Fakta Terkait Kelapa Sawit yang Seringkali Salah Diartikan

| Artikel
Bagikan Share on Facebook Share on Twitter Share on Whatsapp

Kelapa sawit hari ini telah menjadi salah satu komoditas agrikultur yang populer bagi Indonesia. Pernyataan tersebut cukup beralasan, karena komoditas kelapa sawit telah menjadi komoditas agrikultur export terbesar bagi Indonesia. Tercatat setidaknya 20 tahun terakhir, kebun kelapa sawit telah berkembang dari 2,9 juta hektar, menjadi 16,3 hektar hingga tahun 2020. Dapat kita bayangkan bagaimana perkembangan selama 23 tahun terakhir ini, sebab kebun kelapa sawit di Indonesia telah berkembang setidaknya seluas 13,4 juta hektar, dimana berarti secara rata-rata berkembang sebanyak setengah juta hektar setiap tahunnya.

Peningkatan pesat perkembangan kebun kelapa sawit tentunya telah membuktikan secara nyata bahwa komoditas ini telah banyak berkontribusi bagi negara. Namun, perkembangan industri kelapa sawit ini bukannya tanpa tantangan dalam prosesnya, karena dapat juga ditemukan tuduhan-tuduhan yang tidak benar mengenai beberapa isu terkait perkembangan industri kelapa sawit ini sendiri.

APROBI terbentuk oleh beberapa perusahaan kelapa sawit di Indonesia, tentunya dengan latar belakang perusahaan yang berbeda-beda. Meskipun setiap perusahaan yang tergabung memiliki perbedaan, semua perusahaan yang menjadi anggota APROBI telah berkomitmen untuk memiliki integritas dan kredibilitas yang baik dalam melakukan usahanya, juga merawat lingkungan dalam prosesnya. Bukti ini menunjukan bahwa APROBI secara organisasi dengan tegas menyatakan komitmennya dalam merawat lingkungan juga memenuhi kebutuhan biodiesel yang diprediksi akan terus meningkat kedepannya.

Penyebab permintaan yang terus meningkat cukup beralasan, sebab para peneliti telah membuktikan melalui berbagai penelitian, bahwa jenis bahan bakar biodiesel memiliki manfaat yang jauh lebih baik ketimbang bahan bakar solar. Satu penelitian oleh European Commission pada tahun 2013 melaporkan efektivitas biofuel yang menggunakan bahan dasar kelapa sawit (biodiesel), mencapai angka 62% dalam mengurangi emisi jika dibandingkan dengan bahan bakar solar tradisional.

European Commission juga bahkan menemukan bahwa efektivitas bahan bakar berbasis bioethanol, dimana juga efektif dalam mengurangi emisi gas sebanyak 40% hingga 60%, tergantung dari komposisi bioetanol tersebut. Sehingga kesimpulan dari laporan penelitian tersebut, manfaat biodiesel lebih signifikan untuk mengurangi gas emisi untuk menciptakan masa depan dengan lingkungan yang lebih baik. Selain itu, meskipun bioetanol memiliki manfaat yang juga mengurangi gas emisi, namun biodiesel ternyata berdampak sedikit lebih efektif ketimbang bahan bakar bioethanol tersebut.

 

Source: