B100 untuk Kemandirian Energi

| News
Share Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kompas | Senin, 8 Agustus 2022

B100 untuk Kemandirian Energi

Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar mengembangkan B100 atau bahan bakar biodiesel dari 100 persen bahan nabati. Pengembangan B100 ini dapat mendukung percepatan transisi dan kemandirian energi. Kebutuhan energi primer di dunia, termasuk Indonesia, akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dan kegiatan perekonomian, seperti industri. Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan pada 2030 permintaan energi dunia akan meningkat 45 persen atau rata-rata meningkat 1,6 persen per tahun. Sementara itu, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan energi Indonesia pada 2050 diproyeksikan mencapai 2,9 miliar setara barel minyak (SBM). Angka ini naik dari proyeksi 2040 dengan jumlah 2,1 miliar SBM. Kebutuhan energi ini didominasi sektor industri, komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya. Meski demikian, mayoritas kebutuhan energi saat ini masih dipenuhi oleh bahan bakar fosil yang mengandung hidrokar-bon. Padahal, bahan bakar fosil terbukti tidak ramah lingkungan dan penggunaannya dapat melepaskan emisi yang memicu perubahan iklim. Salah satu upaya Indonesia untuk terlepas dari ketergantungan pada energi fosil ialah dengan menginisiasi kebijakan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel. BBN adalah bahan bakar yang berasal dari bahan-bahan nabati atau dihasilkan dari bahan organik lain. Bahkan, 25 persen target energi baru dan terbarukan (EBT) pemerintah berasal dari BBN. Dalam pembaruan dokumen kontribusi nasional (NDC) 2030 serta Strategi Jangka Panjang tentang Karbon Rendah dan Ketahanan Iklim (LTS-LC-CR) 2050, Indonesia kembali mengimplementasikan penggunaan BBN sebagai salah satu strategi dalam mitigasi pengurangan emisi. Dalam dokumen tersebut, bahan baku utama BBN dikhususkan berasal dari kelapa sawit Selama ini, mayoritas pengembangan BBN masih didominasi B20 dan B30 yang merupakan campuran antara solar dan 20 atau 30 persen biodiesel. Namun, peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Kementerian Pertanian (Balittri Kementan) telah mengembangkan B100 atau 100 persen bahan bakar dari bahan nabati. Peneliti Ahli Utama Bidang Ekofisiologi Balittri Dibyo Pranowo menjelaskan, BIOO sebagai energi baru dan terbarukan dikembangkan Balittri untuk mengantisipasi kelangkaan sumber energi ke depan. Hal ini sekaligus sebagai upaya menuju kemandirian dan ketahanan energi karena separuh bahan bakar minyak (BBM) Indonesia masih impor. “Pengembangan biodiesel ini dimulai sejak 2006 dan sampai 2022 atau 16 tahun masih dilakukan pembaruan. Namun, peluncuran baru dilakukan pada 2019. Dalam ruang pemrosesan ini sudah bisa diproduksi sekitar 15.000 liter,” ujar Dibyo yang merupakan salah satu pengembang BIOO di Kawasan Balittri, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (5/8/2022). Proses pembuatan BIOO dilakukan dengan memasukkan bahan baku berupa minyak sawit mentah (CPO) ke tangki reaktor. Sejumlah proses transes-terifikasi dilakukan pada bahan-bahan itu. Proses kimia ini bertujuan untuk mengubah gli-serida yang mendominasi komposisi minyak kelapa sawit dan berviskositas tinggi menjadi metil ester asam lemak. “Setelah dilakukan proses se-parasi dan pencucian, kemudian dikeringkan untuk menghilangkan metanol. Dari proses tersebut barulah menjadi biodiesel,” tuturnya. Bahan baku BIOO ini mayoritas masih menggunakan CPO karena pertimbangan aspek kualitas dan kuantitas. Stok bahan baku dari CPO masih terpenuhi karena pasokan yang melim- pah. Kementan mencatat, saat ini produksi CPO Indonesia mencapai 46 juta ton per tahun. Kementan juga mencatat kebijakan B3O pada 2020 membutuhkan 9,6 juta ton biodiesel. Sementara penerapan BIOO pada 2045 akan membutuhkan sekitar 30 juta ton biodiesel.

Pengujian

Untuk mengetahui kinerja dari BIOO, Balittri juga telah melakukan serangkaian kegi-1 atan pengujian BBN ini melalui tiga tahap. Tahap pertama ialah pengujian untuk mengetahui kualitas mutu B-100. Tahap kedua, pengujian melalui tes jalan dengan jarak tempuh sepanjang 50.000 kilometer. Kemudian tahap terakhir ialah pengujian kendaraan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Dari hasil pengujian, efisiensi dan tenaga yang \’ dihasilkan BIOO tercatat setara dengan Pertamina Dex. Akan tetapi. BIOO lebih unggul karena Pinisi yang dikeluarkan jauh lebih rendah dibandingkan Pertamina Dex. Hasil pengujian juga menunjukkan 1 liter BIOO mampu menempuh jarak 13,1 kilometer atau 26,7 persen lebih efisien dibandingkan penggunaan bahan bakar berbasis fosil dalam jumlah yang sama. Sebagai perbandingan, jarak tempuh bahan bakar berjenis solar hanya mencapai 9 kilometer per liter. Se- lama ini, beberapa mobil ataupun kendaraan pertanian yang telah menggunakan BIOO juga diklaim tidak pernah mengalami kerusakan mesin secara tiba-tiba. Selain B110, Balittri juga mengembangkan alat reaktor biodiesel multifungsi dengan kapasitas total 15.000 liter. Reaktor ini bisa mengolah berbagai jenis minyak nabati sehingga bisa digunakan di seluruh wilayah di Indonesia dengan beragam komoditas yang tersedia. Alat reaktor ini dapat menghasilkan kualitas biodiesel yang memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Eropa, dan Amerika. Keunggulan lainnya, kapasitas produksi alat ini dapat mencapai 3.000 liter per 6 jam dan mampu menurunkan bahan baku dengan asam lemak bebas baku tinggi menjadi rendah.

Beragam komoditas

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Ba-litbangtan) Fadjry Djufry mengatakan, selain sawit, para peneliti dari Balitbangtan telah mengidentifikasi beragam komoditas yang berpotensi dikembangkan menjadi biodiesel. Komoditas tersebut di antaranya kelapa, kemiri sunan, jarak pagar, aren, sorgum. karet, sagu, dan jarak. Saat awal pengembangan BIOO, Balitbangtan juga tidak menggunakan CPO, tetapi tanaman lain, seperti kemiri sunan dan jarak pagar. Kedua tanaman berpotensi menjadi bahan baku BIOO untuk produksi skala besar karena tidak bersaing dengan pangan. Produktivitas minyak nabati dari kemiri sunan bahkan sedikit lebih tinggi daripada sawit yakni 6 ton per hektar dan rendemen minyak kasar kernel kemiri sunan lebih dari 50 persen. Produk turunan dari pengolahan minyak nabati kemiri sunan akan menghasilkan gli-serol, asam lemak bebas, ter-pentin atau cairan olahan getah, dan bahan oleokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Di sisi lain, jenis pohon kemiri sunan juga cocok untuk konservasi lahan yang ditanam di daerah-daerah kering dan marjinal seperti di Nusa Tenggara Timur dan kawasan bekas kegiatan pertambangan. Berbagai potensi ini membuat Balittri dan pihak swasta mengembangkan 1.000 hektar kebun kemiri sunan. Ke depan, kata Fadjry, hi-lirisasi dan komersialisasi produk BIOO ini perlu kolaborasi dengan pihak lain, seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau industri. Setiap provinsi diupayakan dapat memiliki satu atau dua reaktor, termasuk tempat pengisian bahan bakar. Upaya ini diharapkan bisa mewujudkan swasembada kemandirian energi.

Kompas | Senin, 8 Agustus 2022

Bahan Bakar Nabati BlOO Masih Terus Dikembangkan

Bahan bakar yang 100 persen berasal dari nabati hingga kini masih terus dikembangkan. Hasil uji sementara diklaim cukup memuaskan. Pemanfaatannya di masa mendatang diharapkan mampu menjawab isu lingkungan\’dan kelangkaan energi. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian Fadjry Djufry menyampaikan, selama ini Balitbangtan melalui unit pelaksana teknis di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri)-telah menerapkan pola integrasi tanaman perkebunan, termasuk tanaman bioenergi dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim. ‘Terdapat beberapa tanaman yang diintegrasi, seperti kelapa dengan kakao, kelapa dengan kopi, kemiri sunan, dan kayu manis. Balitbangtan juga sudah mengembangkan energi baru terbarukan,” ujar Fadjry di sela-sela kunjungan lapangan acara G20 Technical Workshop on Climate Change di Balittri, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (5/8/2022). Sejak 2006, Balittri mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) berbahan dasar kelapa sawit yakni BlOO. Dari hasil pengujian, efisiensi serta tenaga yang dihasilkan BlOO setara pertadex. BlOO bahkan disebut lebih unggul karena emisinya lebih rendah. Hasil pengujian juga menunjukkan 1 liter BlOO mampu menempuh jarak 13,1 kilometer atau 26,7 persen lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar berbasis fosil dalam jumlah yang sama. Selama ini, beberapa mobil dan kendaraan pertanian yang telah menggunakan BlOO diklaim tidak pernah mengalami kerusakan mesin secara tiba-tiba.

Reaktor biodiesel

Ke depan, kata Fadjry, Indonesia juga akan mengarah ke swasembada kemandirian energi. Guna mencapai hal ini, peneliti di Balittri telah mengembangkan reaktor biodiesel multifungsi. Reaktor ini bisa mengolah aneka minyak nabati sehingga dapat digunakan di se- luruh wilayah Indonesia yang beragam komoditasnya. “Kami sudah identifikasi terdapat puluhan komoditas yang berpotensi menjadi biodiesel,” ucapnya Selain itu, penggunaan reaktor ini juga dapat menghasilkan kualitas biodiesel yang memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Keunggulan lain, kapasitas produksi alat ini dapat mencapai 3.000 liter per 6 jam dan mampu menurunkan ba- han baku berasam lemak bebas tinggi menjadi rendah. “Untuk komersialisasi, membutuhkan kerja sama dengan industri atau kementerian lain, seperti Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Arahan Pak Menteri, setiap provinsi diupayakan bisa memiliki satu atau dua reaktor, termasuk tempat pengisian bahan bakarnya,” tutur Fadjry. Lokakarya teknis tentang perubahan iklim di Bogor, 3-5 Agustus, termasuk kunjungan lapangan ke Sukabumi, kemarin, merupakan rangkaian acara pertemuan G20 bidang pertanian. Selain peneliti dan ahli pertanian dari sejumlah negara, lokakarya ini juga diikuti perwakilan organisasi internasional.

Ketahanan iklim

Veronica Doerr, salah satu delegasi yang juga Manager Program Penelitian untuk Perubahan Iklim Australian Center for International Agriculture Research (ACIAR). mengatakan, penelitian pertanian untuk ketahanan iklim sa- ngat penting dilakukan setiap negara. Sebab, saat ini mayoritas negara di dunia, termasuk Australia dan Indonesia, tengah menghadapi ancaman pangan akibat dampak dari perubahan iklim. “Pada saat yang sama, hampir setiap negara menghadapi dampak perubahan iklim, seperti meningkatnya kejadian banjir atau kenaikan suhu. Inilah saatnya setiap negara untuk berkolaborasi dan saling belajar cara menghadapi perubahan iklim,” katanya. Veronica menekankan bahwa setiap negara juga perlu menemukan cara berbeda dalam memproduksi makanan, tetapi tidak merusak sumber daya alam. Cara produksi makanan yang ramah lingkungan ini hanya bisa dihasilkan melalui penelitian dan movasi. “Setiap negara membuat kebijakan yang mengedepankan penelitian dan inovasi. Negara juga perlu mendengarkan kebutuhan para petani dan melibatkan mereka dalam upaya mitigasi ataupun adaptasi perubahan iklim.” tuturnya.

Harian Sindo | Senin, 8 Agustus 2022

Holding BUMN Perkebunan Raih Pendapatan Rp24,43 Triliun

Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) masih tetap meraih laba di tengah terjadinya fluktuasi harga komoditas dunia. Perusahaan induk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perkebunan ini terus menunjukkan kinerja positifnya pada laporan keuangan semester 1/2022. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Mohammad Abdul Ghani menj elaskan, meningkatnya kinerja PTPN Group tersebut membuktikan hasil dari perjalanan restrukturisasi yangseca-ra berkelanjutan terus dikuatkan. “Walaupun harga komodo tas dunia tertekan pada kuartal 1/2022, Holding PTPN masih mampu meningkatkan laba perusahaan sampai semester I Rp3,86 triliun,” kata Ghani dalam keterangan rilisnya di Jakarta kemarin. HoldingBUMN Perkebunan tersebut berhasil menjaga momentum kinerja operasional dan keuangan pada 2022. Pada periode Januari-April 2022 lalu Holding PTPN meraih laba bersih hingga Rp2,95 triliun. PTPN III sebagai holding memiliki kinerja terbaik dengan raihan laba sebesar Rpl,2 triliun. “Selain PTPN III, anak perusahaan yangmampu mencatat laba adalah PTPN I, PTPN II, PTPN IV, PTPN V PTPN VI, dan PTPN XIII. Capaian kuartal 1/ 2022 ini meningkat 496,07% dibandingkan periode kuartal I/2021,”jelasnya. Raihan laba PTPNGroupber-iringandengantingginyapenda- patan atau revenue perseroan. Pada semester 1/2022 total pendapatan perseroan mencapai Rp24,43triliun,meningkatl5% dibandingkan semester 1/2021. EBIDTA operasional pada semester 1/2022 tercatat sebesar Rp7,36 triliun, tumbuh 22% dibandingkan semester 1/2021. Manajemen perseroan juga mampu menjaga arus kas bersih atawietoperutingcashfkwQtiCXD sebesar Rpl,63 triliun. Dengan arus kas yang positif, Holding BUMN Perkebunan mampu menjalankan belanja modal atau capital expenditure (capex). “Komoditas sawit masih menjadi penyumbang pendapa-tanataupenjualanterbesarbagi keuangan PTPN Group. Pada semester 1/2022 kontribusi porsi penjualan periode Janua- ri-Juni 2022 didominasi oleh komoditas Kelapa Sawit sebesar 73,33% dari total penjualan,” ungkap Ghani Selain itu, komoditas karet memberikan kontribusi 9,17%, komoditas tebu memberikan kontribusi 7,02%, komoditas teh memberikan kontribusi 1,74% dari total penjualan, dan komoditas aneka tanaman/ lainnya sebesar 8,74%. Kemampuan perusahaan mempertahankan kinerja laba, penjualan, dan EBITDA berdampak pada peningkatan nilai aset perseroan. Hingga semester 1/2022, total aset Holding Perkebunan Nusantara mencapai Rpl49 tribun. Nilai ini meningkat 10,32% dibandingkan semester 1/2021.

Kompas | Minggu, 7 Agustus 2022

Disiapkan 11 Pabrik Penerima Kelapa Sawit

Rencana pembangunan pabrik minyak makan merah dan CPO di Sumatera Selatan diharapkan terealisasi segera. Tujuannya agar tandan buah segar dari petani swadaya terserap dengan Iebih baik. Sebanyak 10 pabrik minyak makan merah dan satu pabrik minyak kelapa sawit mentah direncanakan dibangun di Sumatera Selatan. Pabrik-pabrik berkapasitas 30 ton per hari itu akan menyerap tandan buah segar kelapa sawit milik petani swadaya. Hal ini mengemuka dalam pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apka-sindo) Sumsel Jumat (6/8/2022). Ketua Apkasindo Sumsel Slamet Somosentono menuturkan, rencana pembangunan pabrik itu disampaikan Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo. Pembangunan pabrik-pabrik itu akan menggunakan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pembangunan pabrik itu merupakan bentuk dari hilirisasi industri sawit Pabrik-pabrik tersebut akan dibangun di beberapa daerah, misalnya Kabupaten Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ilir. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik sekitar Rp 1 miliar untuk setiap satu ton sawit “Jika kapasitas pabrik sekitar 30 ton, berarti satu pabrik butuh sekitar Rp 30 miliar,” ungkap Slamet. Ia berharap, program ini langsung terealisasi dalam setahun ke depan. “Prosesnya tidak mudah, tetapi jika ada komitmen dari semua pihak, saya yakin program ini bisa terlaksana dengan cepat” ujarnya. Slamet menambahkan, sela- ma ini masih ada ketimpangan harga TBS yang cukup mencolok antara petani swadaya dan petani yang bermitra dengan perusahaan. Perbedaan harga bisa mencapai Rp 300-Rp 500 per kilogram (kg). Harga TBS dari petani swadaya lebih murah dengan alasan tidak ada hubungan kemitraan dengan perusahaan dan hasil produksinya kerap dianggap tidak standar. Dengan pembangunan pabrik minyak makan merah dan pabrik minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Sumsel, TBS dari petani swadaya diharapkan bisa terserap dan harganya juga lebih baik. Di sisi lain, Apkasindo Sumsel akan jnemperkuat kelembagaan petani sawit swadaya Hal itu agar mereka memiliki nilai tawar yang lebih kuat sehingga bisa menjalin kemitraan dengan para pabrik kelapa sawit yang sudah beroperasi Analis Madya Sarana dan Prasarana Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Ar-pian, menyambut baik rencana pembangunan 11 pabrik ita Dia menyebut sudah ada koperasi petani sawit di Sumsel untuk membangun pabrik demi mendongkrak harga TBS yang masih di bawah Rp 2.000 per kg. Salah satu koperasi petani sawit di Kabupaten Lahat Sumsel, juga berencana menjalin kerja sama dengan investor dari India. “Investor mau membangun pabrik kelapa sawit mini, termasuk membeli sawit milik petani. Lahan dan sarana airnya disiapkan koperasi,” kata Rudi. Rudi menyebut konsep kerja sama ini masih digodok dan diharapkan segera terealisasi “Jika konsep kerja sama ini berhasil, akan diterapkan di sejumlah sentra perkebunan swadaya lain di Sumsel,” ujarnya

Kemitraan

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto menuturkan, penguatan kemitraan sangat dibutuhkan karena petani memiliki peran besar dalam industri sawit Dari L2 juta hektar lahan sawit di Sumsel sekitar 42 persen di antaranya milik petani swadaya dan petani mitra perusahaan atau petani plasma Alex menyebut dengan kemitraan yang baik, kebutuhan pengusaha dan petani bisa dilengkapi. Saat ini, ada 89 pabrik kelapa sawit beroperasi di Sumsel dan tiga di antaranya pabrik minyak goreng. Alex menambahkan, sekarang ini ekspor CPO mulai ditingkatkan. Diharapkan harga TBS juga meningkat “Saya yakin beberapa hari ke depan harga bisa meningkat” ujarnya. Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Agus Darwa menilai, kemitraan merupakan hal penting agar hasil dari pengelolaan sawit dari pabrik yang akan dibangun bisa segera, dipasarkan. “Jangan sampai pabrik telah terbangun, tetapi jaringan pasar belum ada,” ujarnya Gubernur Sumatera Selatan Herman Deni menyambut baik rencana pembangunan 11 pabrik. Ia bermaksud membuat surat keputusan atau peraturan gubernur untuk memayungi kegiatan petani, termasuk upaya hilirisasi kelapa sawit.

Investor Daily Indonesia | Sabtu, 6 Agustus 2022

Semester I, PTPN Group Raih Laba Rp 3,86 Triliun

Di tengah terjadinya fluktuasi harga komoditas dunia, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) masih tetap meraih laba. Perusahaan induk BUMN bidang perkebunan ini terus menunjukkan kinerja positifnya pada laporan keuangan semester I (Januari-Juni) 2022. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani menyampaikan, meningkatnya kinerja PTPN Group kembali membuktikan hasil dari perjalanan restrukturisasi yang secara berkelanjutan terus dikuatkan. “Walaupun harga komoditas dunia tertekan pada kuartal-2022, Holding PTPN masih mampu meningkatkan laba perusahaan sampai semester I sebesar Rp 3,86 triliun,” ujar Ghani dalam keterangan tertulis, Jumat (5/8). Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) berhasil menjaga momentum kinerja operasional dan keuangan pada 2022. Pada periode fiskal Januari sampai April 2022 (kuartal I) 2022 lalu, Holding PTPN meraih laba bersih hingga Rp 2,95 triliun. PTPN III sebagai Holding memiliki kinerja terbaik dengan raihan laba sebesar Rp 1,2 triliun. Capaian Kuartal 1-2022 ini meningkat 496,07% dibandingkan periode kuartal 1-2021. “Selain PTPN III, anak perusahaan (anper) yang mampu mencatat laba adalah PTPN I, PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, dan PTPN XIII,” tambah Ghani. Raihan laba PTPN Group beriringan dengan tingginya pendapatan atau revenue perseroan. Pada Semester 1-2022 total pendapatan perseroan mencapai Rp 24,43 Triliun, meningkat 15% dibandingkan semester 1-2021. Nilai EBIDTA Operasional pada Semester 1-2022 sebesar Rp 7,36 Triliun, meningkat 22% dibandingkan semester 1-2021. Manajemen Perseroan juga mampu menjaga arus kas bersih atau Net Operating Cash Flow (NOCF) sebesar Rp 1,63 Triliun. Dengan arus kas yang positif, perseroan mampu menjalankan belanja modal atau Capital Expenditure (CAPEX). “Komoditas sawit masih menjadi penyumbang pendapatan/penjualan terbesar bagi keuangan PTPN Group. Pada semester 1-2022 kontribusi porsi penjualan periode sampai dengan Juni 2022 didominasi oleh komoditas kelapa sawit sebesar 73,33% dari total penjualan,” kata Ghani. Selain itu, komoditas karet memberikan kontribusi 9,17%, komoditas tebu memberikan kontribusi 7,02%, komoditas teh memberikan kontribusi 1,74% dari total penjualan, dan komoditas aneka tanaman/lainnya sebesar 8,74%. Kemampuan perusahaan mempertahankan kinerja laba, penjualan, dan EBITDA berdampak pada peningkatan nilai aset perseroan. Hingga semester 1-2022, total aset Holding Perkebunan Nusantara mencapai Rp 149 triliun. Nilai ini meningkat 10,32% dibandingkan semester 1-2021. “Raihan di semester 1-2022 ini menunjukkan Holding Perkebunan Nusantara adalah perusahaan BUMN dengan kinerja yang sehat, serta dengan mantap terus meniti langkah menuju perusahaan perkebunan kelas dunia, sebagai Kebanggaan Baru Indonesia,” tutur Ghani.

Inews.com | Minggu, 7 Agustus 2022

Indonesia Manfaatkan kelapa Sawit dan Kemiri untuk Bahan Bakar Nabati

Pemerintah Indonesia berupaya mereduksi energi fosil yang kini jumlahnya semakin menipis dengan memanfaatkan kelapa sawit dan kemiri sebagai bahan bakar nabati.  Langkah itu dilakukan untuk menghasilkan energi berkelanjutan yang dapat mereduksi bahan bakar fosil, sebagaimana ditetapkan dalam kerangka konvensi perubahan iklim.  “Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian terus melakukan riset dan inovasi dalam pengembangan bahan bakar nabati,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian Fadjry Djufry dalam keterangan di Jakarta, Minggu (7/8/2022). Menurut dia, kelapa sawit adalah sumber bahan bakar nabati yang paling siap dan potensial. Apalagi Indonesia merupakan penghasil minyak sawit mentah terbesar dan memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia.   Pemerintah melalui unit pelaksana teknis Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Kementerian Pertanian telah berhasil mengembangkan bahan bakar nabati berbahan dasar kelapa sawit, yaitu B-100 dengan tahapan pengujian sebanyak tiga kali.   Pada uji jalan B100, Balittri melakukan perbandingan uji coba dengan pertadex. Hasilnya menunjukkan bahwa emisi yang dihasilkan lebih baik dari pertadex dengan hasil efisiensi serta tenaga yang dihasilkan setara dengan Pertadex. Selain itu, satu liter B100 mampu menempuh jarak 13,1 kilometer atau setara dengan 26,7 persen lebih efisien dibandingkan penggunaan bahan bakar berbasis fosil dalam jumlah yang sama.   Ballittri juga melakukan pengembangan pemanfaatan kemiri sunan. Di samping produktivitasnya yang tinggi, rendemen minyak kasar kernel kemiri sunan dapat mencapai lebih dari 50 persen dengan rata-rata angka asam lemak bebas cukup rendah.   Kemiri Sunan memiliki perakaran yang dalam dengan tajuk yang lebar, dan dapat tumbuh di lahan marjinal dan beriklim kering seperti Nusa Tenggara Timur, sehingga bisa difungsikan sebagai tanaman rehabilitasi dan konservasi, serta mampu menyerap karbon dalam jumlah yang cukup tinggi. Tak hanya itu, kemiri sunan juga mampu mereklamasi lahan-lahan bekas tambang. Produk turunan dari pengolahan minyak nabati kemiri sunan akan menghasilkan gliserol, asam lemak bebas, terpentin, dan bahan oleokimia lainnya yang bernilai ekonomi tinggi.   Kemiri sunan juga termasuk non-edible dan mengandung racun yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati. Sebagai contoh, biotris, merupakan pestisida nabati berbahan dasar kemiri sunan hasil temuan peneliti Balittri yang dapat digunakan sebagai pengendali hama penggerek buah kakao.   Dia menjelaskan, inovasi Balittri dalam pengembangan bahan bakar nabati adalah alat reaktor biodiesel multifungsi. Kelebihan reaktor itu mampu memproses minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi.   Penggunaan mesin prosesing biodiesel itu dapat menghasilkan kualitas biodiesel yang memenuhi standar SNI. Kapasitas produksinya 3000 liter per enam jam dan mampu menurunkan bahan baku dengan asam lemak bebas baku tinggi menjadi rendah (di bawah 3) dan dapat mengolah berbagai jenis minyak nabati yang sudah dilengkapi methanol recovery dan monitor display untuk melihat pemisahan biodiesel dari gliserol dari tabung pemisah bawah reaktor.   “Inovasi B-100 dari Balittri ini merupakan harapan energi baru dunia. Presidensi Indonesia dalam pertemuan G-20 tahun ini merupakan momentum untuk menggaungkan pengembangan energi ramah lingkungan dan mempercepat transisi energi hijau,” tutur Fadjry.

https://www.inews.id/finance/bisnis/indonesia-manfaatkan-kelapa-sawit-dan-kemiri-untuk-bahan-bakar-nabati

Sawitindonesia.com | Senin, 8 Agustus 2022

Biodiesel Menjadi Program Bioenergi Paling Maju di Indonesia

Director of Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), IPB, Dr. Meika Syahbana Rusli menjelaskan pengembangan bioenergi yang paling maju di Indonesia adalah biofuel, khususnya biodiesel melalui program mandatory biodiesel. Kapasitas terpasang industri biodiesel tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan produksi biodiesel B30 mencapai 8,4 juta KL dengan konsumsi dalam negeri sebesar 9,4 juta KL pada tahun 2021, dan untuk implementasi lebih lanjut saat ini dalam tahap uji tes B40. “Kesuksesan ini terwujud dari Kerjasama dan sinergi antara pemerintah, pusat penelitian, industri, dan BPDPKS,” ujarnya sebagai pembicara di International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) 2022, pada 1-2 Agustus 2022. Dari penggunaan biodiesel ini diproyeksikan kontribusi biodiesel B30 terhadap NDC di sektor energi yakni pengurangan emisi GRK sebesar 24,6 Mio ton CO2eq atau setara dengan 7,8% pada tahun 2021. Realisasi bauran EBT Indonesia pada tahun 2021 sebesar 12,2%, sedikit di atas 50% dari target tahun 2025 yang sebesar 23%, sehingga masih terdapat celah yang perlu diisi untuk memenuhi target tersebut untuk pembangkit listrik tenaga bioenergi, biofuel, dan produksi biogas. Menurutnya, terdapat banyak bahan baku biofuel potensial di Indonesia yang dapat dimanfaatkan menjadi bioenergi seperti selulosa, hemiselulosa, atau lignin, Mikro dan Makro-alga, biomassa dan sisa tanaman, dan minyak goreng bekas. Teknologi baru juga perlu dikembangkan yang mengubah biomassa, limbah, dan molekul selulosa menjadi hidrokarbon. Pengembangan produk bioenergi lainnya adalah bioetanol, bahan bakar biohidrokarbon, green diesel (D100), gasoline, avtur, HVO, dan biofuel berbasis biomassa lainnya. Diketahui pula bahwa program lain untuk mencapai NZE adalah melalui program co-firing PLTU. Implemetasi co-firing saat ini telah dilakukan di 28 titik PLTU dari target 52 titik PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total energi yang dihasilkan 96.061 MWh. Dengan kontribusi biomassa co-firing terhadap NDC di bidang energi ini merupakan pengurangan emisi GRK sebesar 0,268 juta ton CO2 eq atau setara dengan 0,09% di tahun 2021. Jika roadmap berhasil diterapkan maka pengurangan emisi dari co-firing dapat berkontribusi sekitar 3,5 juta ton CO2 eq untuk 5% co-firing dan 6,8 juta ton CO2 eq untuk 10% co-firing. Namun, implementasi co-firing masih memiliki kendala terkait belum adanya aturan baku harga biomassa sebagai bahan baku co-firin. Selain itu, penyesuain boiler PLTU untuk pembakaran serta ketersediaan lahan aktual untuk menghasilkan biomassa. Untuk memenuhi program co-firing ini, maka PLN telah bekerjasama dengan berbagai pihak yakni BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perguruan Tinggi untuk memastikan kesiapan rantai pasok dan ketersediaan biomassa dari segi kapasitas dan nilai ekonomi. PLN juga bekerjasama dengan SBRC-IPB mengkaji potensi lahan kering di Pulau Jawa. Dr. Meika mengungkapkan bahwa SBRC-IPB juga mengusulkan skema pengelolaan ekosistem masyarakat untuk bahan bakar biomassa untuk membantu memastikan kelangsungan program co-firing. Penelitian dan pengembangan biogas juga telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak untuk mendukung target bauran energi dan mencapai NZE. Pihak industri yang telah mengimplementasi biogas yakni DSNG yang menghasilkan BioCNG (CH4 ~90%). Selain itu terdapat tiga Pembangkit Listrik Tenaga Biogas yang berlokasi Sei Mangkei, Pagar Merbau, dan Kwala Sawit. Estimasi potensi produksi metana dari makroalga Indonesia dapat mencapai 143,88 – 366,24 juta KL CH4 tertinggi di Sulawesi Selatan yang menghasilkan makroalga tertinggi sebesar 2.616 ribu ton. Kontribusi positif bioenergi terhadap NDC Indonesia di Sektor Energi pada tahun 2020 adalah Penurunan Emisi GRK sekitar 24,6 Mio Ton CO2 eq ~ 7,8% dari biodiesel B30; 0,268 Mio Ton CO2 eq ~ 0,09% dari biomassa co-firing, dan 0,177 Mio Ton CO2 eq ~ 0,06% dari pembangkit listrik biomassa. Menurut Dr. Meika penurunan emisi akan terus meningkat seiring dengan perbaikan implementasi bioenergi lainnya. Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai strategi dalam meningkatkan bauran energi terbarukan untuk mencapai net zero emission (NZE). Namun demikian masih memiliki tantangan terbesar dalam implementasi bioenergi yakni dalam hal keberlanjutan dan pengelolaan bahan baku, sehingga dukungan dari berbagai pihak dan kolaborasi antara industri, perguruan tinggi, partisipasi masyarakat, kebijakan dan insentif pemerintah sangat penting untuk kesuksesan pencapaian target net zero emission (NZE). ICBB 2022 dihadiri oleh peserta akademisi, peneliti, praktisi dan kalangan bisnis yang berasal dari China, Czech, Germany, Indonesia, Japan, Philippines, Singapore, Thailand, United States. Konferensi internasional yang dilaksanakan selama dua hari ini membahas isu perkembangan penelitian biomassa dan bioenergi dalam mencapat target net zero emission (NZE).

https://sawitindonesia.com/biodiesel-menjadi-program-bioenergi-paling-maju-di-indonesia/