan, diharapkan ke depannya kalau memang ekspansi ke sana, pemerintah harus mengatur baik produksinya hingga tata niaganya. Sebab, kalau tidak diatur produksinya bisa berbahaya. “Jadi produksinya akan diatur secara nasional. Ini memang  bisa berpengaruh karena kita pelan-pelan mengganti BBM, tetapi tidak 100 persen,” tutur Ferdy.

https://www.tagar.id/energi-terbarukan-hanya-alternatif-bukan-pengganti-bbm

Tribunnews.com | Jum’at, 6 November 2020

Kalsel Sumbang 3,5 Persen Produk Minyak CPO Nasional, La Nina Ancam Pasokan Minyak Sawit

Awalnya sawit hanya untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati bagi industri pangan. Namun, saat ini kebutuhan bioenergi semakin masif hampir di semua negara untuk mengimbangi laju kerusakan lingkungan yang diakibatkan konsumsi bahan bakar fosil. Menurut Arief RM Akbar, kordinator Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi) Kalselteng, kebutuhan akan energi terbarukan akan berpotensi menjadikan RI sebagai lumbung energi dan perlahan akan melepas ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil yang selama ini terjadi. “Kebutuhan bahan baku bioenergi ini akan berdampak positif bagi industri sawit nasional yang akan mendongkrak harga TBS petani,” katanya, Jumat (6/11/2020). Ditambahkannya, sentimen positif yang akan terus berdampak baik bagi industri sawit nasional adalah mandatori program B30, seperti yang di nyatakan kementrian kordinator perekonomian dalam siaran press nya tanggal 27 Oktober 2020 lalu dimana Pemerintah tetap berkomitmen untuk tetap melanjutkan program B30. “Hal ini di tunjukkan dengan langkah pemerintah melakukan penyesuaian tarif pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya untuk menyokong keberlanjutan program B30 tersebut,” ungkapnya. Program B30 disamping untuk kemandirian energi nasional, juga untuk menjaga stabilisasi harga CPO pada level harga minimal US$ 600 per ton serta menjaga harga tandan buah segar (TBS) petani sawit. Dijelaskan staf pengajar Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM), dalam mandatory program B30, target konsumsi bahan bakar nabati tersebut untuk tahun 2020 telah ditetapkan 9,6 juta kilo liter walupun sampai dengan September konsumsinya baru 6,17 juta ton atau 64 persen dari target.

Hal ini disebabkan adanya pelambatan ekonomi akibat pandemi. Selama aktivitas ekonomi masih lambat, lanjut Arief, kebutuhan energi belum akan pulih ke level normal. Artinya konsumsi bahan bakar baik di dalam maupun luar negeri belum bisa banyak diharapkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan total ekspor minyak dan lemak nabati maupun hewani dari Januari-September 2020 mencapai US$ 13,85 miliar atau menjadi penyumbang terbesar ekspor non-migas dengan pangsa mencapai 12,45 persen. Apabila mengacu pada data Buletin Statistik Perdagangan Internasional Ekspor Indonesia BPS bulan Juli lalu, total ekspor CPO dan turunan CPO mencapai 14,2 juta ton. Jika digabung dengan ekspor CPKO beserta turunannya akan menjadi 15,1 juta ton. Nilai ekspor CPO sepanjang Januari-Juli 2020 mencapai US$ 2,7 miliar. Sementara untuk produk turunannya mencapai US$ 6,2 miliar. Pada periode yang sama RI mengekspor CPKO dan turunannya senilai US$ 600 juta. Harga CPO dunia tembus di USD 722,9 (RM 3.000) pada hari Kamis, 5 November 2020, kondisi ini sangat mengembirakan, mengingat akan mendongkrak harga TBS di tingkat petani. Jika di Kalimantan Selatan penetapan harga TBS sudah melewati Rp 1,700/kg, di pulau Sumatera harga TBS di beberapa provinsi sudah tembus di atas Rp 2.000/kg. Harga CPO yang menguat menjadi penyumbang inflasi dengan ikut naiknya harga minyak goreng di dalam negeri. Kondisi ini terjadi bukan tanpa sebab, yang paling signifikan adalah berkurangnya stok dan meningkatnya permintaan ekspor dari pasar India dan Eropa serta prediksi penurunan panen akibat dampak La Nina yang sedang terjadi yang akan menggangu aktivitas panen di kebun. Sementara itu, kata dia, kontribusi Kalsel dari luasan produksi yang 500.000 hektare dari 14 juta hektare luasan nasional, sekitar 3,5 persen menyumbang produk minyak CPO nasional. Peneliti Pusat Studi Kelapa Sawit Kalimantan ULM ini menambahkan, ancaman La Nina yang berpotensi menurunkan output di tengah potensi kenaikan permintaan impor dari berbagai negara terutama China dengan kebijakan restocking yang semakin dekat dengan tahun baru serta India yang bakal merayakan diawali November ini turut mengerek harga.

La Nina merupakan fenomena iklim yang melanda kawasan tropis Pasifik dan menyebabkan intensitas hujan yang lebih tinggi dan deras. Berkaca pada pengalaman yang sudah terjadi, fenomena La Nina umumnya dibarengi dengan maraknya banjir di Indonesia dan Malaysia. “Bulan September-November biasanya menjadi puncak produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia. Namun dengan adanya ancaman fenomena iklim La Nina yang berpotensi menyebabkan banjir bisa menjadi ancaman terhadap pasokan minyak sawit,” pungkas Arief.

https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/11/06/kalsel-sumbang-35-persen-produk-minyak-cpo-nasional-la-nina-ancam-pasokan-minyak-sawit?page=all

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *